Oleh: Tim dakwatuna.com
dakwatuna.com -
Islam agama yang diturunkan Allah swt. kepada manusia untuk menata
seluruh dimensi kehidupan mereka. Setiap ajaran yang digariskan agama
ini tidak ada yang berseberangan dengan fitrah manusia. Unsur hati,
akal, dan jasad yang terdapat dalam diri manusia senantiasa mendapatkan
“khithab ilahi” (arahan Allah) secara proporsional.
Oleh
karenanya, Islam melarang umatnya hidup membujang laiknya para pendeta.
Hidup hanya untuk memuaskan dimensi jiwa saja dan meninggalkan proyek
berkeluarga dengan anggapan bahwa berkeluarga akan menjadi penghalang
dalam mencapai kepuasan batin. Hal ini merupakan bentuk penyimpangan
fitrah manusia yang berkaitan dengan unsur biologis.
Berkeluarga
dalam Islam merupakan sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk
(kecuali malaikat), baik manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Bahkan
ditekankan dalam ajaran Islam bahwa nikah adalah sunnah Rasulullah saw.
yang harus diikuti oleh umat ini. Nikah dalam Islam menjadi sarana
penyaluran insting dan libido yang dibenarkan dalam bingkai ilahi. Agar
kita termasuk dalam barisan umat ini dan menjadi manusia yang memenuhi
hak kemanusiaan, maka tidak ada kata lain kecuali harus mengikuti
Sunnah Rasul, yaitu nikah secara syar’i. Meskipun ada sebagian Ulama
yang sampai wafatnya tidak sempat berkeluarga. Dan ini bukan merupakan
dalih untuk melegalkan membujang seumur hidup. Adapun hukumnya sendiri
–menurut ulama– bertingkat sesuai faktor yang menyertainya. Coba
perhatikan beberapa nash di bawah ini:
“Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya;
dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan Mengawasi kamu.” (An-Nisa: 1)
“Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu
sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.”
(Ar-Rum: 21)
حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِى مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنَا حُمَيْدُ بْنُ أَبِى حُمَيْدٍ
الطَّوِيلُ أَنَّهُ سَمِعَ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ – رضى الله عنه – يَقُولُ
جَاءَ ثَلاَثَةُ رَهْطٍ إِلَى بُيُوتِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ – صلى الله
عليه وسلم – يَسْأَلُونَ عَنْ عِبَادَةِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم –
فَلَمَّا أُخْبِرُوا كَأَنَّهُمْ تَقَالُّوهَا فَقَالُوا وَأَيْنَ نَحْنُ
مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَدْ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ
مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ . قَالَ أَحَدُهُمْ أَمَّا أَنَا فَإِنِّى
أُصَلِّى اللَّيْلَ أَبَدًا . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَصُومُ الدَّهْرَ وَلاَ
أُفْطِرُ . وَقَالَ آخَرُ أَنَا أَعْتَزِلُ النِّسَاءَ فَلاَ أَتَزَوَّجُ
أَبَدًا . فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ «
أَنْتُمُ الَّذِينَ قُلْتُمْ كَذَا وَكَذَا أَمَا وَاللَّهِ إِنِّى
لأَخْشَاكُمْ لِلَّهِ وَأَتْقَاكُمْ لَهُ ، لَكِنِّى أَصُومُ وَأُفْطِرُ ،
وَأُصَلِّى وَأَرْقُدُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ
سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى » . تحفة 745 – 2/7 ، رواه البخاري
Sa’idbin
Abu Maryam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja’far mengabarkan
kepada kami, Humaid bin Abu Humaid At-Thawil bahwasanya ia mendengar
Anas bin Malik r.a. berkata: “Ada tiga orang yang mendatangi rumah-rumah
istri Nabi saw. menanyakan ibadah Nabi saw. Maka tatkala diberitahu,
mereka merasa seakan-akan tidak berarti (sangat sedikit). Mereka
berkata: “Di mana posisi kami dari Nabi saw., padahal beliau telah
diampuni dosa-dosanya baik yang lalu maupun yang akan datang.” Salah
satu mereka berkata: “Saya akan qiyamul lail selama-lamanya.” Yang lain
berkata: “Akan akan puasa selamanya.” Dan yang lain berkata: “Aku akan
menghindari wanita, aku tidak akan pernah menikah.” Lalu datanglah
Rasulullah saw. seraya bersabda: “Kalian yang bicara ini dan itu, demi
Allah, sungguh aku yang paling takut dan yang paling takwa kepada Allah.
Akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, aku sholat, aku tidur, dan aku
juga menikah. Barang siapa yang benci terhadap sunnahku, maka ia tidak
termasuk golonganku.” (Al-Bukhari)
Ada beberapa faktor yang mendasari urgensinya pembentukan keluarga dalam Islam sebagaimana berikut:
1. Perintah Allah swt.
Membentuk
dan membangun mahligai keluarga merupakan perintah yang telah
ditetapkan oleh Allah swt. dalam beberapa firman-Nya. Agar teralisasi
kesinambungan hidup dalam kehidupan dan agar manusia berjalan selaras
dengan fitrahnya. Kata “keluarga” banyak kita temukan dalam Al-Quran
seperti yang terdapat dalam beberapa ayat berikut ini;
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara’: 214)
“Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan Bersabarlah kamu
dalam mengerjakannya. kami tidak meminta rezki kepadamu, kamilah yang
memberi rezki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang
yang bertakwa.” (Thaha: 132)
2. Membangun Mas’uliah Dalam Diri Seorang Muslim.
Sebelum
seorang berkeluarga, seluruh aktivitasnya hidupnya hanya fokus kepada
perbaikan dirinya. Mas’uliah (tanggung jawab) terbesar terpusat pada
ucapan, perbuatan, dan tindakan yang terkait dengan dirinya sendiri. Dan
setelah membangun mahligai keluarga, ia tidak hanya bertanggungjawab
terhadap dirinya saja. Akan tetapi ia juga harus bertanggungjawab
terhadap keluarganya. Bagaimana mendidik dan memperbaiki istrinya agar
menjadi wanita yang shalehah. Wanita yang memahami dan melaksanakan hak
serta kewajiban rumah tangganya. Bagaimana mendidik anak-anaknya agar
menjadi generasi rabbani nan qurani. Coba kita perhatikan beberapa
hadits berikut ini:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَنْ
قَتادَةَ عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ تَعَالَى سَائِلٌ كُلَّ رَاعٍ
عَمَّا اسْتَرْعَاهُ حَفِظَ ذَلِكَ أَمْ ضَيَّعَهُ حَتىَّ يُسْأَلَ
الرَّجُلُ عَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ غَرِيْبٌ مِنْ حَدِيْثِ قَتادةَ لَمْ
يَرْوِهِ إِلَّا مُعاذُ عَنْ أَبِيْهِ
“Sesungguhnya Allah Ta’ala
akan meminta pertanggungjawaban kepada setiap pemimpin atas apa yang
dipimpinnya, apakah ia menjaga kepemimpinannya atau melalaikannya,
sehingga seorang laki-laki ditanya tentang anggota keluarganya.” (Hadits
gharib dalam Hilayatul Auliya, 9/235, diriwayatkan oleh An-Nasa’i dalam
Isyratun Nisaa’, hadits no 292 dan Ibnu Hibban dari Anas dalam Shahihul
Jami’, no.1775; As-Silsilah Ash-Shahihah no.1636).
عَنْ
عَائِشَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه
وسلم- :« خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِى ».
Dari
Aisyah r.a., berkata: “Nabi saw. bersabda: “Sebaik-baik kamu adalah
yang paling baik pada kelurganya dan aku paling baik bagi keluargaku.”
(Imam Al-Baihaqi)
وعن أَبي هريرة – رضي الله عنه – ، قَالَ : قَالَ
رَسُول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( أكْمَلُ المُؤمِنِينَ إيمَاناً
أحْسَنُهُمْ خُلُقاً ، وخِيَارُكُمْ خياركم لِنِسَائِهِمْ )) رواه الترمذي ،
Dari
Abu Hurairah r.a., berkata: Rasulullah saw. bersabda: “Mukmin yang
paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan yang
paling baik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap
istri-istrinya.” (Imam At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Hadits hasan
shahih.”
3. Langkah Penting Membangun Masyarakat Muslim
Keluarga
muslim merupakan bata atau institusi terkecil dari masyarakat muslim.
Seorang muslim yang membangun dan membentuk keluarga, berarti ia telah
mengawali langkah penting untuk berpartisipasi membangun masyarakat
muslim. Berkeluarga merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan
kehidupan masyarakat dan sekaligus memperbanyak anggota baru masyarakat.
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (At-Tahrim: 6)
عَن أنسٍ رضي الله عنه
قَالَ : { كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَأْمُرُنَا بِالْبَاءَةِ ، وَيَنْهَى عَنْ التَّبَتُّلِ نَهْيًا شَدِيدًا ،
وَيَقُولُ : تَزَوَّجُوا الْوَلُودَ الْوَدُودَ .فَإِنِّي مُكَاثِرٌ
بِكُمْ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ } رَوَاهُ أَحْمَدُ ،
وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ .وَلَهُ شَاهِدٌ عِنْدَ أَبِي دَاوُد ،
وَالنَّسَائِيُّ ، وَابْنِ حِبَّانَ مِنْ حَدِيثِ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ
Dari
Anas r.a. berkata: “Rasulullah saw. memerintahkan kami dengan “ba-ah”
(mencari persiapan nikah) dan melarang membunjang dengan larangan yang
sesungguhnya seraya bersabda: “Nikaihi wanita yang banyak anak dan yang
banyak kasih sayang. Karena aku akan berlomba dengan jumlah kamu
terhadap para nabi pada hari kiamat.” (Imam Ahmad, dishahihkan Ibnu
Hibban. Memiliki “syahid” pada riwayat Abu Dawud, An-Nasaai dan Ibnu
Hibban dari hadits Ma’qil bin Yasaar)
4. Mewujudkan Keseimbangan Hidup
Orang
yang membujang masih belum menyempurnakan sisi lain keimanannya. Ia
hanya memiliki setengah keimanan. Bila ia terus membujang, maka akan
terjadi ketidakseimbangan dalam hidupnya, kegersangan jiwa, dan keliaran
hati. Untuk menciptakan keseimbangan dalam hidupnya, Islam memberikan
terapi dengan melaksanakan salah satu sunnah Rasul, yaitu membangun
keluarga yang sesuai dengan rambu-rambu ilahi. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ
أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : إِذَا تَزَوَّجَ الْعَبْدُ فَقَدِ اسْتَكْمَلَ نِصْفَ
الدِّيْنِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِى النِّصْفِ الْبَاقِى. رَوَاهُ
الْبَيْهَقِي
Dari Anas bin Malik r.a. berkata: “Rasulullah SAW
bersabda: “Apabila seseorang menikah maka ia telah menyempurnakan
setengah agama. Hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam setengahnya.”
(Imam Al-Baihaqi)
Menikah juga bisa menjaga keseimbangan emosi, ketenangan pikiran, dan kenyamanan hati. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ قَالَ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ
فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ
وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
».رواه مسلم
Dari Abdullah berkata: Rasulullah saw. bersabda
kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa dari kalian yang memiliki
kemampuan, maka hendaklah ia menikah. Karena sesungguhnya menikah itu
akan menundukkan pandangan dan memelihara farji (kemaluan). Barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu merupakan
benteng baginya. (Imam Muslim)
Semoga kita dimudahkan Allah untuk melaksanakan sunnah ini. Amin
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/kewajiban-membentuk-rumah-tangga-islam/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar