Dalam sebuah hadits terdapat penjelasan Rasulullah shollallahu ’alaih wa
sallam mengenai aktifitas bersedekah yang paling utama alias afdhol.
Tidak
semua bentuk bersedekah bernilai afdhol. Bagi orang yang berusia muda
dan sedang energik tentunya bersedekah memiliki nilai lebih tinggi di
sisi Allah daripada bersedekahnya seorang yang telah lanjut usia,
sakit-sakitan, dan sudah menjelang meninggal dunia.
Untuk itulah Nabi shollallahu ’alaih wa sallam memberikan gambaran kepada ummatnya mengenai sedekah yang paling afdhol.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ
تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ
قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ
“Seseorang
bertanya kepada Nabi shollallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah,
sedekah apakah yang paling afdhol?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah
ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi
kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di
kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si
fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli
waris).” (HR Bukhary)
Coba lihat betapa
detilnya Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menggambarkan ciri orang yang
paling afdhol dalam bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat
kriteria: (1) Dalam keadaan sehat lagi loba alias berambisi mengejar
keuntungan duniawi; (2) dalam keadaan sangat ingin menjadi kaya; (3)
dalam keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan (4) tidak dalam keadaan
sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat
soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.
Pertama, orang
yang paling afdhol dalam bersedekah ialah orang yang dalam keadaan sehat
lagi loba alias tamak alias berambisi sangat mengejar keuntungan
duniawi.
Artinya, ia masih muda lagi masa depan hidupnya masih
dihiasi aneka ambisi dan perencanaan untuk menjadi seorang yang sukses,
mungkin dalam karirnya atau bisinisnya.
Dalam keadaan seperti ini
biasanya seseorang akan merasakan kesulitan dan keengganan bersedekah
karena segenap potensi harta yang ia miliki pastinya ingin ia pusatkan
dan curahkan untuk modal menyukseskan berbagai perencanaan dan
proyeknya.
Dengan dalih masih dalam tahap investasi, maka ia akan
selalu menunda dan menunda niat bersedekahnya dari sebagian harta yang
ia miliki. Karena setiap ia memiliki kelebihan harta sedikit saja, ia
akan segera menyalurkannya ke pos investasinya.
Setiap uang yang
ia miliki segera ia tanam ke dalam bisnisnya dan ia katakan ke dalam
dirinya bahwa jika ia bersedekah dalam tahap tersebut maka sedekahnya
akan terlalu sedikit, lebih baik ditunda bersedekah ketika nanti sudah
sukses sehingga bisa bersedekah dalam jumlah ”signifikan” alias
berjumlah banyak. Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan sedekah
selama masih dalam masa investasi tersebut.
Kedua, bersedekah
ketika dalam keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya. Nabi shollallahu
’alaih wa sallam seolah ingin menggambarkan bahwa orang yang dalam
keadaan tidak ingin menjadi kaya berarti bersedekahnya kurang bernilai
dibandingkan orang yang dalam keadaan berambisi menjadi kaya. Sebab bila
seorang yang sedang berambisi menjadi kaya bersedekah berarti ia
bukanlah tipe orang yang hanya ingin menikmati kekayaan untuk dirinya
sendiri.
Ia sejak masih bercita-cita menjadi kaya sudah
mengembangkan sifat dan karakter dermawan. Hal ini menunjukkan bahwa
jika Allah izinkan dirinya benar-benar menjadi orang kaya, maka dalam
kekayaan itu dia bakal selalu sadar ada hak kaum yang kurang bernasib
baik yang perlu diperhatikan.
Sekaligus kebiasaan bersedekah yang
dikembangkan sejak seseorang baru pada tahap awal merintis bisnisnya,
maka hal itu mengindikasikan bahwa si pelaku bisnis itu sadar sekali
bahwa rezeki yang ia peroleh seluruhnya berasal dari Yang Maha Pemberi
Rezeki, Allah Ar-Razzaq.
Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya
dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di
zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa
kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam
berbisnis semata.
Ia tidak pernah mengkaitkan kesuksesan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.
قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ
“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".(QS Al-Qshshash ayat 78)
Ketiga,
sedekah menjadi afdhol bila si pemberi sedekah berada dalam keadaan
khawatir menjadi miskin. Walaupun ia dalam keadaan khawatir menjadi
miskin, namun hal ini tidak mempengaruhi dirinya. Ia tetap berkeyakinan
bahwa bersedekah dalam keadaan seperti itu merupakan bukti
ke-tawakkal-annya kepada Allah.
Ia sadar bahwa jika Allah
kehendaki, maka mungkin sekali dirinya menjadi kaya atau menjadi miskin.
Itu terserah Allah. Yang pasti keadaan apapun yang dialaminya tidak
mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya bersedekah.
Ia sudah
menjadikan bersedekah sebagai salah satu karakter penting di dalam
keseluruhan sifat dirinya. Persis gambarannya seperti orang bertaqwa di
dalam Al-Qur’an:
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ
”...
yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang
yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS
Ali Imran ayat 133-134)
Keempat, Nabi shollallahu ’alaih wa
sallam sangat mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang baru berfikir
untuk bersedekah ketika ajal sudah menjelang. Sehingga digambarkan oleh
beliau bahwa orang itu kemudian baru menyuruh seorang pencatat
menginventarisasi siapa-siapa saja fihak yang berhak menerima harta
miliknya yang hendak disedekahkan alias diwasiatkan.
Ini bukanlah
bentuk bersedekah yang afdhol. Sebab pada hakikatnya, seorang yang
bersedekah ketika ajal sudah menjelang, berarti ia melakukannya dalam
keadaan sudah dipaksa oleh keadaan dirinya yang sudah tidak punya
pilihan lain.
Bila seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas
memilih antara mengeluarkan sedekah atau tidak, berarti ia lebih
bermakna daripada seseorang yang bersedekah ketika tidak ada pilihan
lainnya kecuali harus bersedekah.
Itulah sebabnya Nabi
shollallahu ’alaih wa sallam lebih menghargai orang yang masih muda lagi
sehat bersedekah daripada orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru
berfikir untuk bersedekah.
Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam
golongan orang-orang yang senantiasa bersedekah yang paling afdhol.
Terimalah, ya Allah, segenap infaq dan sedekah kami di jalanMu. Amin.-
Sumber : http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/sedekah-yang-paling-afdhol.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar