Oleh: Muhammad Nuh
dakwatuna.com -
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu
sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan
persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang
selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya….” (Al-Anfal: 60)
Betapa
luas kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya. Nikmat-Nya tak pernah
bertepi. Malam datang dengan keindahan, gelap pun memberikan ketenangan
dan kesejukan. Pagi yang segar menyudahi malam nan damai. Siang datang
melambai, menawarkan harapan.
Seperti itulah dunia berputar.
Silih berganti siang menggantikan malam. Waktu terus berlalu, mencatat
prestasi dari generasi ke generasi. Ada yang tetap istiqamah menapaki
jalan dakwah nan terjal dan bebatuan, sabar dengan terpaan asap dan
debu-debu peradaban. Tapi, tak sedikit yang akhirnya duduk bersandar
melepas lelah. Seraya matanya mulai memejam terhadap keculasan manusia
sekitar.
Usahakan untuk memberi sesuatu yang terbaik
Di
antara ciri kekikiran yang mungkin sempat melekat dalam hati hamba Allah
adalah sedikit mengeluarkan, tapi ingin banyak menerima. Mungkin ini
bisa cocok buat bisnis sesama manusia. Tapi, tidak akan pas jika
ditujukan pada bisnis dengan Allah swt.
Kebodohan
adalah hal dominan yang menjadikan manusia berpikir sempit soal bisnis
dengan Allah swt. Pandangannya terbatas hanya pada takaran materi dengan
ruang lingkup duniawi yang sempit. Tidak heran jika ada manusia yang
merasa tidak perlu untuk memberikan sesuatu yang terbaik buat bisnis di
jalan Allah. Tidak jarang, jatah infak dan sedekah selalu jatuh pada
porsi sisa, uang yang kumal, dan sedikit sobek.
Seperti itulah
ajakan Allah swt. buat hamba-hamba Allah yang cerdas. “Hai orang-orang
yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu bisnis yang dapat
menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu) Kamu beriman kepada
Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.
Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya.” (Ash-Shaff:
10-11)
Surga adalah tawaran yang teramat luar biasa yang
diberikan oleh yang Maha Pengasih dan Penyayang. Kenikmatan apa pun yang
pernah tersedia di dunia ini sedikit pun tak akan pernah menyamai
nikmatnya surga. Seperti itulah rincian-rincian tentang keberadaan surga
yang Allah paparkan dalam Al-Quran: makanan terbaik, minuman terbaik,
pasangan terbaik, tempat tinggal terbaik; buat selama-lamanya.
Lalu,
apakah belum juga kita merasa malu dengan berharap, bahkan begitu
percaya diri, bisa masuk surga hanya dengan beberapa koin, uang kumal,
tenaga sisa, dan prestasi kerja ala kadarnya.
Sepantasnyalah kita
malu dengan teguran Allah dalam firman-Nya di surah Al-Baqarah ayat
214. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul
dan orang-orang yang beriman bersamanya: ‘Bilakah datangnya pertolongan
Allah?….”
Mungkin, kita lupa kalau segala keutamaan yang kita
berikan dalam jalan Allah, sama sekali tak mempengaruhi kerajaan Allah
swt. Allah sudah teramat kaya dibanding nilai apa pun di alam raya ini.
Dunia buat Allah tak senilai sayap nyamuk. Justru keutamaan dan nilai
unggul yang dikeluarkan, semuanya akan kembali buat hamba-hamba Allah
itu sendiri. Langsung, atau tertunda.
Jangan mudah dipermainkan angan-angan
Merasa
paling berjasa, paling banyak amal adalah di antara tanda tergiringnya
seorang hamba Allah pada jurang kebinasaan. Karena mulai dari sinilah
produktivitas kerja dakwahnya mulai berkurang, dan akhirnya mati. Ia
merasa cukup menjadi orang-orang yang pernah beramal. Bukan menjadi
orang-orang yang senantiasa beramal.
Maha bijaksana Allah dengan
pelajaran yang termuat dalam surah Al-Kahfi ayat 103 dan 104.
“Katakanlah: ‘Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang
yang paling merugi perbuatannya?’ Yaitu, orang-orang yang telah sia-sia
perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa
mereka telah berbuat sebaik-baiknya.”
Setan senantiasa
menghembuskan semangat keliru tentang itu. “Anda tergolong aktivis
senior. Amal Anda sudah tak lagi bisa terhitung. Begitu banyak. Tak
seorang pun bisa menyamai nilai dan jumlah amal Anda. Yakinlah, dengan
prestasi itu saja, Anda pasti masuk surga. Cukup. Kini, saatnya Anda
istirahat dari pentas dakwah. Saatnya junior mengambil alih beban-beban
Anda. Anda teramat mulia untuk mengerjakan program-program teknis…,”
begitulah kira-kira hembusan jahat setan yang terus-menerus mengintai
peluang. Sejenak hamba Allah lengah, saat itu juga ia masuk.
Na’udzubillah min dzalik.
Yakinlah bahwa balasan Allah adalah yang terbaik
Untung
rugi memang hal lumrah dalam hitung-hitungan bisnis. Kalau terus untung
bisnis bisa berkembang, dan terus rugi bisnis jatuh ambruk.
Hitung-hitungan untung rugi selalu berkait dengan urusan materi. Karena
itulah ruang lingkup bisnis. Tak akan bisa lepas dengan yang namanya
materi.
Itulah, mungkin, kenapa Allah swt. memberikan penjelasan
rinci soal pahala. Seperti apakah akumulasi pahala yang diberikan Allah
sebagai ganjaran buat hamba-hamba-Nya yang sukses dalam bisnis ini.
Nilai tukarnya begitu jelas. Surga tergambar rinci dalam Al-Quran.
Tanpa
sadar oleh manusia, sebenarnya ganjaran sudah Allah berikan di dunia
ini. Adakah yang lebih mahal di dunia ini daripada pasangan yang saleh
dan salehah. Adakah yang lebih berharga di dunia ini daripada anak-anak
yang taat pada orangtuanya. Adakah yang lebih berharga di dunia ini
dibanding rekan-rekan seperjuangan yang dipersaudarakan oleh Allah.
Adakah yang lebih nikmat di dunia ini dibanding ketenangan hidup bersama
keimanan. Dunia menjadi miniatur surga.
“Perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir,
pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran)
bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi
Maha Mengetahui.” (Al-Baqarah: 261)
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/prestasi-tak-boleh-mati/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar