Oleh: Muhammad Nuh
“Hindarilah sifat dengki karena ia akan memakan amalan kamu sebagaimana api memakan kayu yang kering.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Betapa
indahnya hidup yang Allah anugerahkan buat hamba-hambaNya yang beriman.
Karena, tak satu gerak hati dan fisik pun yang berujung sia-sia.
Semuanya bermakna.
Sungguh rugi mereka yang tak mampu memaknai
indahnya hidup dalam persaudaraan iman. Ada kebencian dalam hati. Ada
permusuhan dalam diri. Dan ada dengki yang tiba-tiba mendominasi.
Ada pembangkangan di balik dengki
Sekilas,
dengki menunjukkan ketidakberesan antara seseorang dengan orang-orang
tertentu. Kesan itu sedemikian kuat tertutama dari para pelaku dengki.
Bahkan mungkin ia pun tak sadar kalau dirinya sedang dengki. Padahal,
dengki bukan cuma urusan antar manusia. Melainkan juga dengan Allah swt.
Inilah
yang tidak disadarai para pendengki. Tanpa sadar, orang yang dengki
sebenarnya sedang menghujat sebuah kebijakan Yang Maha Bijaksana. Ia
tidak puas dengan turunnya nikmat Allah kepada orang tertentu. Seolah ia
ingin mengajukan protes kepada Allah swt., “Kenapa mesti dia yang dapat
nikmat. Bukan saya!”
Rasulullah saw.
menggambarkan hal itu dalam sebuah hadits. “Sesungguhnya pada nikmat
Allah Ta’ala itu terdapat musuh-musuh. Baginda ditanya, “Siapakah
musuh-musuh itu, ya Rasulullah?” Baginda menjawab, “Mereka ialah
orang-orang yang dengki terhadap orang lain atas anugerah yang diberikan
oleh Allah.”
Jadi, seorang yang sedang dengki sebenarnya bukan
sekadar melakukan kesalahan terhadap rekan, saudara, atau siapa pun yang
ia kenal. Saat dengki itu mulai berkobar, ia sebenarnya sedang
melakukan pembangkangan terhadap kebijakan Allah swt.
Ada risau yang tak putus bersama dengki
Salah
satu kunci bahagia sebuah kehidupan adalah lahirnya ketenangan dalam
hati. Ketenangan inilah yang menjadikan aliran darah normal. Jantung
tidak memompa secara mendadak. Dari situ, pikiran terasa segar, fisik
tak lagi sibuk melawan bermacam penyakit. Dan inilah ciri khas pribadi
seorang mukmin. “(yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” [QS. Ar-Ra'd: (13) 28]
Namun,
ketika dengki menelusup ke hati, suasana menjadi lain. Ada hembusan
panas yang tiba-tiba mengepung hati. Seorang ulama hadits seperti Abu
Laits pernah mengatakan, “Tiada sesuatu yang lebih jahat daripada
dengki. Seorang pendengki akan terkena lima bencana sebelum dengkinya
berhasil, yaitu risau hati yang tak putus-putus, musibah yang tidak
berpahala, tercela yang tidak baik, dan murka Allah swt.”
Seorang
hamba Allah, sebenarnya sudah teramat sibuk dengan urusan pribadinya.
Bisa urusan keimanan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dakwah, keluarga,
dan umat. Semua urusan itu silih berganti menguras perhatian dan
kesibukannya. Bayangkan, jika urusan pribadi itu ditambah dengan dengki.
Terlebih jika dengki yang lahir tidak pada satu orang. Tapi pada
beberapa orang. Tentu akan ada beban yang teramat berat buat pikiran dan
emosi pendengki. Dan beban itu akan menumpukkan kegelisahan yang tak
pernah habis.
Ada kesia-siaan setelah dengki
Setiap hamba
Allah menginginkan semua amalnya bernilai tinggi. Ada tabungan pahala
buat hari pembalasan. Tapi tak semua hamba Allah menyadari kalau suatu
saat amalnya berkurang drastis dengan satu sebab. Dan sebab itu adalah
kesibukan dengki yang tak pernah usai.
Rasulullah saw.
mengingatkan hal ini dalam haditsnya. “Hindarilah sifat dengki kerana ia
akan memakan amalan kamu sebagaimana api memakan kayu yang kering.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Ada kesia-siaan yang didapat dari
pendengki. Tanpa sadar, amalnya terus berkurang dan berkurang sejalan
dengan kedengkiannya. Pengorbanannya dalam jalan dakwah menjadi tak
berarti. Susah payah ibadahnya menjadi tak berpahala. Nau’dzubillah.
Ada hawa permusuhan dalam dengki
Ada
ciri khusus seorang mukmin dalam interaksinya dengan sesama mukmin.
Itulah yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah hadits. Beliau saw.
bersabda, “Tiada beriman seorang dari kamu sehingga dia mencintai
segala sesuatu bagi saudaranya yang dia cintai bagi dirinya.” (HR.
Al-Bukhari)
Kadang, ciri tersebut hilang bersamaan dengan
munculnya dengki. Ia tak lagi sadar bahwa seorang mukmin punya ciri
cinta. Kurang dari itu, ia tak lagi pantas menyandang posisi istimewa
sebagai orang yang beriman.
Dengki bukan hanya melepas jalinan
cinta antara sesama mukmin. Lebih dari itu. Dengki memunculkan hawa
permusuhan. Ada jarak batin ketika dua hamba Allah yang dijangkiti
dengki itu bertemu. Tatapan menjadi penelusuran sebuah kecurigaan. Dan
senyum menjadi basa-basi hambar.
Bahkan, panasnya permusuhan
sudah sangat terasa hanya karena nama orang yang didengki disebut orang.
Terlebih ketika penyebutan berkenaan dengan keistimewaan atau
kemuliaan. Dengki langsung menggiring hati dan pikiran secara optimal
mengolah reaksi. Saat itu, tak ada setitik kebaikan pun terlihat dari
kacamata dengki. Semuanya buruk.
Alangkah indahnya hidup tanpa
dengki. Siang menggairahkan fisik untuk giat berkarya. Dan malam
menenteramkan hati untuk lelap beristirahat. Sungguh indah nasihat
Rasulullah saw. buat generasi penerusnya. “Janganlah kalian saling
mendengki, saling menfitnah (untuk suatu persaingan yang tidak sehat),
saling membenci, saling memusuhi dan jangan pula saling menelikung
transaksi orang lain. Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.
Seorang muslim adalah saudara muslimnya yang lain, ia tidak
menzhaliminya, tidak mempermalukannya, tidak mendustakannya, dan tidak
pula melecehkannya. Takwa tempatnya adalah di sini –seraya Nabi saw.
menunjuk ke dadanya tiga kali.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah r.a.)
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/tak-ada-kompromi-buat-dengki/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar