Oleh : Ustadz Ashim bin Musthofa
Pagi hari, tatkala udara
masih terasa dingin, menggoda seseorang untuk tetap berdiam di atas
ranjang, meski adzan Subuh sudah berkumandang. Atau usai mengerjakan
shalat Subuh, seolah betapa nikmat melanjutkan tidur atau
bermalas-malasan. Padahal ada satu aktifitas yang semestinya dilakukan
seorang muslim pada pagi hari. Yaitu Rasulullah n mengajarkan, agar
kita berdzikir pada waktu pagi hari, bukan justru melanjutkan tidur.
Tidur
pagi (setelah subuh) bukanlah kebiasaan yang baik. Orang-orang yang
dikenal “menyukai” kasur hanyalah para bayi dan orang-orang sakit,
serta para pengangguran. Untuk kelompok pertama dan kedua, tidur mereka
lantaran karena kondisi. Sementara untuk golongan ketiga, karena
tuntutan “profesi” yang dampaknya memupuk kemalasan.
Namun
adakalanya, orang yang tidak termasuk dalam golongan di atas,
menggandrungi ranjang sehabis shalat Subuh. Bahkan seolah-olah menjadi
kurikulum tetap yang tidak bisa diganggu gugat. Oleh karenanya, tulisan
ini ingin menggugah semangat kita untuk memulai aktifitas sedini
mungkin, di pagi hari yang berudara segar.
TIDUR PAGI BUKAN KEBIASAAN PARA SALAF
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya, dari Abu Wa’il Syafiq bin Salamah al Asadi, ia berkata:
Suatu
hari, usai kami shalat Shubuh, kami pergi menemui 'Abdullah bin
Mas'ud. Kami mengucapkan salam di sisi pintu. Kami diizinkan masuk.
Namun kami putuskan untuk menunggu sejenak (di luar).
Seorang budak berkata: "Tidakkah kalian masuk saja?"
Kami masuk, dan ia (Ibnu Mas'ud) sedang duduk bertasbih.
Dia bertanya: "Apa yang menghalangi kalian masuk, padahal sudah dipersilahkan?"
“Tidak
apa-apa. Hanya saja kami mengira masih ada anggota keluarga yang masih
tidur (sehingga kami tidak langsung masuk ke dalam)," jawab kami.
Ibnu Mas'ud berkata: "Kalian mengira keluarga Ibnu Ummu Abd (maksudnya ia sendiri) adalah orang-orang yang lalai?"
Ia
meneruskan untuk bertasbih, sampai tatkala mengira matahari telah
terbit, ia memanggil budaknya dengan bertanya: "Lihatlah, apakah sudah
terbit?"
Budak itu melihatnya, tetapi belum terbit. Maka ia (Ibnu
Mas’ud) meneruskan tasbihnya. Sampai ketika mengira matahari telah
terbit, maka ia memerintahkan budak perempuannya: "Wahai, budak. Tolong
lihat, apakah sudah terbit?"
Ia (budak itu) melihat, dan ternyata matahari sudah terbit. Maka Ibnu Mas'ud Radhiyallahu 'anhun berkata:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَقَالَنَا يَوْمَنَا هَذَا وَلَمْ يُهْلِكْنَا بِذُنُوبِنَا
“Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan hari kami ini, tidak membinasakan kami dengan dosa-dosa kami".[1]
Syaikh
‘Abdur Razzaq Al Badr berkata,”Dialog dalam atsar di atas mencerminkan
gambaran secara jelas tentang kehidupan yang penuh dengan vitalitas
dan tekad tinggi untuk mengoptimalkan waktu pagi hari di kalangan para
salafush shalih t , terutama para sahabat lantaran kedalaman ilmu din,
sehingga mereka memberikan segala sesuatu pada tempatnya
masing-masing.”[2]
Ketika Abu Wa’il dan kawan-kawannya datang
kepada Ibnu Mas’ud, saat itu adalah waktu-waktu yang penuh berkah lagi
berharga. Yaitu waktu untuk tekun dan melakukan dzikir kepada Allah,
dan meningkatkan semangat menambah kebaikan. Hanya saja, tidak sedikit
orang yang kurang memperhatikan. Waktu yang sangat berharga itu menjadi
sia-sia, dilewatkan dengan tidur, bermalas-malasan dan patah semangat,
atau disibukkan dengan perkara-perkara yang kurang bermanfaat. Apalagi
jika mengawalinya dengan kegiatan yang diharamkan. Wal iyadzu billah!
Pagi
hari laksana masa muda yang penuh dengan vitalitas, dan sore hari
ibarat masa tua yang hanya menyisakan tubuh tanpa daya. Barangsiapa yang
terbiasa dengan sesuatu kebiasaan pada masa mudanya, niscaya ia
terbiasa mengerjakannya pada masa tuanya. Demikianlah, aktifitas
seseorang pada pagi harinya akan mempengaruhi semangat kerja sepanjang
harinya. Jika ia memulai dengan tekun, maka akan menyelesaikan harinya
dengan penuh ketekunan. Jika mengawalinya dengan kemalasan, maka itulah
yang akan dominan. Barangsiapa mampu mengendalikan hari, yaitu awalnya,
niscaya seluruh harinya akan selamat dengan izin Allah. Dia akan
ditolong untuk dapat mengerjakan kebaikan dan keberkahan. Ini seperti
pepatah “harimu bagaikan ontamu, apabila yang pertama dapat engkau
taklukkan, niscaya onta-onta di belakangnya akan mengikutimu”. Makna
pepatah ini sejalan dengan pernyataan Ibnu Mas'ud Radhiyallahu a'nhu :
"Segala puji bagi Allah yang telah membebaskan hari kami ini, tidak
membinasakan kami dengan dosa-dosa kami".
TIDUR PAGI, BERBAHAYA!
Ibnul
Qayyim berkata: "Di antara perkara yang dibenci di kalangan para
salaf, yaitu tidur antara usai shalat Shubuh dan terbitnya matahari.
Sebab, waktu-waktu itu adalah saat keberuntungan. Aktifitas yang
dikerjakan pada waktu-waktu tersebut memiliki nilai istimewa. Bahkan
kalau orang-orang telah berjalan semalam suntuk, mereka tidak
diperbolehkan untuk beristirahat pada waktu tersebut sampai matahari
terbit. Saat itu adalah permulaan hari dan kuncinya, waktu turunnya
rejeki dan terjadinya pembagian rejeki dan barokah. Selain itu,
(terhitung) saat itulah pergerakan hari bermula. Keadaan seluruhnya
tergantung pada bagiannya. Maka seharusnya (kalau harus tidur), maka itu
adalah tidur yang sifatnya darurat".[3]
Telah diriwayatkan
dari Ibnu ‘Abbas, ia melihat seorang anaknya tidur pada waktu pagi.
Maka ia berkata,”Bangun, engkau tidur saat rejeki dibagi-bagikan".[4]
Ibnul
Qayyim mengingatkan kita: "Tidur pada pagi hari menghalangi datangnya
rejeki. Sebab waktu pagi adalah saat pencarian rejeki oleh para
makhluk. Pagi adalah waktu pembagian rejeki. Maka tidur pada waktu
tersebut, akan menjadi penghambat menerima rejeki, kecuali karena alasan
tertentu, atau kondisi darurat. (Tidur pagi hari) sangat berbahaya
bagi jasmani, karena membuat malas badan dan merusak metabolisme yang
diolah oleh tubuh. Akibatnya, (dapat) menyebabkan kegoncangan, kegelapan
dan kelemahan fisik. Kalau itu terjadi sebelum buang air besar,
bergerak dan olah raga serta menyibukkan lambung dengan sesuatu, maka
itu merupakan penyakit berbahaya yang akan melahirkan berbagai
penyakit”.[5]
KEKUATAN DZIKIR PAGI HARI
Shalat Subuh menjadi
kegiatan fardhu pertama bagi seorang muslim setiap harinya. Hikmahnya
pun banyak. Hal ini bisa dirasakan oleh setiap muslimin yang tidak
melewatkan ibadah pembuka ini secara berjamaah di masjid.
Ditambah
lagi dengan ibadah sunnah yang mengiringinya, seperti dzikir pagi yang
dianjurkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Mengingatkan
seseorang untuk senantiasa duduk tepekur mengingat Yang Maha Kuasa.
Wirid-wirid dalam dzikir pagi tersebut mencakup berbagai makna agung.
Di antaranya, pengakuan hamba sebagai makhluk yang lemah, pengakuan
keesaan Allah ketika kita beribadah, penyerahan diri secara total
kepada Allah, permohonan perlindungan kepada Allah dari segala bahaya.
Ungkapan-ungkapan yang apabila diketahui dan dihayati, akan melahirkan
keyakinan, optimisme dan meningkatkan semangat mengais kebaikan pada
pagi itu. Ringkasnya, menekuni dzikir pada pagi hari akan melahirkan
kekuatan dan semangat dalam menjalani aktifitas harian.
Ibnul
Qayyim menceritakan,”Suatu kali, aku pernah menjumpai Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah usai melaksanakan shalat Shubuh. Dia duduk sambil terus
melantunkan dzikir kepada Allah Ta'ala sampai separo siang. Kemudian ia
menoleh kepadaku, seraya berkata,’Inilah aktifitas pagiku. Jika aku
tidak mengamalkannya, kekuatanku jatuh, atau pernyataan yang hampir
serupa dengan itu’."[6]
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah berdoa memohon keberkahan bagi umatnya pada waktu pagi.
عَنْ
صَخْرٍ الْغَامِدِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لِأُمَّتِي فِي بُكُورِهَا قَالَ
وَكَانَ إِذَا بَعَثَ سَرِيَّةً أَوْ جَيْشًا بَعَثَهُمْ أَوَّلَ
النَّهَارِ وَكَانَ صَخْرٌ رَجُلًا تَاجِرًا وَكَانَ إِذَا بَعَثَ
تِجَارَةً بَعَثَهُمْ أَوَّلَ النَّهَارِ فَأَثْرَى وَكَثُرَ مَالُهُ
"Dari
Shakhr bin Wada'ah al Ghamidi, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berdoa: "Ya, Allah! Berkahilah umatku pada pagi harinya". Jika
mengirim pasukan ekspedisi atau pasukan perangnya, beliau Shallallahu
'alaihi wa sallam mengutus mereka di pagi hari. Dan Shakhr adalah
seorang pedagang. Maka ia mengirim dagangannya pada pagi hari. Dia
menjadi kaya dan hartanya melimpah".
Dari uraian tersebut di
atas, maka pantaslah bagi kita untuk memperhatikan, agar kita bisa
memanfaatkan waktu pagi hari dengan dzikir, sehingga mampu meningkatkan
produktifas. Tidak terbuai dengan tidur yang melalaikan dan menjauhkan
dari rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala .
Diriwayatkan dari
'Abdullah bin Amr bin al 'Ash Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Tidur
ada tiga macam. Tidur orang rusak, tidur orang berakhlak, dan tidur
orang dungu. Adapun tidur orang yang rusak kepribadiannya adalah tidur
pada waktu dhuha, saat orang-orang menyelesaikan urusan-urusan mereka,
sementara ia terlelap dalam tidurnya. Tidur orang yang bermoral, adalah
tidur qailulah ketika pertengahan hari. Dan tidur orang yang pandir
adalah tidur ketika waktu shalat datang".[7]
Semoga Allah
memberikan taufik kepada kita, sehingga mampu merengkuh setiap
kebajikan dan mengikuti manhaj Salafus Shalih dan pengamalan mereka.
Wabilahit Taufiq. (mas)
[Diangkat dari kitab Fiqhul Ad'iyah wal Adzkar, Dr. Abdur Razaq bin Abdul Muhsin al Badr, Cetakan I, Tahun 1423, Kuwait]
[Disalin
dari Majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IX/1426H/2005M. Diterbitkan
Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Alamat Jl. Solo-Puwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183]
________
Footnote.
[1]. Shahih Muslim (1/564).
[2]. Fiqhul Ad'iyah wal Adzkar (3/45).
[3]. Madariju as Salikin (1/308).
[4]. Atsar ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim di dalam Zadul Ma'ad (4/241).
[5]. Zadul Ma'ad (4/242).
[6]. Al Wabil Ash Shayyib hlm. 85-86.
[7]. Diriwayatkan oleh Al Baihagi dalam Asy Syu'ab (4/182). Ibnu Al Muflih membawakannya dalam Al Adab Asy Syar'iyyah (3/162).
Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/2285/slash/0
Tidak ada komentar:
Posting Komentar