Oleh: Ulis Tofa, Lc
Masyithah
pelayan putri Fir’aun. Ia ibu yang melahirkan putra-putra berlian.
Wanita yang berani mempersembahkan jiwa-raga untuk agama Allah swt. Ia
seorang bunda yang memiliki sifat kasih sayang dan kelembutan. Mencintai
anak-anaknya dengan cinta fitrah ibu yang tulus. Masyithoh berjuang,
bekerja, dan rela letih untuk membahagiakan mereka di dunia dan di
akhirat.
Bayangkan, anaknya yang terkecil direnggut dari belaian
tangannya. Si sulung diambil paksa. Keduanya dilemparkan ke tengah
tungku panas timah membara. Masyithah menyaksikan itu semua dengan mata
kepalanya sendiri. Kalbu ibu mana yang tidak bergetar. Hati ibu mana
yang tidak hancur bersama luruhnya jasad buah hatinya. Jiwa ibu mana
yang tidak tersembelih dan membekaskan rasa sakit dengan luka menganga?
Masyithah melihat sendiri si sulung dan si bungsu menjerit kesakitan
terpanggang di tungku timah panas membara.
Itulah peristiwa
dahsyat yang dihadapi Masyithah, sosok yang menakjubkan dalam cinta
kepada Allah swt. Ia seorang ibu mukminah yang sangat sabar dan memiliki
anak-anak yang shalih lagi baik hati. Cinta yang bersemayam dalam hati
mereka adalah gejolak iman yang mampu melahirkan sebuah pengorbanan yang
sempurna. Kehidupan dunia tidak mampu mengalihkan mereka dari cita-cita
meraih keridhaan Sang Pencipta. Inilah hakikat yang sebenar-benarnya:
Iman yang baik akan mampu mengalahkan tarikan dunia dengan segala
isinya.
Tuhanku Allah
Tidak
diragukan lagi, siapa yang pernah merasakan pahitnya kezhaliman meskipun
sesaat, mencicipi sakitnya siksaan meskipun sebentar, pasti akan tahu
mengapa Rasulullah saw bersabda, ”Kezhaliman akan membawa kegelapan di
hari kiamat.” (Bukhari)
Masyithah telah merasakan beragam
kezhaliman dan penyiksaan. Semua ketidaknyamanan itu dihadapinya dengan
tegar sampai akhirnya ia bertemu dengan Tuhannya dengan ridha dan
diridhai. Masyithah mengajarkan kepada kita tentang sempurna dalam
berkorban dan total dalam berderma. Ia telah sukses mendidik
anak-anaknya untuk mempersembahkan nyawa mereka untuk Allah swt.
Rasulullah
saw. bercerita kepada kita, “Ketika menjalani Isra’ dan Mi’raj, aku
mencium bau yang sangat harum.” “Wahai Jibril, bau harum apa ini?” tanya
Rasulullah. Jibril menjawab, “Ini bau harum Masyithah –pelayan putri
Fir’aun– dan anak-anaknya.” Saya bertanya, “Apa kelebihan Masyithah?”
Jibril
menjawab, ”Suatu hari Masyithah menyisir rambut putri Fir’aun. Sisirnya
jatuh dari tangannya. Ia berkata, ‘Bismillah.’ Putri Fir’aun kaget dan
berkata kepadanya, ‘Dengan menyebut nama ayahku.’ Ia menolak. ‘Tidak.
Akan tetapi Tuhan saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.’ Ia menyuruh
putri itu untuk menceritakan peristiwa tersebut kepada ayahnya.
Putri
itu pun menceritakan kepada Fir’aun. Maka Fir’aun memanggil Masyithah.
Fir’aun bertanya, “Wahai Fulanah, apakah engkau punya Tuhan selain aku?”
Ia menjawab, “Ya, Tuhan saya dan Tuhan kamu adalah Allah.” Fir’aun
marah besar. Ia memerintahkan dibuatkan tungku besar yang diisi timah
panas; agar Masyithah dan anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya.
Masyithah tidak menyerah. Begitu juga anak-anaknya. Masyithoh meminta
satu hal kepada Fir’aun, “Saya minta tulangku dan tulang anak-anakku
dibungkus menyatu dengan kain kafan.” Fir’aun menuruti permintaannya.
Bismillah
Sungguh,
Masyithah wanita terhormat lagi mulia. Ia hidup di istana raja. Ia
dekat kekuasaan karena tugasnya merawat anak Fir’aun. Akan tetapi
keimanan kepada Allah swt. telah membuncah di kalbunya. Kadang ia
menyembunyikan keimanannya seperti yang dilakukan istri atau keluarga
Fir’aun yang muslim lainnya.
Bedanya ketika iman telah memenuhi
kalbu, maka lisan akan mengucapkan apa yang terpendam dalam kalbu tanpa
beban, tanpa paksaan, dan tanpa rasa takut. Inilah yang dilakukan
Masyithah. Ia mengatakan dengan dilandasi fitrah yang suci, ”Bismillah”,
tanpa memikirkan resiko yang akan dialaminya. Ia telah mengungkapkan
isi kalbunya yang telah disimpannya berhari-hari bahkan bertahun-tahun.
Ia memproklamasikannya dengan bangga dan gembira. Bahkan, ketika putri
Fir’aun memintanya untuk mengakui ketuhanan ayahnya, ia menolak tegas
dengan mengatakan, ”Tuhan saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.”
Ia
tidak takut siksaan. Ia tidak gentar dengan kekuatan Fir’aun yang
terkenal bengis dan tidak berperikemanusiaan. Apa pun yang terjadi, ia
hadapi dengan tegar.
Ujian Kalbu
Sungguh ujian berat
menimpa wanita mulia ini beserta anak-anaknya. Fir’aun menghukum karena
mereka beriman kepada Allah swt. dan rela dengan agama yang mereka anut.
Tanpa belas kasih Fir’aun melempar anak-anak Masyithah satu demi satu
ke tungku besar berisikan timah panas yang mendidih. Fir’aun melakukanya
untuk menakut-nakuti Masyithah. Fir’aun berharap naluri keibuan
Masyithah iba akan nasib anak-anaknya dan itu membuatnya lemah lalu mau
kembali mengakui Fir’aun sebagai Tuhan. Akan tetapi Allah swt.
memperlihatkan kepada Fir’aun bahwa yang menggenggam kalbu Masyithah
adalah diri-Nya. Apakah Fir’aun mampu menguasai kalbu seseorang yang
telah beriman? Mungkin ia bisa membunuh jasadnya, tapi mampukah membunuh
ruhnya? Itu mustahil dilakukan Fir’aun.
Apa yang dihadapi
Masyithah adalah ujian yang berat bagi kalbu orang yang beriman. Namun,
dorongan keimanan yang kuat membuatnya bertahan dan keluar menjadi
pemenang. Masyithah dan anak-anaknya membuktikan keimanannya kepada
Allah dengan mewakafkan diri hancur disiksa dengan cara yang sangat
tidak berperikemanusiaan oleh Fir’aun.
Pelajaran dari Kisah Masyithah
Masyithah
telah wafat. Tapi, kisahnya belumlah berakhir. Sampai saat ini,
kisahnya masih terngiang di telinga orang-orang yang rindu bertemu
dengan Allah swt. Karena, Masyithah telah memberi cambuk yang senantiasa
memotivasi kita untuk meraih kehidupan yang baik dan lebih baik lagi.
Ada sejumlah pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Masyithah, di antaranya:
·
Iman adalah senjata yang sangat ampuh. Karena, iman adalah kekuatan
yang bersumber dari ma’iyatullah (kebersamaan dengan Allah swt dan
lindungan-Nya). Allah swt berfirman, ”Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(An-Nahl:128)
· Sabar dalam menghadapi cobaan dan teguh dalam
pendirian, itulah yang dibuktikan oleh Masyithoh dan anak-anaknya.
Rasulullah saw bersabda, ”Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah dibanding mukmin yang lemah, dan masing-masing dari keduanya
mendapatkan kebaikan.” (Muslim)
· Selalu ada permusuhan abadi
antara hak dan batil, antara kebaikan dan keburukan. Meskipun keburukan
banyak dan beragam, namun pasti ujungnya akan lenyap. Karena yang asli
adalah kebaikan.
· Allah swt. akan meneguhkan orang-orang yang
beriman ketika mereka dalam kondisi membutuhkan keteguhan tersebut.
Sebab, ujian itu sunnatullah. Pasti akan datang kepada setiap orang yang
mengaku beriman.
· Muslim yang sejati tidak akan tunduk kecuali
kepada Allah swt. Dan ia senantiasa melaksanakan kewajiban amar ma’ruf
dan mencegah dari yang mungkar.
· Peran dan kontribusi kaum
wanita muslimah tidaklah lebih kecil dibanding pria dalam mengibarkan
panji kebenaran. Para wanita memiliki peran yang besar dalam dakwah
ilallah sejak zaman dahulu. Syahidnya Masithah akibat siksaan Fir’aun
adalah bukti puncak pengorbanan yang pernah dilakukan wanita dalam
sejarah.
· Balasan amal yang didapat seseorang adalah sesuai
dengan kadar amal perbuatan itu sendiri. Allah swt. telah menghancurkan
Fir’aun dan menghinakannya namanya dalam catatan sejarah yang akan terus
dikenang sepanjang kehidupan manusia sebagai manusia terjahat.
Sedangkan Masyithah diabadikan namanya dengan harum, dan menjadikan
dirinya dan anak-anaknya wangi semerbak di langit tujuh karena
perbuatannya yang baik. Jibril mencerita hal ini kepada Rasulullah, dan
Rasulullah menyampaikannya kepada kita untuk dijadikan teladan.
· Allah swt. tidak akan menyiksa seseorang karena dosa orang lain.
·
Sungguh, cerita seperti ini berulang dan akan terus berulang sepanjang
waktu. Selalu akan ada orang zhalim dengan beragam bentuk kezhalimannya
dan selalu ada orang yang akan menentang mereka meski tahu ada siksaan
dan cobaan menyertai usaha baiknya itu. Kisah tetap satu: cobaan akan
terjadi, tapi para pahlawan selalu memiliki kemiripan. Ending-nya tidak
akan berubah, sebagaimana firman Allah swt. dalam surat Ar Rum: 47, ”Dan
sesungguhnya kami telah mengutus sebelum kamu beberapa orang Rasul
kepada kaumnya, mereka datang kepadanya dengan membawa
keterangan-keterangan (yang cukup), lalu kami melakukan pembalasan
terhadap orang-orang yang berdosa, dan kami selalu berkewajiban menolong
orang-orang yang beriman.”
(Disadur dari Majalah Al-Mujtama’ Edisi Februari 2007).
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/bau-harum-masyithoh/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar