Oleh: Rikza Maulan, M.Ag
dakwatuna.com -
Dari Abu Dzar r.a. berkata, bahwasanya sahabat-sahabat Rasulullah saw.
berkata kepada beliau: “Wahai Rasulullah saw., orang-orang kaya telah
pergi membawa banyak pahala. Mereka shalat sebagaimana kami shalat,
mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, namun mereka dapat
bersedekah dengan kelebihan hartanya.” Rasulullah saw. bersabda,
“Bukankah Allah telah menjadikan untukmu sesuatu yang dapat
disedekahkan? Yaitu, setiap kali tasbih adalah sedekah, setiap tahmid
adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah, menyuruh pada kebaikan
adalah sedekah, melarang kemungkaran adalah sedekah, dan hubungan intim
kalian (dengan isteri) adalah sedekah.” Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami melampiaskan syahwatnya
dan dia mendapatkan pahala?” Rasulullah saw. menjawab, “Bagaimana
pendapat kalian jika ia melampiaskan syahwatnya pada yang haram, apakah
ia berdosa? Demikian juga jika melampiaskannya pada yang halal, maka
ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Sanad Hadits
Hadits
di atas memiliki sanad yang lengkap (sebagaimana yang terdapat dalam
Shahih Muslim, Kitab Al-Zakat, Bab Bayan Anna Ismas Shadaqah Yaqa’u Ala
Kulli Nau’ Minal Ma’ruf, hadits no 1006).
Gambaran Umum Tentang Hadits
Hadits
ini memberikan gambaran luas mengenai makna shadaqah. Karena
digambarkan bahwa shadaqah mencakup segenap sendi kehidupan manusia.
Bukan hanya terbatas pada makna menginfakkan uang di jalan Allah,
memberikan nafkah pada fakir miskin atau hal-hal sejenisnya. Namun lebih
dari itu, bahwa shadaqah mencakup segala macam dzikir (tasbih, tahmid
dan tahlil), amar ma’ruf nahi mungkar, bahkan hubungan intim seorang
suami dengan istrinya juga merupakan shadaqah. Oleh karena itulah,
Rasulullah saw. secara tersirat meminta kepada para sahabatnya untuk
pandai-pandai memanfaatkan segala aktivitas kehidupan agar senantiasa
bernuansakan ibadah. Sehingga tidak perlu ‘gusar’ dengan orang-orang
kaya yang selalu bersedekah dengan hartanya. Karena makna shadaqah tidak
terbatas hanya pada shadaqah dengan harta.
Asbabul Wurud Hadits
Hadits
ini merupakan jawaban terhadap pertanyaan beberapa Muhajirin yang
fakir, dimana mereka ‘terpaksa’ meninggalkan harta benda mereka di
Mekah, sehingga mereka merasa tidak dapat bershadaqah. Ketika pertanyaan
mereka terlontar ke Rasulullah saw., beliau memberikan jawaban yang
dapat menenangkan jiwa dan pikiran mereka.
Makna Hadits
Hadits
ini muncul dengan latar belakang ‘kegundahan hati’ para sahabat,
manakala mereka merasa tidak dapat optimal dalam beribadah kepada Allah
swt.. Karena mereka merasa bahwa para sahabat-sahabat yang memiliki
kelebihan harta, kemudian menshadaqahkan hartanya tersebut, tentulah
akan mendapatkan derajat yang lebih mulia di sisi Allah swt.. Sebab
mereka melaksanakan shalat, puasa, namun mereka bersedekah, sedangkan
kami tidak bersedekah, kata para sahabat ini.
Akhirnya Rasulullah
saw. sebagai seorang murabbi sejati memberikan motivasi serta dorongan
agar mereka tidak putus asa, dan sekaligus memberikan jalan keluar bagi
para sahabat ini. Jalan keluarnya adalah bahwa mereka dapat bershadaqah
dengan apa saja, bahkan termasuk dalam hubungan intim suami istri. Oleh
karenanya tersirat bahwa Rasulullah saw. meminta kepada mereka agar
padai-pandai mencari peluang ‘pahala’ dalam setiap aktivitas kehidupan
sehari-hari, agar semua hal tersebut di atas terhitung sebagai shadaqah.
Pengertian Shadaqah
Secara
umum shadaqah memiliki pengertian menginfakkan harta di jalan Allah
swt.. Baik ditujukan kepada fakir miskin, kerabat keluarga, maupun untuk
kepentingan jihad fi sabilillah. Makna shadaqah memang sering
menunjukkan makna memberikan harta untuk hal tertentu di jalan Allah
swt., sebagaimana yang terdapat dalam banyak ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
Di antaranya adalah Al-Baqarah (2): 264 dan Al-Taubah (9): 60.
Kedua
ayat di atas menggambarkan bahwa shadaqah memiliki makna mendermakan
uang di jalan Allah swt. Bahkan pada ayat yang kedua, shadaqah secara
khusus adalah bermakna zakat. Bahkan banyak sekali ayat maupun hadits
yang berbicara tentang zakat, namun diungkapkan dengan istilah shadaqah.
Secara
bahasa, shadaqah berasal dari kata shidq yang berarti benar. Dan
menurut Al-Qadhi Abu Bakar bin Arabi, benar di sini adalah benar dalam
hubungan dengan sejalannya perbuatan dan ucapan serta keyakinan. Dalam
makna seperti inilah, shadaqah diibaratkan dalam hadits: “Dan shadaqah
itu merupakan burhan (bukti).” (HR. Muslim)
Antara zakat, infak,
dan shadaqah memiliki pengertian tersendiri dalam bahasan kitab-kitab
fiqh. Zakat yaitu kewajiban atas sejumlah harta tertentu dalam waktu
tertentu dan untuk kelompok tertentu.
Infak memiliki arti lebih
luas dari zakat, yaitu mengeluarkan atau menafkahkan uang. Infak ada
yang wajib, sunnah dan mubah. Infak wajib di antaranya adalah zakat,
kafarat, infak untuk keluarga dan sebagainya. Infak sunnah adalah infak
yang sangat dianjurkan untuk melaksanakannya namun tidak menjadi
kewajiban, seperti infak untuk dakwah, pembangunan masjid dan
sebagainya. Sedangkan infak mubah adalah infak yang tidak masuk dalam
kategori wajib dan sunnah, serta tidak ada anjuran secara tekstual ayat
maupun hadits, diantaranya seperti infak untuk mengajak makan-makan dan
sebagainya.
Shadaqah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak.
Karena shadaqah tidak hanya berarti mengeluarkan atau mendermakan harta.
Namun shadaqah mencakup segala amal atau perbuatan baik. Dalam sebuah
hadits digambarkan, “Memberikan senyuman kepada saudaramu adalah
shadaqah.”
Makna shadaqah yang terdapat dalam hadits di atas
adalah mengacu pada makna shadaqah di atas. Bahkan secara tersirat
shadaqah yang dimaksudkan dalam hadits adalah segala macam bentuk
kebaikan yang dilakukan oleh setiap muslim dalam rangka mencari
keridhaan Allah swt. Baik dalam bentuk ibadah atau perbuatan yang secara
lahiriyah terlihat sebagai bentuk taqarrub kepada Allah swt., maupun
dalam bentuk aktivitas yang secara lahiriyah tidak tampak seperti
bertaqarrub kepada Allah, seperti hubungan intim suami istri, bekerja,
dsb. Semua aktivitas ini bernilai ibadah di sisi Allah swt.
Macam-Macam Shadaqah
Rasulullah
saw. dalam hadits di atas menjelaskan tentang cakupan shadaqah yang
begitu luas, sebagai jawaban atas kegundahan hati para sahabatnya yang
tidak mampu secara maksimal bershadaqah dengan hartanya, karena mereka
bukanlah orang yang termasuk banyak hartanya. Lalu Rasulullah saw.
menjelaskan bahwa shadaqah mencakup:
1. Tasbih, Tahlil dan Tahmid
Rasulullah
saw. menggambarkan pada awal penjelasannya tentang shadaqah bahwa
setiap tasbih, tahlil dan tahmid adalah shadaqah. Oleh karenanya mereka
‘diminta’ untuk memperbanyak tasbih, tahlil dan tahmid, atau bahkan
dzikir-dzikir lainnya. Karena semua dzikir tersebut akan bernilai ibadah
di sisi Allah swt. Dalam riwayat lain digambarkan:
Dari Aisyah
ra, bahwasanya Rasulullah saw. berkata, “Bahwasanya diciptakan dari
setiap anak cucu Adam tiga ratus enam puluh persendian. Maka barang
siapa yang bertakbir, bertahmid, bertasbih, beristighfar, menyingkirkan
batu, duri atau tulang dari jalan, amar ma’ruf nahi mungkar, maka akan
dihitung sejumlah tiga ratus enam puluh persendian. Dan ia sedang
berjalan pada hari itu, sedangkan ia dibebaskan dirinya dari api
neraka.” (HR. Muslim)
2. Amar Ma’ruf Nahi Mungkar
Setelah
disebutkan bahwa dzikir merupakan shadaqah, Rasulullah saw. menjelaskan
bahwa amar ma’ruf nahi mungkar juga merupakan shadaqah. Karena untuk
merealisasikan amar ma’ruf nahi mungkar, seseorang perlu mengeluarkan
tenaga, pikiran, waktu, dan perasaannya. Dan semua hal tersebut
terhitung sebagai shadaqah. Bahkan jika dicermati secara mendalam, umat
ini mendapat julukan ‘khairu ummah’, karena memiliki misi amar ma’ruf
nahi mungkar. Dalam sebuah ayat-Nya Allah swt. berfirman:
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
yang fasik.” [QS. Ali Imran (3): 110]
3. Hubungan Intim Suami Istri
Hadits
di atas bahkan menggambarkan bahwa hubungan suami istri merupakan
shadaqah. Satu pandangan yang cukup asing di telinga para sahabatnya,
hingga mereka bertanya, “Apakah salah seorang diantara kami melampiaskan
syahwatnya dan dia mendapatkan shadaqah?” Kemudian dengan bijak
Rasulullah saw. menjawab, “Apa pendapatmu jika ia melampiaskannya pada
tempat yang haram, apakah dia mendapatkan dosa? Maka demikian pula jika
ia melampiaskannya pada yang halal, ia akan mendapat pahala.” Di sinilah
para sahabat baru menyadari bahwa makna shadaqah sangatlah luas. Bahwa
segala bentuk aktivitas yang dilakukan seorang insan, dan diniatkan
ikhlas karena Allah, serta tidak melanggar syariah-Nya, maka itu akan
terhitung sebagai shadaqah.
Selain bentuk-bentuk di atas yang
digambarkan Rasulullah saw. yang dikategorikan sebagai shadaqah, masih
terdapat nash-nash hadits lainnya yang menggambarkan bahwa hal tersebut
merupakan shadaqah, diantaranya adalah:
4. Bekerja dan memberi nafkah pada sanak keluarganya
Hal
ini sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits: Dari Al-Miqdan bin
Ma’dikarib Al-Zubaidi ra, dari Rasulullah saw. berkata, “Tidaklah ada
satu pekerjaan yang paling mulia yang dilakukan oleh seseorang daripada
pekerjaan yang dilakukan dari tangannya sendiri. Dan tidaklah seseorang
menafkahkan hartanya terhadap diri, keluarga, anak dan pembantunya
melainkan akan menjadi shadaqah.” (HR. Ibnu Majah)
5. Membantu urusan orang lain
Dari
Abdillah bin Qais bin Salim Al-Madani, dari Nabi Muhammad saw. bahwa
beliau bersabda, “Setiap muslim harus bershadaqah.” Salah seorang
sahabat bertanya, “Bagaimana pendapatmu, wahai Rasulullah, jika ia tidak
mendapatkan (harta yang dapat disedekahkan)?” Rasulullah saw. bersabda,
“Bekerja dengan tangannya sendiri kemudian ia memanfaatkannya untuk
dirinya dan bersedekah.” Salah seorang sahabat bertanya, “Bagaimana jika
ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau bersabda, “Menolong
orang yang membutuhkan lagi teranaiaya.” Salah seorang sahabat bertanya,
“Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah saw.?” Beliau
menjawab, “Mengajak pada yang ma’ruf atau kebaikan.” Salah seorang
sahabat bertanya, “Bagaimana jika ia tidak mampu, wahai Rasulullah
saw.?” Beliau menjawab, “Menahan diri dari perbuatan buruk, itu
merupakan shadaqah.” (HR. Muslim)
6. Mengishlah dua orang yang berselisih
Dalam
sebuah hadits digambarkan oleh Rasulullah saw.: Dari Abu Hurairah r.a.
berkata, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Setiap ruas-ruas
persendian setiap insan adalah shadaqah. Setiap hari di mana matahari
terbit adalah shadaqah, mengishlah di antara manusia (yang berselisih
adalah shadaqah).” (HR. Bukhari)
7. Menjenguk orang sakit
Dalam
sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Ubaidah bin Jarrah ra
berkata, Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang
menginfakkan kelebihan hartanya di jalan Allah swt., maka Allah akan
melipatgandakannya dengan tujuh ratus (kali lipat). Dan barangsiapa yang
berinfak untuk dirinya dan keluarganya, atau menjenguk orang sakit,
atau menyingkirkan duri, maka mendapatkan kebaikan dan kebaikan dengan
sepuluh kali lipatnya. Puasa itu tameng selama ia tidak merusaknya. Dan
barangsiapa yang Allah uji dengan satu ujian pada fisiknya, maka itu
akan menjadi penggugur (dosa-dosanya).” (HR. Ahmad)
8. Berwajah manis atau memberikan senyuman
Dalam
sebuah hadits Rasulullah saw. bersabda: Dari Abu Dzar r.a. berkata,
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Janganlah kalian menganggap remeh satu
kebaikan pun. Jika ia tidak mendapatkannya, maka hendaklah ia ketika
menemui saudaranya, ia menemuinya dengan wajah ramah, dan jika engkau
membeli daging, atau memasak dengan periuk/kuali, maka perbanyaklah
kuahnya dan berikanlah pada tetanggamu dari padanya.” (HR. Turmudzi)
9. Berlomba-lomba dalam amalan sehari-hari (baca: yaumiyah)
Dalam
sebuah riwayat digambarkan: Dari Abu Hurairah r.a. berkata, bahwa
Rasulullah saw. bersabda, “Siapakah di antara kalian yang pagi ini
berpuasa?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah saw.
bersabda, “Siapakah hari ini yang mengantarkan jenazah orang yang
meninggal?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.” Rasulullah
saw. bertanya, “Siapakah di antara kalian yang hari ini memberikan makan
pada orang miskin?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai Rasulullah.”
Rasulullah saw. bertanya kembali, “Siapakah di antara kalian yang hari
ini telah menengok orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya, wahai
Rasulullah.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah semua amal di
atas terkumpul dalam diri seseorang melainkan ia akan masuk surga.” (HR.
Bukhari)
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/makna-shadaqah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar