Oleh: DR. Amir Faishol Fath
dakwatuna.com – Semua manusia ingin
keselamatan. Karenanya di mana-mana dipancang slogan “Safety is our
Priority”. Dalam slogan lain kadang berbunyi ” Safety First”. Apapun
semua ungkapan itu intinya sama, menyerukan keselamatan. Namun ingat
bahwa hakikat keselamatan sebenarnya bukan selamat di dunia. Sebab
dunia dirancang bukan untuk menjadi tempat selamanya. Karenanya,
sehebat apapun manusia memproteksi dirinya, ujung-ujungnya ia pasti
mati. Oleh karena itu setiap kita berbicara tentang keselamatan,
sebenarnya itu maksudnya bukan sekadar selamat di dunia, tetapi juga di
akhirat. Apa saja yang harus kita lakukan supaya kita selamat di dunia
dan akhirat:
Pertama, Utamakan Allah
Allah Pencipta manusia dan pencipta segala makhluk di alam semesta.
Dialah Pemilik langit dan bumi. Pun Dialah yang mengurus dan menyediakan
segala fasilitas yang dibutuhkan manusia untuk bisa hidup di muka
bumi. Lebih dari itu Dialah yang memiliki dunia dan akhirat. Semua
manusia kelak akan kembali kepadaNya. Maka sungguh bahagia manusia yang
selama hidup di dunia mematuhi aturanNya, di mana ia kelak setelah
kembali kepadaNya, membawa amal-amal yang disukaiNya. Sebaliknya
sungguh celaka manusia yang lalai. Diberi kesempatan hidup sekali malah
disia-siakan. Segala kesempatan itu hanya diisi dengan dosa-dosa dan
kesia-siaan. Bayangkan bagaimana penderitaan manusia semacam ini, di
saat kelak menghadap Allah, dengan dosa-dosa dan perbuatan yang paling
Allah benci.
Bayangkan jika Anda sedang menghadap bos Anda dengan membawa laporan
kerja yang isinya kegiatan sia-sia atau merusak perusahaan. Padahal Anda
telah mendapatkan fasilitas lengkap dari bos Anda. Namun semua
fasilitas itu Anda gunakan bukan untuk melakukan tugas-tugas kantor
Anda. Melainkan justru digunakan untuk merusak program perusahaan itu
sendiri. Apa yang Anda bayangkan tentang ancaman yang akan ditimpakan
bos Anda kepada Anda? Lalu bayangkan jika ini terjadi di hadapan Allah
yang Mahatahu. Kalau kepada bos Anda, mungkin Anda masih bisa berbohong,
tetapi kepada Allah, Anda tidak mungkin bisa berbasa-basi, atau
bersembunyi atau berpura-pura.
Kedua, Contoh Rasulullah
Untuk mentaati Allah butuh contoh. Dan contoh terbaik adalah Rasulullah
SAW. Karenanya predikat yang Allah berikan kepada Rasulullah adalah
sebagai hamba. Dari kepribadian Rasulullah SAW minimal ada dua hal
penting untuk kita tiru: (1) Tiru Cara Ibadahnya kepada Allah. (2) Tiru
Akhlaqnya yang mulia. Dalam hal ibadah, Rasulullah SAW Sangat
sungguh-sungguh. Maksudnya ibadah ritual. Setiap datang waktu shalat
Rasulullah SAW segera ke masjid. Bahkan pernah suatu hari bersabda bahwa
beliau akan membakar rumah seseorang yang tidak mau melaksanakan
shalat di masjid. Tidak hanya shalat yang wajib, melainkan juga
shalat-shalat sunnah. Bila Rasulullah SAW shalat malam, seringkali
berdiri terlalu lama karena membaca surah yang panjang sampai bengkak
kakinya. Lidahnya tidak pernah kering dari dzikir. Setiap hari selalu
mengucapkan istighfar minimal tujuh puluh kali, dalam riwayat lain
seratus kali. Tidak hanya shalat puasa juga demikian. Dalam banyak
hadits, selalu kita temukan contoh-contoh puasa yang dilakukan
Rasulullah SAW. Tidak saja puasa wajib melainkan juga puasa sunnah.
Adapun dalam segi akhlaq, Rasulullah SAW adalah contoh yang paling
baik. Allah swt telah memuji akhlaqnya dalam surga Al Qalam:4 Allah
berfirman: “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung”. Ini pujian bukan ucapan manusia. Seandainya yang mengucapkan
manusia, mungkin kita bisa menyangkalnya, sebab boleh jadi pujian itu
datang karena kepentingan tertentu atau ada tujuan-tujuan subjektif
tersembunyi. Namun pujian itu datang dari Allah yang Maha objektif.
Allah maha tahu. Maka tidak ada dalam pujian itu yang ditutup-tutupi.
Itu pujian paling mewakili hakikat kepribadian Rasulullah SAW. Dan
benar, bahwa Rasulullah SAW berakhlaq mulia. Bagi istrinya beliau adalah
suami terbaik. Aisyah RA Menceritakan bahwa Rasulullah SAW tidak
menyakiti istrinya, pun tidak pernah memukul benda. Kepada anak dan
cucunya Rasulullah SAW adalah contoh ayah yang baik. Seringkali
dikisahkan bahwa Rasulullah SAW selalu menyempatkan diri bermain dengan
cucunya Hasan-Husein. Kepada sahabat-sahabatnya Rasulullah adalah guru
sekaligus sahabat yang baik. Begitu hijrah ke Madinah, beliau segera
bangun persaudaraan antara Muhajirin dan Anshar. Kepada non Muslim
Rasulullah SAW melindungi mereka, memberikan hak-hak mereka, tidak ada
seorang pun yang dizhalimi, pun tidak satu tempat ibadah pun milik
mereka yang dirusak apalagi dihancurkan.
Ketiga, Selamatkan Kemanusiaan
Islam diturunkan untuk keselamatan manusia. Tidak ada dalam ajaran
Islam satu ayat atau satu hadits pun yang mengajarkan kezhaliman
terhadap kemanusiaan. Dalam perang pun tuntunan Islam sangat jelas. Yang
boleh dilawan hanya yang menyerang saja. Sementara anak-anak dan kaum
wanita serta para rahib yang sedang beribadah tidak boleh disakiti
apalagi dibunuh. Segala yang merusak kemanusiaan diharamkan. Khamer
diharamkan karena merusak akal. Zina haram karena merusak nasab dan
harga diri. Riba diharamkan karena merusak harta, dan di dalamnya ada
kezhaliman dan seterusnya.
Ajaran ibadah ritual dalam Islam, semua bertujuan agar jiwa manusia
hidup. Bahwa manusia tidak cukup hanya hidup dengan fisiknya saja.
Manusia harus hidup fisik dan jiwanya. Karenanya Allah bekalkan iman.
Maka sungguh tidak akan selamat manusia yang mati jiwanya. Inilah makna
ayat: qad aflaha man zakkahaa wa qad khaaba mandassaahaa (QS
91:9-10). Perhatikan apa yang di alami manusia-manusia kafir. Mereka
meronta-ronta jiwanya. Sekalipun segala kesenangan dunia dimudahkan
tetapi mereka masih saja merasakan dalam dirinya ada sesuatu yang
hilang. Karenanya mereka lari ke tempat-tempat maksiat. Itupun tidak
cukup, mereka di saat yang sama harus mabuk, untuk menghindari
ketercekaman jiwa. Namun semua itu bukan jawaban. Sebab jawabannya hanya
iman yang jujur.
Lebih jauh, ajaran membantu fakir miskin, menyenangkan anak yatim,
menjenguk orang sakit, membantu yang lemah, menghormati yang lebih tua,
mengabdi kepada kedua orang tua, itu semua sangat tegas dalam Al Qur’an
dan As sunnah. Maka seorang muslim tidak cukup hanya baik secara
ibadah ritual melainkan lebih dari itu harus juga baik secara sosial.
Tetapi maksudnya bukan seperti yang dikatakan sebagian orang: bahwa
yang penting baik sosialnya kepada orang lain, sekalipun tidak patuh
dalam ibadah ritualnya. Tidak, tidak demikian pengertian dalam hal ini.
Islam mengajarkan keseimbangan: keseimbangan antara jasmani dan
rohani, keseimbangan antara ritual dan sosial, pun keseimbangan antara
dunia dan akhirat. Wallahu a’lam bishsawab.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2010/agar-kita-selamat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar