Oleh: Tim dakwatuna.com
Rasulullah
saw. bersabda, “Hindarilah dengki karena dengki itu memakan
(menghancurkan) kebaikan sebagaimana api memakan (menghancurkan) kayu
bakar.” (Abu Daud).
Dengki (hasad), kata Imam
Al-Ghazali, adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah kepada orang
lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan kenikmatan itu. Dengki
dapat merayapi hati orang yang merasa kalah wibawa, kalah popularitas,
kalah pengaruh, atau kalah pengikut. Yang didengki tentulah pihak yang
dianggapnya lebih dalam hal wibawa, polularitas, pengaruh, dan jumlah
pengikut. Tidak mungkin seseorang merasa iri kepada orang yang
dianggapnya lebih “kecil” atau lebih lemah. Sebuah pepatah Arab
mengatakan, “Kullu dzi ni’matin mahsuudun.” (Setiap yang mendapat
kenikmatan pasti didengki).
Hadits itu menegaskan
kepada kita bahwa dengki itu merugikan. Yang dirugikan bukanlah orang
yang didengki, melainkan si pendengki itu sendiri. Di antara makna
memakan kebaikan, seperti yang disebutkan dalam hadits di atas,
dijelaskan dalam kitab ‘Aunul Ma’bud, “Memusnahkan dan menghilangkan
(nilai) ketaatan pendengki sebagaimana api membakar kayu bakar. Sebab
kedengkian akan mengantarkan pengidapnya menggunjing orang yang didengki
dan perbuatan buruk lainnya. Maka berpindahlah kebaikan si pendengki
itu pada kehormatan orang yang didengki. Maka bertambahlah pada orang
yang didengki kenikmatan demi kenikmatan sedangkan si pendengki
bertambah kerugian demi kerugian. Sebagaimana yang Allah firmankan, “Ia
merugi dunia dan akhirat.” (‘Aunul Ma’bud juz 13:168)
Hilangnya
pahala itu hanyalah salah satu bentuk kerugian pendengki. Masih banyak
kebaikan-kebaikan atau peluang-peluang kebaikan yang akan hilang dari
pendengki, antara lain:
Pertama, mengalami
kekalahan dalam perjuangan. Orang yang dengki perilakunya sering tidak
terkendali. Dia bisa terjebak dalam tindakan merusak nama baik,
mendiskreditkan, dan menghinakan orang yang didengkinya. Dengan cara itu
ia membayangkan akan merusak citra, kredibilitas, dan daya tarik orang
yang didengkinya. Dan sebaliknya, mengangkat citra, nama baik dan
kredibilitas pihaknya. Namun kehendak Allah tidaklah demikian.
Rasulullah saw. bersabda:
Dari Jabir dan Abu Ayyub Al-Anshari,
mereka mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada seorang pun
yang menghinakan seorang muslim di satu tempat yang padanya ia dinodai
harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan menghinakan
orang (yang menghina) itu di tempat yang ia inginkan pertolongan-Nya.
Dan tidak seorang pun yang membela seorang muslim di tempat yang padanya
ia dinodai harga dirinya dan dirusak kehormatannya melainkan Allah akan
membela orang (yang membela) itu di tempat yang ia menginginkan
pembelaan-Nya.” (Ahmad, Abu Dawud, Ath-Thabrani)
Kedua,
meruntuhkan kredibilitas. Ketika seseorang melampiaskan kebencian dan
kedengkian dengan melakukan propaganda busuk, hasutan, dan demarketing
kepada pihak lain, jangan berangan bahwa semua orang akan terpengaruh
olehnya. Yang terpengaruh hanyalah orang-orang yang tidak membuka mata
terhadap realitas, tidak dapat berpikir objektif, atau memang sudah
“satu frekuensi” dengan si pendengki. Akan tetapi banyak pula yang
mencoba melakukan tabayyun, cari informasi pembanding, dan berusaha
berpikir objektif. Nah, semakin hebat gempuran kedengkian dan kebencian
itu, bagi orang yang berpikir objektif justru akan semakin tahu
kebusukan hati si pendengki. Orang yang memiliki hati nurani ternyata
tidak senang dengan fitnah, isu murahan, atau intrik-intrik pecundang.
Di mata mereka orang-orang yang bermental kerdil itu tidaklah simpatik
dan tidak mengundang keberpihakan.
Orang yang banyak melakukan
provokasi dan hanya bisa menjelek-jelekkan pihak lain juga akan terlihat
di mata orang banyak sebagai orang yang tidak punya program dalam
hidupnya. Dia tampil sebagai orang yang tidak dapat menampilkan sesuatu
yang positif untuk “dijual”. Maka jalan pintasnya adalah mengorek-ngorek
apa yang ia anggap sebagai kesalahan. Bahkan sesuatu yang baik di mata
pendengki bisa disulap menjadi keburukan. Nah, mana ada orang yang sehat
akalnya suka cara-cara seperti itu?
Ketiga, mencukur gundul
agama. Rasulullah saw. bersabda, “Menjalar kepada kalian penyakit
umat-umat (terdahulu): kedengkian dan kebencian. Itulah penyakit yang
akan mencukur gundul. Aku tidak mengatakan bahwa penyakit itu mencukur
rambut, melainkan mencukur agama.” (At-Tirmidzi)
Islam adalah
rahmat bagi sekalian alam. Akan tetapi Islam yang dibawa oleh orang yang
di dadanya memendam kedengkian tidak akan dapat dirasakan rahmatnya
oleh orang lain. Bahkan pendengki itu tidak mampu untuk sekadar
menyungging senyum, mengucapkan kata ‘selamat’, atau melambaikan tangan
bagi saudaranya yang mendapat sukses, baik dalam urusan dunia maupun
terkait dengan sukses dalam perjuangan. Apatah lagi untuk membantu dan
mendukung saudaranya yang mendapat sukses itu. Dengan demikian Islam
yang dibawanya tidak produktif dengan kebaikan alias gundul.
Keempat,
menyerupai orang munafik. Perilaku dan sikap pendengki mirip perilaku
orang-orang munafik. Di antara perilaku orang munafik adalah selalu
mencerca dan mencaci apa yang dilakukan oran lain terutama yang
didengkinya. Jangankan yang tampak buruk, yang nyata-nyata baik pun akan
dikecam dan dianggap buruk. Allah swt. menggambarkan perilaku itu
sebagai perilaku orang munafik. Abi Mas’ud Al-Anshari –semoga Allah
meridhainya– mengatakan, saat turun ayat tentang infaq para sahabat
mulai memberikan infaq. Ketika ada orang muslim yang memberi infaq dalam
jumlah besar, orang-orang munafik mengatakan bahwa dia riya. Dan ketika
ada orang muslim yang berinfak dalam jumlah kecil, mereka mengatakan
bahwa Allah tidak butuh dengan infak yang kecil itu. Maka turunlah ayat
79 At-Taubah. (Bukhari dan Muslim)
Benarlah ungkapan seorang ulama salaf: “Al-hasuudu laa yasuud (pendengki tidak akan pernah sukses).” (Kasyful-Khafa 1:430).
Kelima,
tidak mampu memperbaiki diri sendiri. Orang yang dengki, manakala
mengalami kekalahan dan kegagalan dalam perjuangan cenderung
mencari-cari kambing hitam. Ia menuduh pihak luar sebagai biang
kegagalan dan bukannya melakukan muhasabah (introspeksi). Semakin larut
dalam mencari-cari kesalahan pihak lain akan semakin habis waktunya dan
semakin terkuras potensinya hingga tak mampu memperbaiki diri. Dan tentu
saja sikap ini hanya akan menambah keterpurukan dan sama sekali tidak
dapat memberikan manfaat sedikit pun untuk mewujudkan kemenangan yang
didambakannya.
Keenam, membuat gelap mata dan tidak dapat melihat
kebenaran. Dengki membuat pengidapnya tidak dapat melihat kelemahan dan
kekurangan diri sendiri; dan tidak dapat melihat kelebihan pada pihak
lain. Akibatnya, jalan kebenaran yang terang benderang menjadi kelam
tertutup mega kedengkian. Apa pun yang dikatakan, apa pun yang
dilakukan, dan apa pun yang datang dari orang yang dibenci dan
didengkinya adalah salah dan tidak baik. Akhirnya, dia tidak dapat
melaksanakan perintah Allah swt. sebagaimana yang disebutkan dalam ayat,
“Orang-orang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling
baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah
petunjuk dan mereka itulah orang- orang yang mempunyai akal.”
(Az-Zumar:18)
Ketujuh, membebani diri sendiri. Orang yang
membiarkan dirinya dikuasai oleh iri dengki hidupnya menanggung beban
berat yang tidak seharusnya ada. Bayangkan, setiap melihat orang lain
yang didengkinya dengan segala kesuksesannya, mukanya akan menjadi
tertekuk, lidahnya mengeluarkan sumpah serapah, bibirnya berat untuk
tersenyum, dan yang lebih bahaya hatinya semakin penuh dengan dengki,
marah, benci, curiga, kesal, kecewa, resah, dan perasaan-perasaan
negatif lainnya. Enakkah kehidupan yang penuh dengan perasaan itu? Tentu
saja menyesakkan. Dalam bahasa Al-Qur’an, bumi yang luas ini dirasakan
sumpek. Seperti layaknya penyakit, ketika dipelihara akan mendatangkan
penyakit lainnya. Demikian pula penyakit hati yang bernama iri dengki.
Bila dia tidak dihilangkan akan mengundang penyakit-penyakit lainnya.
Maha Benar Allah yang telah berfirman, “Di dalam hati mereka ada
penyakit maka Allah tambahkan kepada mereka penyakit (lainnya).”
(Al-Baqarah: 10)
Betapa sulitnya kita menghimpun kebaikan dan
meraih kemenangan. Maka janganlah diperparah dan dipersulit dengan
membiarkan dengki menguasai hati kita. Mari berlomba dalam kebaikan.
Allahu a’lam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/dengki-penghancur-kebaikan/
Askum
BalasHapusAdmin posting kan juga bagaimana cara menghilangkan dengki tersebut, apa saja yg harus d lakukan sebelum dengki tersebut menjalar merusak hati