dakwatuna.com – Manusia
adalah makhluk yang paling sempurna dan paling mulia dibanding dengan
makhluk-makhluk Allah lainnya. Allah SWT berfirman,
“Dan
sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan
Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan
makhluk yang telah kami ciptakan.” (QS. Al Isra: 70)
Urgensi Kepribadian Islami
Menjadi
pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan
dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak hanya ajaran
normatif yang hanya diyakini dan dipahami tanpa diwujudkan dalam
kehidupan nyata, tapi Islam memadukan dua hal antara keyakinan dan
aplikasi, antara norma dan perbuatan , antara keimanan dan amal saleh.
Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini dalam Islam harus tercermin dalam
setiap tingkah laku, perbuatan dan sikap pribadi-pribadi muslim.
Memang,
setiap jiwa yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Tapi bukan berarti
kesucian dari lahir itu meniadakan upaya untuk membangun dan menjaganya,
justru karena telah diawali dengan fitrah itulah, jiwa tersebut harus
dijaga dan dirawat kesuciannya dan selanjutnya dibangun agar menjadi
pribadi yang islami.
Ruang Lingkung Kepribadian Islami
Sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sebagai berikut:
A. Ruhiyah (Ma’nawiyah)
Aspek
ruhiyah adalah aspek yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh
setiap muslim. Sebab ruhiyah menjadi motor utama sisi lainnya, hal ini
bisa kita simak dalam firman Allah SWT di Surat Asy-Syams : 7-10
“Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh sangat
beruntung orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang
mengotorinya,” (QS. Asy Syams: 7-10).
Dan dalam surat Al Hadid ayat 16:
“Belumkah
datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka
berdzikir kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada
mereka dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah
diturunkan Alkitab di dalamnya, kemudian berlalulah masa yang panjang
atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara
mereka adalah orang-orang yang fasik ” QS. Al-Hadid:16).
Ayat-ayat
di atas memberikan pelajaran kepada kita akan pentingnya untuk
senantiasa menjaga ruhiyah, kerugian yang besar bagi orang yang
mengotorinya dan peringatan keras agar kita meninggalkan amalan yang
bisa mengeraskan hati. Bahkan tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh
bentuk tarbiyah, menjadi pendorong untuk beramal saleh dan dia juga
memperkokoh jiwa manusia dalam menyikapi berbagai problematika
kehidupan.
Aspek-aspek yang sangat terkait dengan ma’nawiyah seseorang adalah:
a.
Aspek Aqidah. Ruhiyah yang baik akan melahirkan aqidah yang lurus dan
kokoh, dan sebaliknya ruhiyah yang lemah bisa menyebabkan lemahnya
aqidah. Padahal aqidah adalah suatu keyakinan yang akan mewarnai sikap
dan tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu kalau ingin aqidahnya
terbangun dengan baik maka ruhiyahnya harus dikokohkan. Jadi ruhiyah
menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim
karena dia akan mempengaruhi bangunan aqidahnya.
b. Aspek akhlaq.
Akhlaq adalah bukti tingkah laku dari nilai yang diyakini seseorang.
Akhlaq merupakan bagian penting dari keimanan. Akhlaq juga salah satu
tolok ukur kesempurnaan iman seseorang. Terawatnya ruhiyah akan
membuahkan bagusnya akhlaq seseorang. Allah swt dalam beberapa ayat
senantiasa menggandengkan antara iman dengan berbuat baik. Rasulullah
saw pun ketika ditanya tentang siapakah yang paling baik imannya
ternyata jawab Rasulullah saw adalah yang baik akhlaqnya (“ahsanuhum
khuluqan”)
أي المؤمنين افضل إيمانا ؟ قال احسنهم خلقا. رواه ابو داود والترمذى والنسائ والحاكم.
“Mukmin mana yang paling baik imannya? Jawab Rasulullah ” yang paling baik akhlaqnya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i)
Bahkan
diutusnya Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- pun untuk
menyempurnakan akhlaq manusia sehingga menjadi akhlaq yang islami
َ إًَِنما بعثت لأتمم مكا رم الأخلاق
Tolok
ukur dan patokan baik dan tidaknya akhlaq adalah al-Qur’an. Itulah
sebabnya akhlaq keseharian Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam-
merupakan cerminan dari Al-Qur’an yang beliau yakini. Hal ini terbukti
dari jawaban Aisyah ra ketika ditanya tentang bagaimana akhlaq
Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- , jawab beliau “Akhlaq
Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- adalah al-Qur’an.
كان خلقه القرآن
c. Aspek tingkah laku. Tingkah laku adalah cerminan dari akhlaq yang melekat pada diri seseorang….
B. Fikriyah (‘Aqliyah)
Kepribadian
Islami juga ditentukan oleh sejauh mana kokoh dan tidaknya aspek
fikriyah. Kejernihan fikrah, kekuatan akal seseorang akan memunculkan
amalan, kreativitas dan akan lebih dirasa daya manfaat seseorang untuk
orang lain. Fikrah yang dimaksud meliputi:
a. Wawasan keislaman.
Sebagai seorang muslim menjadi keniscayaan bagi dia untuk memperluas
wawasan keislaman. Sebab dengan wawasan keislaman akan memperkokoh
keyakinan keimanan dan daya manfaat diri untuk orang lain.
b.
Pola pikir islami. Pola pikir islami juga harus dibangun dalam diri
seorang muslim. Semua alur berpikir seorang muslim harus mengarah dan
bersumber pada satu sumber yaitu kebenaran dari Allah swt. Islam sangat
menghargai kerja pikir ummatnya. Di dalam al-Qur’an pun sering kita
jumpai ayat ayat yang menganjurkan untuk berpikir: “afala ta’qiluun,
afala tatafakkaruun, la’allakum ta’qiluun, la’allakum tadzakkaruun,”
افلا تعقلون ,أفلا تذكرون, افلا تتفكرون, لعلكم تعقلون,لعلكم تذكرون
Seorang
muslim harus senantiasa menggunakan daya pikirnya. Allah mewujudkan
fenomena alam untuk dipikirkan, beraneka macamnya tingkah laku manusia
sampai adanya aneka pemikiran dan pemahaman manusia hendaknya menjadi
pemikiran seorang muslim. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan
adalah bahwa tujuan berpikir tidak lain adalah untuk meningkatkan
keimanan kita kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ- bukan sebaliknya.
c.
Disiplin (tepat) dan tetap (tsabat) dalam berislam. Sungguh kehidupan
ini tidak terlepas dari ujian, rintangan dan tantangan serta hambatan.
Ujian tersebut tidak akan berakhir sebelum nafasnya berakhir. Oleh sebab
itulah untuk menghadapinya perlu tsabat dalam berpegang pada syariat
Allah swt.
“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99)
Di surat Ali Imran: 102 Allah SWT menjelaskan,
“Wahai
orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu sebenar-benar taqwa. Dan
jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.”
(QS. Ali Imran: 102)
Begitu pentingnya tsabat dijalan Allah,
sampai Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- mengajarkan do’a
kepada ummatnya, sebagai berikut:
اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك (رواه الترمذى)
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati-hati kami untuk tetap berada pada agamaMu “
C. Amaliyah (Harokiyah)
Di
antara sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sisi
amaliyahnya. Amaliyah harakiah yang merubah kehidupan seorang mukmin
menjadi lebih baik. Hal ini penting sebab amaliyah adalah satu di antara
tiga tuntutan iman dan Islam seseorang. Tiga tuntutan tersebut adalah:
al-iqror bil- lisan (ikrar dengan lisan), at-tashdiq bil-qalb ( meyakini
dengan hati), dan al-amal bil jawarih (beramal dengan seluruh anggota
badan). Jadi tidak cukup seseorang menyatakan beriman tanpa mewujudkan
apa yang diyakininya dalam bentuk amal yang nyata.
“Maka
katakanlah “beramallah kamu niscaya Allah dan RasulNya serta orang-orang
beriman akan melihat amalanmu itu. Dan kamu akan dikembalikan kepada
Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. at-Taubah: 105)
Umat
Islam dituntut oleh Allah –subhânahu wa ta`âlâ- untuk menunaikan
sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun yang kolektif bahkan
kewajiban yang sistemik. Kewajiban individual akan lebih khusyu’ dan
lebih baik pelaksanaannya jika ditunjang dengan sistem yang kondusif.
Shalat, puasa , zakat dan haji misalnya akan lebih baik dan lebih
khusyu’ kalau dilaksanakan di tengah suasana yang aman tenteram dan
kondusif. Apalagi kewajiban yang bersifat sistemik seperti dakwah, amar
ma’ruf nahi mungkar, jihad dsb, mutlak memerlukan ketersediaan perangkat
sistem yang memungkinkan terlaksananya amal tersebut.
Pentingnya
amaliyah harakiah dalam kehidupan seorang mukmin laksana air. Semakin
banyak air bergerak dan mengalir semakin jernih dan semakin sehat air
tersebut. Demikian juga seorang muslim semakin banyak amal baiknya, akan
semakin banyak daya untuk membersihkan dirinya, sebab amalan yang baik
bisa menjadi penghapus dosa. Simaklah QS. Huud: 114
“Dan
dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada
bagian permulaan malam, sesungguhnya perbuatan yang baik itu
menghapuskan perbuatan yang buruk (dosa), itulah peringatan bagi
orang-orang yang ingat”. (QS. Huud: 114)
Ada sedikitnya tiga alasan kenapa seorang harus beramal:
1. Kewajiban diri pribadi.
Sebagai
hamba Allah tentunya harus menyadari bahwa dirinya diciptakan bukan
untuk hal yang sia-sia. Baik jin dan manusia Allah ciptakan untuk tujuan
yang amat mulia yaitu untuk beribadah, menghamba kepada Allah
–subhânahu wa ta`âlâ-. Amalan adalah bentuk refleksi dari rasa
penghambaan diri kepada Dzat yang mencipta.
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah” (QS. Adz Dzaariyaat: 56)
Di
samping itu pertanggungjawaban di depan mahkamah Allah nanti bersifat
individu. Setiap individu akan merasakan balasan amalan diri pribadinya.
“Dan
bahwasanya manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya.Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan
kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang
paling sempurna” (QS. an-Najm: 39-41).
2. Kewajiban terhadap keluarga.
Keluarga
adalah lapisan kedua dalam pembentukan ummat. Lapisan ini akan memiliki
pengaruh yang kuat baik dan rusaknya sebuah ummat. Oleh sebab itulah
seseorang dituntut untuk beramal karena terkait dengan kewajiban dia
membentuk keluarga yang Islami, sebab tidak akan terbentuk masyarakat
yang baik tanpa melalui pembentukan keluarga yang baik dan islami.
“Hai
orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim :6)
Setiap
muslim seharusnya mampu membentuk keluarga yang berkhidmat untuk Islam,
seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal islami di seluruh bidang
kehidupan.
3. Kewajiban terhadap dakwah.
Beramal haraki
bagi seorang muslim bukan hanya atas tuntutan kewajiban diri dan
keluarganya saja, akan tetapi juga karena tuntutan dakwah. Islam tidak
hanya menuntut seseorang saleh secara individu tapi juga saleh secara
sosial.
“dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:71)
“dan
hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar
merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Ma’ruf
adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan
Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Juga di dalam surat Fushshilat ayat 33:
“siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah,
mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk
orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33)
Allahu a’lam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/membangun-kepribadian-islami/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar