Pages

Jumat, 27 Desember 2013

Jika Lelah Dalam Dakwah, ‘Istirahatlah’…

Ilustrasi (Inet)
Ilustrasi (Inet)
dakwatuna.com - Mari kita beristigfar, Saudaraku.

Istigfar, apabila dakwah kita selama ini sering diselingi dengan keluh kesah. Istigfar, bila orientasi kerja kita masih keliru, sehingga akhirnya hanya lelah yang kita tumpu. Istigfar, jika ternyata kita termasuk aktivis dakwah yang beramal seadanya, mengada-ada, atau ada-ada saja.

Saudaraku, semoga hati kita bergetar karena-Nya. Semoga istigfar tadi dapat membuka hati kita, yang selama ini membeku, tertutup oleh kelelahan dan kelemahan. Lelah karena lupa pada-Nya. Lemah karena tidak menyertakan-Nya pada setiap amal kita.

Jika lelah, tidak ada salahnya kita beristirahat, Saudaraku. Meski sejenak, beristirahatlah. Karena dengan beristirahat, kita bisa tahu bagian mana yang lelah, bagian mana yang salah. Dengan beristirahat, kita dapat mengumpulkan tenaga untuk berlari kembali. Istirahatlah, Saudaraku. Sejenak saja. Sisakan waktu untuk tubuhmu tenang. Sementara biarkan otakmu me-review apa saja yang telah kita lakukan selama ini. Dan tanyakan: Mengapa kita melakukan semua itu? Apa yang membuat kita bertahan hingga sejauh ini? Dan biarkan jiwamu menyelami makna dari setiap jengkal perjuangan yang telah kita lakukan.

Adakah yang terlupa, Saudaraku? Tentang nikmat yang lupa untuk kita syukuri. Tentang amal kecil yang belum kita jalani. Atau, adakah yang terlewat? Tentang dosa-dosa kecil yang kita remehkan. Tentang kelemahan yang tak kunjung dikuatkan. Sehingga pondasi dakwah kita keropos, tergerus oleh waktu dan nafsu. Sehingga amanah tak ubahnya tongkat estafet, meski berpindah namun tak berubah. Tak berkah. Sampai kapan kita tejebak dalam siklus stagnan ini, Saudaraku?

Mari kita beristirahat. Sejenak saja. Tak perlu waktu lama. Seperti yang dilakukan salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang dijamin masuk surga. Karena kebiasaannya ketika sebelum tidur mengistirahatkan egonya, mengistirahatkan nafsunya, mengistirahatkan kealpaan dan kelemahannya dalam sehari itu. Ia istirahatkan semuanya dalam tetes air mata. Penuh sesal atas dosa.

Dan bukankah itu pula yang menyebabkan sahabat yang lain juga dijamin masuk surga? Karena setiap hari ia terbiasa mengistirahatkan kesedihannya, mengistirahatkan kemarahannya, mengistirahatkan bayang dan prasangkanya terhadap orang lain. Sehingga dalam sehari, sebelum tidur, ia selalu memaafkan orang yang telah membuat hatinya terluka. Juga membersihkan hatinya terhadap iri dengki, apabila orang lain mendapat rezeki melebihi dirinya.

Saudaraku, tetaplah kuat. Jangan biarkan diri kita lemah dan terjerumus dalam kungkungan kesedihan. Namun jangan pula jadikan sebuah amanah sebagai kambing hitam atas ketidakmampuan kita untuk tawazun di amanah-amanah lainnya.

Ingatlah, kekuatan dakwah bukan terletak pada ramainya seremonial atau besarnya sebuah acara. Bukan pula pada banyaknya agenda yang kita lakukan. Tapi, kekuatan dakwah terletak pada sebuah kesederhanaan, yang terpancar di setiap pribadi para pelaku dakwahnya, para aktivis dakwahnya. Karena menjadi sederhana itu kuat, Saudaraku.

Apabila yang lain telah menjauh dan terbentur dengan kedustaan dan kemalasan, tetaplah berada pada kesederhanaan. Karena kesedernahaan itu terwujud sebagai sebuah amal yang jujur, tidak banyak alasan. Kesederhanaan juga terpancar pada kesabaran, tanpa banyak keluhan. Dan kesederhanaan tentunya lahir dari sebuah kesadaran. Sadar untuk menjaga keikhlasan dalam niat. Sadar untuk tetap komitmen dalam dakwah. Sadar untuk terus istiqomah, meski yang lain sudah berubah.

Agar Tidak Putus Asa


Putus asa akan menghampiri kita saat kita menempuh perjalanan yang panjang atau mendapatkan kegagalan dari perjalanan-perjalanan yang kita tempuh. Bagaimana agar kita tidak putus asa?

Mari kita ibaratkan perjalanan panjang seperti lari marathon. Anda pernah marathon? Yang kita rasakan pada saat kita sedang berlari dalam jarak yang jauh ialah keinginan segera berhenti, minum, dan beristirahat. Lalu mengapa tidak berhenti? Jika Anda berlari atas inisiatif sendiri, kemungkinan Anda berhenti akan lebih besar ketimbang seorang atlit yang sedang berlomba. Mengapa? Karena imbalan yang akan didapat lebih menarik dan lebih jelas. Kalau dia tidak sampai, bukan hanya tidak akan mendapatkan juara, tetapi juga malu. Jadi agar Anda tidak putus asa, maka Anda harus memiliki tujuan yang sangat menggairahkan Anda dan jelas.

Mungkin saja, saat kita berlari, kita tidak ingin untuk berhenti. Tetapi akhirnya berhenti juga karena kita sangat kelelahan. Dengan kata lain energi kita sudah terkuras habis. Seorang atlit tidak akan mudah kelelahan karena dia memiliki energi yang cukup. Energi yang tentu saja didapat dari latihan yang cukup dan makanan yang dikonsumsinya. Begitu juga jika kita tidak ingin cepat putus asa maka kita harus memiliki energi yang cukup. Baik energi dalam arti sebenarnya, maupun energi dalam arti motivasi.

Gagal lagi, gagal lagi, dan gagal lagi. Hal seperti ini pun akan memungkinkan kita putus asa. Anda telah mencoba, Anda telah bersabar, dan Anda telah berusaha, namun kegagalan dan kegagalan yang menemui Anda. Keadaan seperti ini bisa diibaratkan seperti sesorang yang sedang mencari suatu tempat tetapi tidak mengetahui harus lewat mana.

Jika jalan yang Anda ketahui sedikit, maka Anda akan cepat berhenti karena tidak ada jalan lagi yang bisa ditempuh. Tetapi jika Anda mengetahui banyak jalan, maka Anda mencoba jalan yang lainnya sampai menemukan jalan yang benar. Semakin banyak jalan yang Anda ketahui dan energi Anda masih cukup maka kemungkin untuk bergerak terus masih sangat memungkinkan.

Jalan yang dimaksud disini adalah ide. Saat Anda gagal dengan satu ide, maka Anda bisa mencoba ide yang lain. Ide tersebut bisa Anda dapatkan baik dari ide sendiri maupun ide dari orang lain. Agar bisa menghasilkan ide sendiri maka diperlukan kreativitas. Sementara untuk mengetahui ide dari orang lain, maka yang diperlukan adalah menuntut ilmu.

Sumber : http://www.pkspiyungan.org/2013/12/agar-tidak-putus-asa.html