dakwatuna.com – Dengan datangnya 1 Syawal, otomatis bulan
Ramadhan telah pergi. Pergi meninggalkan kita, untuk kemudian datang
lagi di tahun yang akan datang. Kita tidak tahu apakah kelak akan
bertemu lagi dengan Ramadhan, atau ternyata ini adalah Ramadhan yang
terakhir. Banyak suadara kita yang sebenarnya ingin menikmati Ramadhan
tahun ini, tetapi ternyata ajal segera menjemptnya beberapa detik
sebelum memasukinya. Karenanya kita sangat bersyukur bahwa Allah swt.
telah memberikan kesempatan kepada kita bisa bertemu dengan Ramadhan
tahun ini.
Benar 1 Syawal telah tiba. Dan kita tidak serta merta gembira, karena di
saat yang sama kita harus berpisah dengan Ramadhan. Perpisahan yang
sangat mengharukan. Bayangkan selama Ramadhan kita telah mendapatkan
suasana yang dalam, di mana kita dihantarkan kepada nuansa ketaatan yang
tak terhingga. Nafsu yang selama ini diagungkan manusia, ternyata
dengan Ramadhan, nafsu ini tidak berdaya. Setan yang selama ini sangat
kuat menguasai manusia, ternyata dengan Ramadhan tersingkirkan. Kita
bisa setiap saat membaca Al Qur’an selama Ramadhan, di mana di luar
Ramadhan itu sangat sulit kita lakukan. Di malam hari kita selalu bangun
sebelum fajar dan shalat subuh berjamaah di masjid, padahal itu sangat
sedikit yang melakukannya di luar Ramadhan. Pun tangan kita terasa
ringan berinfak selama Ramadhan, sementara di luar Ramadhan itu sangat
berat dilakukan. Lebih jauh, kita bisa beri’tikaf -atau minimal selalu
di masjid sepanjang malam- terutama pada 10 malam terakhir Ramadhan, dan
kita tahu bahwa itu sangat jarang dapat kita lakukan di luar Ramadhan.
Berpisah dengan Ramadhan memang tidak dapat dibandingkan dengan
perpisahan yang lain. Berpisah dengan Ramadhan adalah perpisahan dengan
suasana ruhani yang sangat kental dan menguatkan iman. Itulah yang
membuat airmata harus menetes. Menetes bukan karena kesedihan murahan,
yang datang dari sentuhan emosional belaka. Melainkan menetes kerena
kesedihan yang memancar dari gelora iman. Menetes karena takut bila
setelah Ramadhan suasana keimanan itu melemah kembali tergerogoti
dosa-dosa. Takut kalau lidah kita ini berat kembali bertasbih dan
membaca Al Qur’an. Takut kalau malam-malam kita kembali diwarnai tawa
dan hiburan yang melalaikan. Takut kalau hati ini kembali keras dan
sulit menerima sentuhan ayat-ayat Al Qur’an. Karena itu kita berdoa,
semoga kita bisa bertemu lagi dengan Ramadhan di tahun yang akan datang.
Tapi apapun, tanggal 1 Syawal telah datang. Kita harus menerima
kenyataan. Hari Raya adalah hari kegembiraan bagi setiap yang beriman.
Gembira karena telah berhasil melepaskan dosa-dosa selama Ramadhan.
Gembira karena telah menang terhadap setan dan hawa nafsu. Karena itu
kegembiraan ini jangan disambut dengan gelora nafsu belaka. Ingat bahwa
setan seringkali masuk melalui nafsu makan. Karena itu, bila nafsu makan
dibuka, setan selalu menang menguasai manusia. Oleh sebab itu, begitu
Ramadhan pergi, pemandangan durjana seringkali begitu mudah bermunculan.
Allah swt. dalam surah An Nashr mengingatkan, bahwa kemenangan tidak
pantas disambut dengan tawa dan nafsu. Kemenangan harus disambut dengan
tasbih, tahmid, tahlil, dan istighfar. Benar kita harus menyebut
kemenagan fitri ini dengan tasbih tahmid, tahlil dan istighfar.
Dengarkan Allah berfirman: fasabbih bihamdika rabbika wastaggfir,
innahuua kaana tawwabaa.
Oleh karena itu, 1 Syawal bukan hari pembebasan sebebas-bebasnya.
Melainkan hari pertama kita mulai terjun ke medan pertarungan melawan
hawa nafsu dan setan, seteleh sebulan penuh kita berbekal iman dan
kekuatan ruhani. Karena itu kita harus menang. Kita harus kendalikan
nafsu itu ke arah yang positif, bukan malah dikendalikan nafsu ke arah
yang buruk. Kita harus bergegas dalam kebaikan-kebaikan seperti kita
dalam suasana Ramadhan. Bila kita kalah berarti perbekalan kita selama
Ramadhan tidak maksimal. Tidak sungguh – sungguh. Tidak sedikit dari
saudara-saudara kita seiman, yang langsung KO justru pada tanggal 1
Syawal. Artinya, begitu mereka masuk bulan Syawal seketika itu mereka
terperosok dalam gelimang dosa.
Nabi saw. tidak ingin kita kalah lagi. Itulah rahasia mengapa kita
disunnahkan menambah puasa lagi minimal 6 hari di antara bulan Syawal.
Nabi bersabda: bahwa siapa yang menambah puasa 6 hari di bulan Syawal,
ia akan mendapatkan pahala puasa setahun, seperti pahala puasa yang
didapat umat-umat terdahulu. Mengapa puasa Syawal? Ini suatau isyarat
bahwa kita harus terus mempertahnkan diri seperti dalam suasana
Ramadhan. Suasana di mana kita tetap dekat kepada Allah swt. Sebab
seorang yang menahan nafsunya, tidak akan didekati setan. Bila setan
menjauh maka malaikat mendekatinya. Bila malaikat mendekatinya otomatis
ia akan semakin dekat kepada Allah. Ingat bahwa seorang yang dekat
kepada Allah, ia akan mendapat keutamaan yang luar biasa: tidak saja
doa-nya mustajab, melainkan lebih dari itu ia akan dijauhkan dari rasa
sedih dan galau. Allah befirman: “alaa inna awliyaa Allahi laa khawfun
‘alaihim walaa hum yahazanuun (ketahuilah bahwa orang-orang yang dekat
kepada Allah mereka tidak akan mendapatkan rasa takut atau kekhawatiran
dan tidak akan pernah dirundung kesedihan).”
Terakhir, pada 1 Syawal kali ini marilah kita sama-sama membuka hati,
buang jauh segala penyakit dengki dan hasud di hati, bersihkan jiwa kita
dari berbagai beban penyakit, sayangi diri kita dengan meningkatkan
iman bukan dengan memanjakan diri dalam dosa-dosa. Mari kira saling
mengucapakan: Selamat hari raya, taqabbalahhu minnaa waminkum shaalihal
a’maali, wa kullu ‘aamin wa antum bikhairin (semoga Allah menerima
amal-amal baik kita, dan semoga dalam semua hari-hari sepanjang tahun
kita selalu dalam kebaikan). Amin. Wallahu a’lam bishshowab.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2008/rahasia-1-syawal/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar