Banyak tokoh dunia yang mencari kekuatan mental serta kesempurnaan moral
dengan melakukan puasa. Mahatma Gandhi, tokoh legendaris India dalam
bidang politik maupun spiritual, sengaja berpuasa selama 21 hari demi
mencapai tujuan perjuangannya bagi perdamaian India. Bung Karno dalam
kegigihan dan heroismenya, disebut sering berpuasa, terutama pada
saat-saat kritis melawan penjajah Belanda maupun Jepang.
Ibadah
puasa setiap bulan Ramadhan, seperti yang hendak ditunaikan umat Islam
pada bulan Ramadhan ini pun tidak hanya mengandung manfaat rohani.
Menurut acuan teori yang logis konseptual, berikut hasil eksperimen atau
riset di Barat, ternyata ibadah puasa sangat potensial untuk mencekal
berbagai penyakit atau mempercepat proses (katalisator) penyembuhannya.
Tanpa
sikap sabar, tawakal, dan syukur, maka jiwa kita - meski beridentitas
mukmin atau mukminat - dinyatakan sakit atau mengidap penyakit rohaniah.
Namun, berkat ibadah puasa dengan penuh keimanan dan tulus ikhlas mampu
mempercepat proses penyembuhan berbagai penyakit. Itulah sebabnya Allah
s.w.t. sudah menegaskan bahwa segala penyakit sesungguhnya ada obatnya,
namun orang sering terpaku pada pengobatan lahiriah saja.
Ekses modernisasi
Dampak
modernisasi dengan segala eksesnya di segala bidang kian terasa,
khususnya terhadap kesehatan individu dan sosial. Seperti kita ketahui,
masalah kesehatan berpengaruh langsung terhadap kualitas sumber daya
manusia. Sebab itu, ekses-ekses yang biasa timbul sebagai akibat
sampingan dari kehidupan modern perlu kita tekan sekecil mungkin dengan
berbagai cara yang lebih berdaya guna.
Perusahaan-perusahaan di
Malaysia, Singapura, dan Indonesia kini tengah dipacu melangkah maju
dengan inovasi dan investasi di bidang riset dan pengembangan dalam
upaya menjadikan negara-negara ini berkekuatan ampuh di bidang teknologi
seperti Eropa, AS, dan Jepang. Kemajuan pesat di bidang sains dan
teknologi selama ini memang patut disyukuri. Namun, jangan lupa, sudah
sering diingatkan oleh para ahli sosiologi bahwa modernisasi - di mana
saja dan kapan saja - menimbulkan the agony of modernization.
Derita
sebagai dampak modernisasi ini dialami oleh hampir semua orang dalam
kadar yang bervariasi. Yang paling sial adalah mereka yang belum dapat
beradaptasi dengan perubahan yang begitu cepat, sekaligus tidak
mengamalkan ajaran agamanya. Ekses-ekses dari modernisasi sebenarnya
sudah disinyalir pakar kedokteran jiwa sebagai biang penyebab penyakit
psikosomatis, lantaran kehidupan modern tak jarang menimbulkan stres
yang tak terkontrol.
Tantangan yang kita hadapi dalam kehidupan
modern ini, bukan hanya penyakit fisik dan mental, tetapi sekaligus
penyakit sosial. Bagaimana tidak? Gaya hidup individualistis dan
kesenjangan sosial sebagai ekses modernisasi kini kian tajam. Tak
diragukan lagi bahwa penyakit sosial berakar dari kondisi kesehatan
masing-masing orang.
Oleh karena itu, status kesehatan seseorang
menurut WHO harus meliputi kesehatan fisik, mental, dan sosial.
Sedangkan pengamalan ibadah - berpuasa terutama - bukan hanya akan
mencekal berbagai penyakit yang dipicu oleh stres lepas kendali, tetapi
juga dapat memperbaiki kondisi kesehatan sosial seseorang. Sebab, kalau
ibadah ini diamalkan dengan penuh keimanan dan setulus hati, otomatis
akan menggugah altruisme atau rasa cinta kasih tanpa pamrih terhadap
sesama manusia.
Pengendali stres
Kehidupan
dalam arus modernisasi - di perkotaan atau kota-kota besar terutama -
sering diliputi stres yang tak terkontrol, lebih-lebih dengan seringnya
terjadi kemacetan lalu lintas dan kejahatan yang terjadi seperti
akhir-akhir ini. Tetapi, jahatkah stres itu?
Pada dasarnya stres
bisa berpengaruh negatif maupun positif, tergantung orangnya. Seperti
kita ketahui, persoalannya tergantung apakah kita bisa mengendalikannya
atau tidak. Orang-orang yang tak mampu mengendalikan stres itu merasa
tertekan dan tak tenang. Kondisi psikis yang serba tak enak itu, menurut
riset kedokteran, telah memicu timbulnya berbagai penyakit berat, yaitu
penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah dan jantung), hipertensi,
ginjal, tumor/kanker, diabetes, maag, depresi, dan insomnia. Tak heran
bila pihak WHO menyebutkan, stres lepas kendali ini merupakan pembunuh
terbesar di dunia. Statistik perihal itu menunjukkan "penyakit gaya
hidup modern" yang 30 tahun silam tak dikenal di negara-negara
berkembang kini malah jadi penyebab kematian 40 - 50%.
Dalam
bukunya The Turning Point: Science Society and the Raising Culture Capra
menyatakan, stres lepas kendali merupakan salah satu ekses modernisasi
yang diakibatkan oleh terpisahnya sains dan teknologi dari pengaruh
spiritual keagamaan. Padahal, jenius kaliber dunia Albert Einstein
pernah berkata, "Ilmu pengetahuan tanpa agama akan buta dan agama tanpa
ilmu pengetahuan akan lumpuh."
Sebenarnya, kalau saja stres itu
kita kendalikan dengan berpuasa secara reguler misalnya, minimal bisa
membangkitkan energi mental agar orang bersemangat, percaya diri, dan
optimistis, sehingga bersikap pantang mundur serta selalu terpacu untuk
mencapai prestasi atau kesuksesan yang diridhai Tuhan. Dengan kata lain,
stres yang terkendali justru merupakan daya pendorong, tenaga
konstrukstif di balik kreativitas, yaitu untuk mengungkit prestasi dalam
bidang apa saja.
Perubahan jadwal makan-minum selama berpuasa
pun tak luput dari stres, sebab orang harus menahan lapar dan dahaga
seharian. Untungnya, hal itu, menurut hasil riset, hanya memiliki nilai
stres 15. Ini ternyata jauh di bawah nilai stres 29 akibat perubahan
tanggung jawab dalam pekerjaan, dan nilai stres 53 akibat sakit atau
kecelakaan. Yang lebih menggembirakan lagi, sesudah orang berpuasa
memasuki minggu kedua, umumnya stresnya kian terkendali, lantaran fisik
maupun mentalnya sudah bisa beradaptasi secara mantap. Jadi, dengan
berpuasa pun kita bisa mengendalikan stres.
Sebagai psiko-fisio terapi
Karena
berpuasa secara teratur mampu mengendalikan stres, maka tak heran jika
terapi puasa ini berkembang peminatnya dan cukup populer di Eropa dan
Amerika Serikat, karena berbagai penyakit berat akibat pengaruh stres
berkepanjangan bisa dicekal atau dipercepat proses penyembuhannya di
samping upaya medis.
Di klinik dekat Pyrmont, Jerman, dr. Otto
Buchinger dan kawan-kawan telah banyak menyembuhkan pasien dengan terapi
puasa. Penyembuhan meliputi penyakit fisik dan kejiwaan, sehingga bisa
dikatakan sebagai psiko-fisio terapi. Setelah para pasien dirawat secara
medis selama sekitar 2 - 4 minggu dan berdisiplin puasa, ternyata
mereka lebih cepat sehat dan segar kembali baik fisik maupun mentalnya.
Juga lebih bergairah hidup. Berbagai penyakit, antara lain penyakit
kardiovaskuler, ginjal, kanker, hipertensi, depresi, diabetes, maag dan
insomania, juga dapat disembuhkan.
Dr. Yuli Nekolar dari Moscow
Institute of Psychiatry pun melaporkan hasil risetnya bahwa upaya
penyembuhan secara medis yang disertai dengan terapi puasa hasilnya
lebih baik dan lebih cepat. Hal ini juga telah dibuktikan kehandalannya
oleh para pasien yang menjalani terapi puasa itu di sejumlah klinik
Health Spa di Amerika. Meski cara berpuasa di klinik itu tak persis sama
dengan praktek puasa Ramadhan, tapi dasar fisiologi dan biokimia yang
terjadi dalam tubuh pada prinsipnya sama.
Manusia modern hingga
kini masih kewalahan menghadapi ulah aneka macam penyakit. Entah itu
penyakit fisik maupun mental, di samping penyakit sosial yaitu dalam hal
pencegahan, penyembuhan, dan terutama dalam upaya mengatasi
perkembangan penyakit. Sebab terbukti bahwa obat-obatan hasil rekayasa
otak manusia, dari yang tradisional sampai yang dijamin secara medis,
bisa manjur namun bisa juga tidak mempan, padahal sering harus ditebus
dengan biaya relatif mahal. Belum lagi kita dihadang untuk menanggulangi
keganasan penyakit AIDS yang belum ada obatnya.
Namun, segala
penyakit "canggih" itu tentu tak akan mampu mendekat apabila kita
melaksanakan komitmen iman-takwa-moral yang menjadi esensi ibadah puasa.
Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan.
(Soekirno, Ketua
Forum Kajian Islam dan Aplikasi Sosial-Kemasyarakatan dan pustakawan
pada Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah LIPI, Jakarta)
Note: www.indomedia.com
dari : http://www.hudzaifah.org/Article510.phtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar