Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com – Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan
orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan
sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak
atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)
Seorang
mukmin adalah manusia yang memiliki sifat-sifat unggul. Sifat-sifat itu
membuatnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manusia lain.
Sehingga di mana pun dia berada, kemana pun dia pergi, apa yang dia
lakukan, peran dan tugas apa pun yang dia emban akan selalu membawa
manfaat dan maslahat bagi manusia lain. Maka jadilah dia orang yang
seperti dijelaskan Rasulullah saw., “Manusia paling baik adalah yang
paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”
Kehidupan
ini agar menjadi indah, menyenangkan, dan sejahtera membutuhkan
manusia-manusia seperti itu. Menjadi apa pun, ia akan menjadi yang
terbaik; apa pun peran dan fungsinya maka segala yang ia lakukan adalah
hal-hal yang membuat orang lain, lingkungannya menjadi bahagia dan
sejahtera.
Nah, sifat-sifat yang baik itu
antara lain terdapat pada lebah. Rasulullah saw. dengan pernyataanya
dalam hadits di atas mengisyaratkan agar kita meniru sifat-sifat positif
yang dimiliki oleh lebah. Tentu saja, sifat-sifat itu sendiri memang
merupakan ilham dari Allah swt. seperti yang Dia firmankan, “Dan Rabbmu
mewahyukan (mengilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah
itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya
terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi
orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 68-69)
Sekarang, bandingkanlah apa yang dilakukan lebah dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang mukmin, seperti berikut ini:
Hinggap di tempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih.
Lebah
hanya hinggap di tempat-tempat pilihan. Dia sangat jauh berbeda dengan
lalat. Serangga yang terakhir amat mudah ditemui di tempat sampah,
kotoran, dan tempat-tempat yang berbau busuk. Tapi lebah, ia hanya akan
mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih
lainnya yang mengandung bahan madu atau nektar.
Begitulah pula sifat seorang mukmin. Allah swt. berfirman:
Hai
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena
sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah: 168)
(Yaitu)
orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka
dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang
menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari
mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik
dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka
beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang
yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya
yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah
orang-orang yang beruntung. (Al-A’raf: 157)
Karenanya, jika ia
mendapatkan amanah dia akan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak
akan melakukan korupsi, pencurian, penyalahgunaan wewenang, manipulasi,
penipuan, dan dusta. Sebab, segala kekayaan hasil perbuatan-perbuatan
tadi adalah merupakan khabaits (kebusukan).
Mengeluarkan yang bersih.
Siapa
yang tidak kenal madu lebah. Semuanya tahu bahwa madu mempunyai khasiat
untuk kesehatan manusia. Tapi dari organ tubuh manakah keluarnya madu
itu? Itulah salah satu keistimewaan lebah. Dia produktif dengan
kebaikan, bahkan dari organ tubuh yang pada binatang lain hanya
melahirkan sesuatu yang menjijikan. Belakangan, ditemukan pula produk
lebah selain madu yang juga diyakini mempunyai khasiat tertentu untuk
kesehatan: liurnya!
Seorang mukmin adalah orang yang produktif
dengan kebajikan. “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah
kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat
kemenangan.” (Al-Hajj: 77)
Al-khair adalah kebaikan atau
kebajikan. Akan tetapi al-khair dalam ayat di atas bukan merujuk pada
kebaikan dalam bentuk ibadah ritual. Sebab, perintah ke arah ibadah
ritual sudah terwakili dengan kalimat “rukuklah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Rabbmu” (irka’u, wasjudu, wa’budu rabbakum). Al-khair di dalam
ayat itu justru bermakna kebaikan atau kebajikan yang buahnya dirasakan
oleh manusia dan makhluk lainnya.
Segala yang keluar dari
dirinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri, dengki;
lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik; perilakunya
tidak menyengsarakan orang lain melainkan justru membahagiakan; hartanya
bermanfaat bagi banyak manusia; kalau dia berkuasa atau memegang amanah
tertentu, dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemanfaat manusia.
Tidak pernah merusak
Seperti
yang disebutkan dalam hadits yang sedang kita bahas ini, lebah tidak
pernah merusak atau mematahkan ranting yang dia hinggapi. Begitulah
seorang mukmin. Dia tidak pernah melakukan perusakan dalam hal apa pun:
baik material maupun nonmaterial. Bahkan dia selalu melakukan
perbaikan-perbaikan terhadap yang dilakukan orang lain dengan cara-cara
yang tepat. Dia melakukan perbaikan akidah, akhlak, dan ibadah dengan
cara berdakwah. Mengubah kezaliman apa pun bentuknya dengan cara
berusaha menghentikan kezaliman itu. Jika kerusakan terjadi akibat
korupsi, ia memberantasnya dengan menjauhi perilaku buruk itu dan
mengajukan koruptor ke pengadilan.
Bekerja keras
Lebah
adalah pekerja keras. Ketika muncul pertama kali dari biliknya (saat
“menetas”), lebah pekerja membersihkan bilik sarangnya untuk telur baru
dan setelah berumur tiga hari ia memberi makan larva, dengan membawakan
serbuk sari madu. Dan begitulah, hari-harinya penuh semangat berkarya
dan beramal. Bukankah Allah pun memerintahkan umat mukmin untuk bekerja
keras? “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan),
kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Alam Nasyrah:
7)
Kerja keras dan semangat pantang kendur itu lebih dituntut
lagi dalam upaya menegakkan keadilan. Karena, meskipun memang banyak
yang cinta keadilan, namun kebanyakan manusia –kecuali yang mendapat
rahmat Allah– tidak suka jika dirinya “dirugikan” dalam upaya penegakkan
keadilan.
Bekerja secara jama’i dan tunduk pada satu pimpinan
Lebah
selalu hidup dalam koloni besar, tidak pernah menyendiri. Mereka pun
bekerja secara kolektif, dan masing-masing mempunyai tugas
sendiri-sendiri. Ketika mereka mendapatkan sumber sari madu, mereka akan
memanggil teman-temannya untuk menghisapnya. Demikian pula ketika ada
bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan feromon (suatu zat kimia yang
dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi isyarat tertentu) untuk
mengudang teman-temannya agar membantu dirinya. Itulah seharusnya sikap
orang-orang beriman. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka
seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff: 4)
Tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu
Lebah
tidak pernah memulai menyerang. Ia akan menyerang hanya manakala merasa
terganggu atau terancam. Dan untuk mempertahankan “kehormatan” umat
lebah itu, mereka rela mati dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang
diserang. Sikap seorang mukmin: musuh tidak dicari. Tapi jika ada,
tidak lari.
Itulah beberapa karakter lebah yang patut ditiru oleh
orang-orang beriman. Bukanlah sia-sia Allah menyebut-nyebut dan
mengabadikan binatang kecil itu dalam Al-Quran sebagai salah satu nama
surah: An-Nahl. Allahu a’lam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/jadilah-seperti-lebah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar