Oleh: Ulis Tofa, Lc
dakwatuna.com -
Ketika Anda membuka lembaran sirah kehidupan Muhammad saw., Anda tidak
akan pernah berhenti kagum melihat kemuliaan dan kebesaran pribadi
beliau saw.
Sisi kebesaran itu terlihat dari sikap seimbang dan
selaras dalam setiap perilakunya, sikap beliau dalam menggunakan
segala sarana untuk meluluhkan kalbu setiap orang dalam setiap
kesempatan.
Sarana paling besar yang dilakukan Muhammad saw.
dalam dakwah dan perilaku beliau adalah, gerakan yang tidak membutuhkan
biaya besar, tidak membutuhkan energi berlimpah, meluncur dari bibir
untuk selanjutnya masuk ke relung kalbu yang sangat dalam.
Jangan
Anda tanyakan efektifitasnya dalam mempengaruhi akal pikiran,
menghilangkan kesedihan, membersihkan jiwa, menghancurkan tembok
pengalang di antara anak manusia!. Itulah ketulusan yang mengalir dari
dua bibir yang bersih, itulah senyuman!
Itulah senyuman yang direkam Al Qur’an tentang kisah Nabi Sulaiman as, ketika Ia berkata kepada seekor semut,
“Maka
dia tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu.
Dan dia berdoa: “Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
nikmat mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang
ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; Dan
masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang
saleh”. An Naml:19
Senyuman itulah yang
senantiasa keluar dari bibir mulia Muhammad saw., dalam setiap
perilakunya. Beliau tersenyum ketika bertemu dengan sahabatnya. Saat
beliau menahan amarah atau ketika beliau berada di majelis peradilan
sekalipun.
فهذا جرير -رضي الله عنه- يقول -كما في الصحيحين-: ما
حَجَبني رسولُ الله -صلى الله عليه وسلم- منذُ أسملتُ، ولا رآني إلا
تَبَسَّم في وجهي.
Diriwayatkan dari Jabir dalam sahih Bukhari dan
Muslim, berkata, “Sejak aku masuk Islam, Rasulullah saw tidak pernah
menghindar dariku. Dan beliau tidak melihatku kecuali beliau pasti
tersenyum kepadaku.”
Suatu ketika Muhammad saw. didatangi seorang
Arab Badui, dengan serta merta ia berlaku kasar dengan menarik
selendang Muhammad saw., sehingga leher beliau membekas merah. Orang
Badui itu bersuara keras, “Wahai Muhammad, perintahkan sahabatmu
memberikan harta dari Baitul Maal! Muhammad saw. menoleh kepadanya
seraya tersenyum. Kemudian beliau menyuruh sahabatnya memberi harta dari
baitul maal kepadanya.”
Ketika beliau memberi hukuman keras
terhadap orang-orang yang terlambat dan tidak ikut serta dalam perang
Tabuk, beliau masih tersenyum mendengarkan alasan mereka.
يقول
كعب -رضي الله عنه- بعد أن ذكر اعتذار المنافقين وحلفهم الكاذب: فَجِئْتُهُ
فَلَمَّا سَلَّمْتُ عَلَيْهِ تَبَسَّمَ تَبَسُّمَ الْمُغْضَبِ، ثُمَّ
قَالَ «تَعَالَ» . فَجِئْتُ أَمْشِي حَتَّى جَلَسْتُ بَيْنَ يَدَيْهِ.
Ka’ab ra. berkata setelah mengungkapkan alasan orang-orang munafik dan sumpah palsu mereka:
“Saya
mendatangi Muhammad saw., ketika saya mengucapkan salam kepadanya,
beliau tersenyum, senyuman orang yang marah. Kemudian beliau berkata,
“Kemari. Maka saya mendekati beliau dan duduk di depan beliau.”
Suatu
ketika Muhammad saw. melintasi masjid yang di dalamnya ada beberapa
sahabat yang sedang membicarakan masalah-masalah jahiliyah terdahulu,
beliau lewat dan tersenyum kepada mereka.
Beliau tersenyum dari bibir yang lembut, mulia nan suci, sampai akhir detik-detik hayat beliau.
-
يقول أنس -كما في الصحيحين-: بينما الْمُسْلِمُونَ في صَلاَةِ الْفَجْرِ
مِنْ يَوْمِ الإِثْنَيْنِ وَأَبُو بَكْرٍ يُصَلِّي بَهُمْ لَمْ
يَفْجَأْهُمْ إِلاَّ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ كَشَفَ
سِتْرَ حُجْرَةِ عَائِشَةَ، فَنَظَرَ إِلَيْهِمْ وَهُمْ فِي صُفُوفِ
الصَّلاَةِ. ثُمَّ تَبَسَّمَ يَضْحَكُ!
Anas bin Malik berkata
diriwayatkan dalam sahih Bukhari dan Muslim, “Ketika kaum muslimin
berada dalam shalat fajar, di hari Senin, sedangkan Abu Bakar menjadi
imam mereka, ketika itu mereka dikejutkan oleh Muhammad saw. yang
membuka hijab kamar Aisyah. Beliau melihat kaum muslimin sedang dalam
shaf shalat, kemudian beliau tersenyum kepada mereka!”
Sehingga
tidak mengherankan beliau mampu meluluhkan kalbu sahabat-shabatnya,
istri-istrinya dan setiap orang yang berjumpa dengannya!
Menyentuh Hati
Muhammad
saw. telah meluluhkan hati siapa saja dengan senyuman. Beliau mampu
“menyihir” hati dengan senyuman. Beliau menumbuhkan harapan dengan
senyuman. Beliau mampu menghilangkan sikap keras hati dengan senyuman.
Dan beliau saw. mensunnahkan dan memerintahkan umatnya agar menghiasi
diri dengan akhlak mulia ini. Bahkan beliau menjadikan senyuman sebagai
lahan berlomba dalam kebaikan. Rasulullah saw. bersabda,
فقال: (وتبسمك في وجه أخيك صدقة) رواه الترمذي وصححه ابن حبان.
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah.” At Tirmidzi dalam sahihnya.
Meskipun
sudah sangat jelas dan gamblang petunjuk Nabi dan praktek beliau
langsung ini, namun Anda masih banyak melihat sebagaian manusia masih
berlaku keras terhadap anggota keluarganya, tehadap rumah tangganya
dengan tidak menebar senyuman dari bibirnya dan dari ketulusan hatinya.
Anda
merasakan bahwa sebagian manusia -karena bersikap cemberut dan muka
masam- mengira bahwa giginya bagian dari aurat yang harus ditutupi! Di
mana mereka di depan petunjuk Nabi yang agung ini! Sungguh jauh mereka
dari contoh Nabi muhammad saw.!
Ya, kadang Anda melewati jam-jam
Anda dengan dirundung duka, atau disibukkan beragam pekerjaan, akan
tetapi Anda selalu bermuka masam, cemberut dan menahan senyuman yang
merupakan sedekah, maka demi Allah, ini adalah perilaku keras hati, yang
semestinya tidak terjadi. Wal iyadzubillah.
Pengaruh Senyum
Sebagian
manusia ketika berbicara tentang senyuman, mengaitkan dengan pengaruh
psikologis terhadap orang yang tersenyum. Mengkaitkannya boleh-boleh
saja, yang oleh kebanyakan orang boleh jadi sepakat akan hal itu. Namun,
seorang muslim memandang hal ini dengan kaca mata lain, yaitu kaca mata
ibadah, bahwa tersenyum adalah bagian dari mencontoh Nabi saw. yang
disunnahkan dan bernilai ibadah.
Para pakar dari kalangan muslim maupun non muslim melihat seuntai senyuman sangat besar pengaruhnya.
Dale Carnegie dalam bukunya yang terkenal, “Bagaimana Anda Mendapatkan Teman dan Mempengaruhi Manusia” menceritakan:
“Wajah
merupakan cermin yang tepat bagi perasaan hati seseorang. Wajah yang
ceria, penuh senyuman alami, senyum tulus adalah sebaik-baik sarana
memperoleh teman dan kerja sama dengan pihak lain. Senyum lebih berharga
dibanding sebuah pemberian yang dihadiahkan seorang pria. Dan lebih
menarik dari lipstik dan bedak yang menempel di wajah seorang wanita.
Senyum bukti cinta tulus dan persahabatan yang murni.”
Ia
melanjutkan, “Saya minta setiap mahasiswa saya untuk tersenyum kepada
orang tertentu sekali setiap pekannya. Salah seorang mahasiswa datang
bertemu dengan pedagang, ia berkata kepadanya, “Saya pilih tersenyum
kepada istriku, ia tidak tau sama sekali perihal ini. Hasilnya adalah
saya menemukan kebahagiaan baru yang sebelumnya tidak saya rasakan
sepanjang akhir tahun-tahun ini. Yang demikian menjadikan saya senang
tersenyum setiap kali bertemu dengan orang. Setiap orang membalas
penghormatan kepada saya dan bersegera melaksanakan khidmat -pelayanan-
kepada saya. Karena itu saya merasakan hidup lebih ceria dan lebih
mudah.”
Kegembiraan meluap ketika Carnegie menambahkan,
“Ingatlah, bahwa senyum tidak membutuhkan biaya sedikitpun, bahkan
membawa dampak yang luar biasa. Tidak akan menjadi miskin orang yang
memberinya, justeru akan menambah kaya bagi orang yang mendapatkannya.
Senyum juga tidak memerlukan waktu yang bertele-tele, namun membekas
kekal dalam ingatan sampai akhir hayat. Tidak ada seorang fakir yang
tidak memilikinya, dan tidak ada seorang kaya pun yang tidak
membutuhkannya.”
Betapa kita sangat membutuhkan sosialisasi dan
penyadaran petunjuk Nabi yang mulia ini kepada umat. Dengan niat
taqarrub ilallah -pendekatan diri kepada Allah swt.- lewat senyuman,
dimulai dari diri kita, rumah kita, bersama istri-istri kita, anak-anak
kita, teman sekantor kita. Dan kita tidak pernah merasa rugi sedikit
pun! Bahkan kita akan rugi, rugi dunia dan agama, ketika kita menahan
senyuman, menahan sedekah ini, dengan selalu bermuka masam dan cemberut
dalam kehidupan.
Pengalaman membuktikan bahwa dampak positif dan
efektif dari senyuman, yaitu senyuman menjadi pendahuluan ketika hendak
meluruskan orang yang keliru, dan menjadi muqaddimah ketika mengingkari
yang munkar.
Orang yang selalu cemberut tidak menyengsarakan
kecuali dirinya sendiri. Bermuka masam berarti mengharamkan menikmati
dunia ini. Dan bagi siapa saja yang mau menebar senyum, selamanya ia
akan senang dan gembira. Allahu a’lam
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/rahasia-senyum-muhammad/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar