Oleh: Abu Ahmad
Hari-hari
pada bulan Ramadhan adalah rentang waktu berlipat pahala yang tidak
ada batasnya. Jam-demi jamnya adalah rangkuman kasih sayang Allah
kepada hamba-hambanya. Menit demi menit adalah hembusan angin surga
yang menyejukkan. Detik demi detiknya adalah kesempatan yang tidak
ternilai dalam bentangan umur manusia.
Banyak di
antara umat Islam yang tetap memiliki rutinitas mencari nafkah, belajar
dan bekerja pada bulan Ramadhan. Bahkan tidak jarang di antara mereka
memiliki semangat kerja yang membara pada bulan Ramadhan.
Memang
pada hakikatnya bulan Ramadhan yang di dalamnya terdapat kewajiban
puasa, bukan berarti membuat umat Islam menjadi lemah dan lesu dalam
bekerja, bahkan bermalas-malasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Namun sejatinya, pada saat bulan Ramadhan tiba umat Islam diarahkan
untuk meningkatkan amal ibadah dan taqarrub kepada Allah, dan
mencari nafkah juga bagian dari ibadah serta sarana bertaqarrub kepada
Allah. Karena Rasulullah saw pernah bersabda:
Dalam hadits Saad bin Malik diceritakan bahwa Nabi bersabda :
وَإِنَّكَ مَهْمَا أَنْفَقْتَ مِنْ نَفَقَةٍ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ حَتَّى اللُّقْمَةُ الَّتِي تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ
“Sesungguhnya,
meskipun engkau memberikan nafkah kepada keluargamu sendiri, engkau
tetap memperoleh pahala, sampai sekerat makanan yang engkau suapkan ke
mulut istrimu.” (Bukhari)
Dalam hadits lain juga disebutkan:
دِينَارٌ
أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ
وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ
عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Harta
yang engkau infak-kan di jalan Allah, harta yang engkau infak-kan untuk
memerdekakan budak, harta yang engkau sedekahkan untuk orang-orang
miskin dan harta yang engkau infak-kan untuk keluargamu, ganjaran yang
lebih besar adalah yang engkau infakqan untuk keluargamu”. (Muslim dan
Ahmad)
Menafkahi istri adalah bentuk ibadah dan taqarrub yang
paling besar yang dapat dilakukan oleh seorang hamba. Nafkah itu sendiri
mencakup makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan segala yang
dibutuhkan oleh seorang istri, baik jasmani maupun rohani.
Allah berfirman:
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“…Dan
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara
yang ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya….”(Al-Baqarah : 233)
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Kaum
laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta
mereka” (An-Nisa:34)
Dalam hadits nabi saw disebutkan dari Muawiyyah bin Hidah berkata:
يَا
رَسُولَ اللَّهِ مَا حَقُّ زَوْجَةِ أَحَدِنَا عَلَيْهِ قَالَ أَنْ
تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ
اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ
إِلَّا فِي الْبَيْتِ
قَالَ أَبُو دَاوُد وَلَا تُقَبِّحْ أَنْ تَقُولَ قَبَّحَكِ اللَّهُ
“Aku
pernah bertanya kepada Rasulullah: “Apa hak seorang istri terhadap diri
suaminya?” Beliau menjawab: “Hendaknya kamu memberi makan sebagaimana
kamu makan, dan memberi pakaian sebagaimana kamu berpakaian, janganlah
kamu menjelek-jelekkan wajahnya dan jangan kamu memukulnya.” (Abu Daud,
Ibnu Majah dan Ahmad)
Dalam hadits Abu Hurairah diriwayatkan bahwa ia berkata:
لَأَنْ
يَغْدُوَ أَحَدُكُمْ فَيَحْطِبَ عَلَى ظَهْرِهِ فَيَتَصَدَّقَ بِهِ
وَيَسْتَغْنِيَ بِهِ مِنْ النَّاسِ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ رَجُلًا
أَعْطَاهُ أَوْ مَنَعَهُ ذَلِكَ فَإِنَّ الْيَدَ الْعُلْيَا أَفْضَلُ مِنْ
الْيَدِ السُّفْلَى وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ
“Aku pernah
mendengar Rasulullah bersabda: “Apabila seorang di antara kamu pergi dan
mencari kayu bakar, lalu menjualnya, untuk mencukupi kebutuhannya,
kemudian ia sedekahkan, itu lebih baik daripada ia meminta kepada orang
lain, diberi ataupun tidak. Karena tangan yang di atas itu lebih baik
daripada tangan yang di bawah. Namun mulailah dari orang yang berhak
engkau nafkah”. (Muslim)
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada orang bertanya:
“Siapakah yang berhak aku nafkahi, wahai Rasulullah. “Beliau menjawab: “Istrimu termasuk yang berhak engkau nafkahi.” (Ahmad)
Tentunya untuk mendapatkan dan mengumpulkan harta agar bisa berinfak adalah bekerja dan mencari nafkah.
Karena
itu, pada bulan Ramadhan tidak menghalangi seorang muslim untuk mencari
nafkah, sehingga tetap bisa memberikan nafkah kepada anak dan istrinya,
atau keluarga lainnya, bahkan juga dapat memberi sedekah dan memberi
makan (ifthar) kepada orang yang berpuasa. Namun demikian jangan sampai
karena mencari nafkah melalaikan ibadah yang ada pada bulan Ramadhan
terutama ibadah puasa dan shalat tarawih pada malam harinya, tetaplah
melakukan keseimbangan antara keduanya; mencari nafkah tetap berjalan
dan puasa tidak ketinggalan.
Paling tidak ada beberapa langkah
yang perlu diperhatikan bagi siapa yang melaksanakan aktivitas mencari
nafkah pada bulan Ramadhan:
1. Hendaknya mencari nafkah tidak
mengurangi diri untuk tetap berpuasa dan menjaga nilai-nilai ibadah
lainnya; baik ibadah wajib maupun sunnah. Karena ibadah-ibadah yang
dilakukan pada bulan Ramadhan berbeda ganjarannya dengan ibadah yang
dilakukan di luar bulan Ramadhan artinya bahwa pada bulan Ramadhan,
setiap kewajiban amalnya dikalikan 70. Ibadah sunnahnya dinilai sama
dengan ibadah wajib, dan ibadah wajibnya dikalikan 70, sebagaimana
hadits nabi saw:
مَنْ تَقَرَّبَ فِيهِ بِخَصْلَةٍ مِنَ الْخَيْرِ ،
كَانَ كَمَنْ أَدَّى فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ ، وَمَنْ أَدَّى فِيهِ
فَرِيضَةً كَانَ كَمَنْ أَدَّى سَبْعِينَ فَرِيضَةً فِيمَا سِوَاهُ
“Barangsiapa
yang bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) di dalam bulan
Ramadhan dengan satu bentuk kebaikan, maka samalah dengan orang yang
mengerjakan satu fardhu (kewajiban) di bulan lainnya. Dan siapa yang
mengerjakan satu fardhu di bulan Ramadhan, maka samalah dengan orang
yang mengerjakan tujuh puluh fardhu di bulan lainnya”. (Ibnu Khuzaimah)
2. Dalam mencari nafkah tidak melupakan diri untuk berdzikir kepada Allah, sebagaimana yang Allah ingatkan dalam ayat Al-Qur’an:
رِجَالٌ
لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ
الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ
الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan
(dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut
kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
guncang”. (An-Nuur:37)
3. Niatkan diri karena Allah ketika keluar rumah untuk mencari nafkah, karena yang demikian merupakan jihad di jalan Allah.
عَنْ
كَعْبِ بن عُجْرَةَ، قَالَ: مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ، فَرَأَى أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ جِلْدِهِ وَنَشَاطِهِ، فَقَالُوا: يَا
رَسُولَ اللَّهِ: لَوْ كَانَ هَذَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ؟، فَقَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:”إِنْ كَانَ خَرَجَ يَسْعَى
عَلَى وَلَدِهِ صِغَارًا فَهُوَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ
يَسْعَى عَلَى أَبَوَيْنِ شَيْخَيْنِ كَبِيرَيْنِ فَهُوَ فِي سَبِيلِ
اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ يَسْعَى عَلَى نَفْسِهِ يُعِفُّهَا فَهُوَ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ، وَإِنْ كَانَ خَرَجَ رِيَاءً وَمُفَاخَرَةً فَهُوَ فِي
سَبِيلِ الشَّيْطَانِ
Dalam hadits Ka’ab bin Ajizzah diriwayatkan
bahwa ada seseorang lelaki yang lewat di hadapan Nabi. Para sahabat
melihat ada yang menakjubkan pada kulit dan semangatnya. Mereka
bertanya: “Wahai Rasulullah, bagus nian apabila keadaannya itu karena
berjuang di jalan Allah?” Rasulullah menanggapi: “kalau ia keluar rumah
demi menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, berarti ia di jalan
Allah; kalau ia keluar rumah untuk menghidupi ayah ibunya yang sudah tua
renta, berarti ia di jalan Allah; dan apabila ia keluar rumah demi
menghidupi dirinya sendiri agar terpelihara, maka ia juga di jalan
Allah. Tetapi kalau ia keluar rumah karena rasa sombong dan membanggakan
diri, maka ia berada di jalan setan.” (At-Thabrani).
4. Bagi
wanita yang keluar rumah mencari nafkah, meskipun tidak ada dalil yang
qath’i tentang haramnya wanita keluar rumah, namun para ulama tetap
menempatkan beberapa syarat atas kebolehan wanita keluar rumah. Sebab
memang ada peraturannya, tidak asal keluar rumah begitu saja,
sebagaimana para wanita di dunia barat yang tidak punya nilai etika.
Adapun adab dan etika wanita keluar rumah adalah sebagai berikut:
- Hendaknya mengenakan pakaian yang menutup aurat,
- Tidak tabarruj atau memamerkan perhiasan dan kecantikan,
- Tidak ikhtilath,
- Tidak melunakkan, memerdukan atau mendesahkan suara,
- Menjaga pandangan,
- Aman dari fitnah,
- Mendapatkan izin dari orang tua atau suaminya.
Berbahagialah
bagi siapa yang mendapatkan kesempatan mendapatkan bulan ramadhan, dan
berbahagialah bagi siapa yang mampu bekerja dengan baik di bulan
Ramadhan, memberikan nafkah untuk anak dan istri serta keluarga
besarnya. Bekerjalah dengan niat karena Allah, niscaya setiap langkah
yang kita lakukan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Dan bekerjalah
dengan baik, sesuai dengan syariat Allah dan sunnah nabi saw, karena itu
merupakan tujuan diciptakan kematian dan kehidupan oleh Allah sebagai
sarana ujian siapakah yang terbaik bukan terbanyak amalnya di muka bumi
ini. Allah berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“(Dialah
Allah) yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji
kalian siapakah diantara kalian yang terbaik amalnya, dan Allah Maha
Perkasa dan Maha Pengampun”. (Al-Mulk:2)
Dan Bekerjalah niscaya Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman akan melihat hasil kerja kalian.
وَقُلِ
اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu,
Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada
kamu apa yang telah kamu kerjakan”. (At-Taubah:105)
قُلْ كُلٌّ يَعْمَلُ عَلَى شَاكِلَتِهِ فَرَبُّكُمْ أَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ أَهْدَى سَبِيلًا
Katakanlah:
“Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing”. Maka
Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya”.
Sumber : http://www.al-ikhwan.net/bahagia-bersama-ramadhan-11-bahagia-saat-bekerja-mencari-nafkah-di-bulan-ramadhan-3917/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar