Oleh: Ulis Tofa, Lc
dakwatuna.com -
Ketika suasana dunia dengan beragam problematikanya terasa
menyempitkan dada orang beriman, ketika itu hendaknya ia meyakinkan
dirinya bahwa ia sedang menuju Allah swt dengan tulus ikhlas. Yakinlah
ketika itu suasana akan berubah menjadi gembira, tenang dan percaya
akan adanya pertolongan Allah swt. Inilah sunnatullah yang tidak akan
pernah berubah dan tidak akan pernah tergantikan.
Ikhlaskan Hidupmu
Kita
sudah sangat berpengalaman bahwa faktor pertolongan dan kemenangan itu
datang dari dalam diri orang beriman, ketika ia merasa benar-benar
ikhlas, ketika itu Allah swt akan campur tangan dengan menurunkan
pertolongan, memberikan keberkahan dan kemenangan.
“Hai
orang-orang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (Muhammad:7)
Sungguh,
pertolongan hanya datang dari Allah swt, karena itu hendaknya
ma’iyatullah atau merasa bersama Allah swt selalu bersemayam dalam hati,
jiwa dan lisan bahkan dalam setiap perbuatan.
Kisah Nabiyullah
Musa as membuktikan itu. Ketika ia dengan pengikutnya dikejar-kejar
Fir’aun dan bala tentaranya. Pengikutnya bergumam seakan putus asa:“Maka
setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut
Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul” (Asy-Syu’ara:61)
Nabi
Musa dengan sepenuh keyakinan menjawab, “Sekali-kali tidak akan
tersusul, Sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi
petunjuk kepadaku” (Asy-Syu’ara’:62)
Sikap ma’iyyatullah, merasa ditolong Allah, tenang dan yakin akan campur tangan Allah swt berbuah kemenangan dan kegembiraan.
“Lalu
Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang
besar.” (Asy-Syu’ara’:63)
Tak terbayang dalam benak Nabi Musa
ketika itu, apa bentuk pertolongan Allah swt. Bahkan kita tidak bisa
menebak bentuk pertolongan Allah swt itu, selain adanya informasi dari
Al Qur’an, bahwa dengan izin Allah swt laut terbelah yang dengannya Musa
selamat, subhanallah.
Pertolongan ini jualah yang Allah swt
turunkan pada Nabi Muhammad saw. Sejarah hijrah dari Makkah ke Madinah
telah menjadi buktinya. Allah swt berfirman: “Jikalau kamu tidak
menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya.”
(At-Taubah:40)
Nabi Muhammad saw ketika itu terusir dari kampung
halamannya, semua ia tinggalkan tanpa terkecuali, ia keluar hanya karena
Allah dan untuk Allah swt. “(yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin
Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada dalam gua.” (At-Taubah:40)
Ia keluar
sepenuh cinta, ikhlas, dan tsiqah atau yakin dengan Penciptnya. Itu
terlihat dari perkataan beliau kepada sahabatnya Abu Bakar yang
menemaninya, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta kita.”
(At-Taubah:40)
Jargon Hijrah
Subhanallah, di tengah
himpitan hidup, kejaran musuh, intaian pedang lawan, Rasulullah saw
tetap tenang, ikhlas dan yakin akan pertolongan Allah swt.
Apa
yang terjadi setelahnya? Tak terduga, Allah swt menyelamatkan keduanya
hanya dengan seekor laba-laba yang sangat lemah dan seekor burung yang
bertelur di sangkarnya di mulut gua. Allahu Akbar walillahil hamd.
Inilah syi’ar atau jargon Rasulullah saw di awal hijrahnya: “Jangan bersedih, Allah bersama kita”.
Siapa
pun yang merasa bersama Allah swt dengan sebenar-benar keyakinan, ia
tidak akan sedih. Untuk apa ia bersedih? Untuk kehidupan, yang Allah swt
pengaturnya? Untuk dakwah, yang Allah swt sendiri pemilik dan
penolongnya? atau ia bersedih karena dirinya sendiri ? Atau terhadap
pengikut-pengikut setan yang Allah swt pasti menghinakannya dan
mengadzabnya di dunia dan di akhirat? “Janganlah kamu bersedih,
sesungguhnya Allah beserta kita.”
Katakan kepada setiap mukmin:
“Angkat muka Anda, yakinlah di jalan Anda, jalan kebenaran, karena Allah
bersama Anda. Bisikkan kepada setiap muslim: “Buka lebar-lebar telinga
Anda, “Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah beserta Anda.”
Inilah
jargon setiap mukmin yang menapaki jalan menuju Allah swt., apapun
tantangan yang menghadang, jangan bersedih! Apapun kendala merintang.
Berlalulah dan jangan gubris. Sabarlah terhadap apa yang menimpamu,
karena tujuan masih jauh, yaitu surga penuh kenikmatan menanti.
Dengarlah
ayat-ayat Allah swt. “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang
mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.
mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.
(Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil
dan Al Quran. dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain)
daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu
lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah:111)
Kriteria Pemenang
Agar
kita senantiasa memiliki perilaku ikhlas dan keyakinan akan datangnya
pertolongan Allah swt, hendaknya kita memiliki kreteria sebagaimana yang
Allah swt firmankan:
“Mereka itu adalah orang-orang yang
bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang melawat, yang ruku’, yang
sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang
memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin
itu.” (At-Taubah:112)
Pertama, Atta’ibun: senantiasa
memperbaharui taubat, karena setiap bani Adam pasti salah, dan
sebaik-baik orang yang salah adalah orang yang segera beristighfar dan
bertaubat.
Kedua, Al’abidun: senantiasa mengabdi kepada Allah
swt. Duhai, sejauh mana kita mengabdikan diri kepada-Nya ? Hanya di saat
gembira saja, di kala sedih, atau di setiap situasi dan kondisi?
Ketiga,
Alhamidun: kondisikan hati untuk senantiasa senang ketika Allah swt
memanggil dan menyeru dengan perintah dan larangan. Segeralah menuju
Allah swt dengan bersyukur dan suka cita.
Keempat, Assa’ihun:
hendaknya senantiasa siap siaga untuk berjihad menegakkan keadilan,
menyemai kebahagiaan dan menebar rasa aman di tengah-tengan masyarakat.
Tak lupa berjihad mengendalikan hawa nafsu dengan melaksanakan shaum.
Kelima,
Arraki’un Assajidun: Ya Allah, jadikan kami termasuk orang-orang yang
senantiasa ruku’ dan sujud secara berjama’ah. Ya Allah, jangan halangi
kami untuk itu karena sakit atau malas.
Keenam, Al Aamiruna bil
ma’ruf wannahuna ’anil munkar: menegakkan yang baik dan melarang yang
buruk. Duhai indahnya kedua hal ini bisa dilaksanakan dengan seimbang.
Ketujuh,
Alhafidhuna lihududillah: menjaga dan menerapkan hukum-hukum Allah swt,
karena tiada satu pun hukum dan perintah Allah swt yang tidak layak
diterapkan dan dijalankan dan karena itu membawa manfaat dan jauh dari
madharat.
Ketika ketujuh hal di atas dijalankan dengan baik, maka
layaklah kita mendapatkan kabar gembira dari Allah swt ”wabasy syiril
mukminin”.
Sungguh, ketika rasa takut lenyap dari hati, tatkala
rasa sedih menghilang dari jiwa, ketika itu kita merasakan ma’iyyatullah
atau bersama Allah swt dan karenanya kita akan mendapatkan pertolongan
dan kemenangan dari-Nya.
Inilah hijrah yang sebenarnya, hijrah yang mengantarkan kita kepada percepatan pertolongan Allah swt.
Marhaban,
ayolah kita semua, siapapun kita tanpa terkecuali bertaubat, diiringi
dengan keseriusan pengabdian kepada Allah swt, yang akan mengikis noda
kelam dalam hati secara berangsur. Bangun lisan dengan memperbanyak
memuji dan bersyukur. Bantu anggota badan untuk menapaki dakwah ilallah
dan perjuangan menegakkan syariat-Nya. Hendaknya kita menjadi ”Qur’an”
yang berjalan di muka bumi. Ketika itu, kita akan mendengar lirih suara
batu dan pohon memanggil: ”Wahai Muslim, wahai Abdullah, di belakangku
ada musuh Allah, perangilah!” sebagaimana yang dijanjikan Rasulullah
saw. Dan pertolongan Allah itu dekat. Kemenangan itu di depan mata.
Allahu ’alam.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/jangan-bersedih/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar