Oleh : Ustadz Abu Abdillah Syahrul Fatwa as Salim*
Andaikan sedekah terbatas hanya dengan harta, tentu amalan sedekah
menjadi monopoli orang kaya saja. Namun, Islam tidak demikian. Apabila
ada syari’at yang hanya mampu dikerjakan orang tertentu, Islam akan
membuka ladang yang lain bagi yang tidak mampu.
Senyuman termasuk sedekah maknawi yang sering di anggap sepele oleh
kebanyakan orang. Memberi senyuman amatlah mudah dan ringan. Hanya
dengan membuat bibir merekah, orang yang melihat akan senang. Apakah
sebenarnya senyuman itu? Adakah rahasia dan manfaat di balik senyuman?
Temui jawabannya dalam lembaran berikut. Allohul Muwaffiq.
Apa Senyuman Itu?
“Tersenyum” dalam bahasa arab diambil dari asal kata “basama”. Ibnu
Faris berkata: “Huruf ba, sin, dan mim asalnya satu, yaitu menampakkan
bagian mulut yang depan karena sesuatu yang menyenangkan tetapi lebih
ringan dari tertawa.” [1]
Kata “basama” yaitu terbukanya dua bibir hingga terlihat gigi seri
karena tertawa tetapi tanpa suara. Ia adalah tertawa yang ringan dan
paling bagus. [2]
Senyuman adalah kebahagiaan yang tampak pada wajah sebagai petunjuk atas
apa yang tersimpan dalam hatinya karena senang dari perjumpaan atau
lainnya. [Nadhrotun Na’im: 3/812]
Macam-Macam Senyuman
Senyuman memiliki arti yang beragama, bisa menampakkan kebahagiaan,
perasaan jiwa, dan sebagainya. Secara umum, senyuman itu ada tiga macam
bentuk:
Pertama: Senyuman yang melukiskan perasaan
Yaitu senyuman yang melukiskan perasaan pribadi seseorang. Senyuman itu
timbul karena perasaan dalam diri berupa kesenangan dan kebahagian yang
meliputi relung hati. Hatinya penuh dengan kebaikan, tidak ada rasa
dengki kepada orang lain, dia tidak menginginkan dari orang lain kecuali
kebaikan. Senyuman jenis ini akan sulit sekali muncul dari orang yang
tidak memiliki kriteria seperti di atas. Sungguh kita menjumpai banyak
di antara manusia yang tidak pernah senyum sama sekali, raut wajahnya
tampak kaku dan dingin! Tidak pernah terlihat kebahagiaan, hatinya
sakit, selalu dipenuhi rasa dengki dan curiga kepada orang lain. Pintu
hatinya tertutup. Kebaikan sedikit sekali melintas dalam dirinya.
Wallahul Musta’an.
Senyuman jenis pertama ini terbagi lagi menjadi beberapa contoh:
1. Muncul dari lubuk hati karena berjumpa dengan manusia
Senyuman ini melukiskan perasaan senang ketika berjumpa dengan manusia.
Contoh konkretnya seperti yang dikatakan sahabat mulia Abdullah bin
Harits radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
“Tidaklah aku melihat seorang pun yang lebih banyak tersenyum daripada
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.” [HR.Ahmad: 4/191, at Tirmidzi
dalam Syama’il Muhammadiyah, dishohihkan Syaikh al Albani dalam
Mukhtashor Syama’il Muhammadiyyah: 194]
Hal itu dikerjakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam ketika
berada di tengah manusia karena senyuman semacam ini akan membawa
pengaruh yang kuat kepada orang yang diberi senyuman. Perasaan orang
yang diberi senyuman akan senang dan berbunga-bunga karena senyuman ini
tulus dari hati, tidak ada tendensi dan motif tertentu.
2. Muncul dari lubuk hati karena melihat sesuatu yang membuat tertawa
Senyuman ini pun muncul dari hati. Sebabnya bisa karena mendengar atau
melihat sesuatu yang lucu. Contohnya adalah kisah sahabat yang mulia
Rifa’ah al Qurozhi radhiyallahu ‘anhu tatkala menceraikan istrinya talak
tiga. Kemudian istri Rifa’ah tersebut dinikahi oleh Abdurrahman bin
Jubair. Tak lama setelah pernikahan ini, mantan istri Rifa’ah mengadu
kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa Abdurrahman bin
Jubair, suami barunya itu, tidak bisa ‘berbuat’ kepada dirinya, seperti
ujung kain yang lemas. Mendengar aduannya, Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam hanya bisa tersenyum lantas berkata: “Barangkali engkau ingin
kembali lagi kepada Rifa’ah? Tidak boleh, hingga engkau merasakan
madunya dan dia pun telah merasakan madumu.” [HR.al Bukhari 2496]
3. Menerima berita gembira
Senyuman ini biasanya diiringi dengan tangisan karena bercampurnya
perasaan senang, terharu, dan sangat bahagia dengan nikmat yang
diperoleh berupa berita gembira yang menyenangkan hati. Contohnya adalah
senyuman dan tangisan Abu Bakar tatkala mendengar berita dari
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tentang hijrah dan dirinya
terpilih sebagai teman yang mendampinginya. [HR.al Bukhari 3906]
Kedua: Senyuman kesedihan
Senyuman ini biasanya muncul ketika seseorang mendapat kesedihan atau
perkara yang membuat dirinya lemah. Dia tetap tersenyum di hadapan orang
lain untuk menyembunyikan kesedihannya. Contoh yang jelas dari jenis
senyuman ini adalah ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
memanggil Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu beserta para sahabatnya
yang tidak ikut serta perang Tabuk.Ka’ab bin Malik berkata: “Aku datang
memenuhi panggilan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, tatkala aku
tiba, aku mengucapkan salam padanya, beliau tersenyum dengan senyuman
yang menggambarkan kemarahan, beliau berkata kepadaku: “Kemarilah”, Aku
mendekat hingga aku duduk persis dihadapannya. Beliau bertanya: “Apa
yang menyebabkanmu tidak ikut serta Perang Tabuk?” [HR.al Bukhari 4667,
Muslim 2769]
Senyuman semacam ini muncul karena perasaan sedih dan kecewa terhadap orang yang dicintai atau dipercaya.
Ketiga: Senyuman yang dibuat-buat
Senyuman jenis ini bisa dibuat-buat oleh orang. Ada tendensi dan motif
tertentu dari balik senyumannya. Umumnya, senyuman ini bertujuan untuk
menolak kejelekan orang yang akan diberi senyuman, atau untuk menarik
simpati para pembeli, para pengunjung too dan sebagainya. Karena itu,
kita sering melihat para pegawai toko, swalayan atau lainnya memberikan
senyuman kepada para pengunjung dan pembeli yang akan datang ke tokonya!
Senyuman jenis ini, walaupun dibuat-buat tapi punya magnet yang sangat
kuat untuk menggaet pembeli dalam melariskan barang dagangan!
Pengaruh Senyuman Bagi Jiwa
Senyuman adalah cerminan jiwa. Pancaran hati orang yang tersenyum.
Bahagia dan sedih dapat tergambar dari senyuman. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya):
“Banyak muka pada hari itu berseri-seri, tertawa dan bergembira ria.” [QS.Abasa: 38-39]
Imam an Munawi rahimahullah berkata, “Sebagian ahli hikmah mengatakan
bahwa senyuman dan kegembiraan adalah pengaruh pancaran cahaya dalam
hati.” [3]
Kemudian, seberapa besarkah pengaruh senyuman dalam jiwa seseorang?
1. Mendatangkan rasa cinta
Tidak kita ragukan, bahwa senyuman termasuk perantara yang sangat kuat
dalam meraih rasa cinta dan perhatian orang lain. Manusia akan senang
bila melihat orang yang ramah dan selalu ceria. Dengan senyuman seorang
istri, hati seorang suami akan lunak dan bahagia. Dengan akhlak yang
baik, ramah, santun, lemah lembut dan terbuka kepada manusia, akan
membuat mereka tertarik dalam menerima kebenaran dan dakwah. Sebaliknya,
sifat keras, kaku, raut wajah yang tidak pernah gembira akan membuat
lari setiap orang yang berakal. Allah ta’ala berfirman (yang artinya):
“Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu…” [QS.Ali Imran/3:159]
Imam Ibnu Uyainah rahimahullah berkata,”Senyuman adalah magnet kuat
untuk meraih rasa cinta. Sedangkan perbuatan baik adalah sesuatu yang
mudah, berwajah ceria dan pembicaraan yang lembut.” [4]
Senyuman yang tulus dan timbul dari orang tercinta adalah kebahagiaan
bagi orang yang diberi senyuman. Senyuman itu dapat melembutkan dan
menarik perhatiannya. Cara menarik perhatian tidaklah melulu dengan
harta atau sesuatu yang bersifat material saja tetapi lebih dari itu,
yakni dengan berwajah cerita dan penuh perhatian karena bisa
menyenangkan rohani. Oleh karena itu, senyuman yang timbul dari hati
orang yang senang dan tulus akan membuat orang senang kepadanya karena
senyumannya.
Seorang yang baik berkata,”Orang yang punya senyuman akan disenangi
karena senyumannya. Tidak bisa menghilangkan sifat amarah dari orang
yang selalu bermuka masam.” [5]
2. Menyembunyikan aib
Termasuk pengaruh senyuman bagi jiwa adalah dapat menyembunyikan aib dan
kejelekan seseorang. Senyuman ini biasanya dibuat-buat untuk
menyembunyikan aib pada dirinya atau aib orang lain. Senyuman ini tidak
bisa timbul kecuali dari orang yang kuat jiwanya.
Kami hanya mencukupkan dengan dua point ini saja untuk menunjukkan
pengaruh senyuman bagi jiwa. Bagi saudara-saudaraku yang ingin
mengetahui lebih jauh lgi pengaruh senyuman bagi jiwa seseorang, bisa
langsung bertanya kepada ahlinya.
Manfaat Senyuman
1. Termasuk sedekah
Senyuman termasuk sedekah maknawi yang dapat membahagiakan orang. Jika
orang diberi sedekah harta akan senang dan bahagia, demikian pula
senyuman adalah sedekah maknawi untuk kebahagiaan hati dan jiwa. Hal ini
telah ditegaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam
sabdanya:
“Senyuman di hadapan saudaramu adalah sedekah.” [HR.at Tirmidzi 1956,
Ahmad 5/168, al Bukhari dalam al Adab al Mufrod 891, Ibnu Hibban 864,
Ibnu Adi dalam al Kamil 5/275, Syaikh al Albani menyatakan bahwa hadits
ini derajatnya hasan lighoirihi, lihat ash Shohihah 572]
2. Terjaga dari kejelekan
Senyuman punya pengaruh kuat untuk membendung kejelekan. Betapa banyak
orang yang terkenal galak dan jelek di mata masyarakat dapat menjadi
lunak bila kita bersikap santun, ramah, dan murah senyum kepadanya. Ini
bukan sifat munafik atau basa basi dalam bergaul. Justru ini adalah
metode untuk menyenangkan orang lain dengan menyembunyikan rasa benci
demi meraih kebaikan orang yang di benci. Sikap ini pula yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam tatkala
menghadapi pemuka kaum munafik, Abdullah bin Ubay bin Salul. Beliau
shalallahu ‘alaihi wasallam bermuka manis, lembut, dan santun ketika
bertemu dengannya. [Lihat HR.al Bukhari 5685, Muslim 2591]
3. Mendatangkan rasa cinta
Orang yang murah senyum, manis muka dan ramah kepada orang lain lebih
disenangi daripada orang yang selalu bermuka dan dingin. Bahkan, seorang
perjaka dapat tergila-gila dengan gadis pujaannya hanya karena sebuah
senyuman yang merekah dari bibirnya! Demikian pula seorang suami dapat
reda amarahnya bila si istri mampu bersikap tenang dan dapat menghibur
dengan senyuman. Semua ini sudah terbukti dan berhasil.
4. Mengikat tali persaudaraan
Tidak diragukan lagi, manusia selalu butuh hidup bersama. Dia tidak bisa
menyendiri di dunia ini. Jiwa yang sehat akan condong untuk memilih
teman-teman yang baik, sopan, dan manis muka daripada teman yang pemarah
dan selalu bermuka masam. Senyuman adalah salah satu daya tarik yang
dapat mengikat persaudaraan –tentunya persaudaraan yang dibangun di atas
Islam dan aqidah yang benar- dengan kokoh.
5. Menguatkan rasa kasih saying dalam rumah tangga
Kehidupan rumah tangga yang sepi dari senyuman adalah rumah tangga yang
gersang. Bayangkan kalau antara suami dan istri saling bersikap diam,
dingin, dan tidak ada kemesraan padahal keduanya selalu bertemu dan
saling membutuhkan! Kehidupan pasutri yang seperti ini ibaratnya
hubungan komandan dengan prajuritnya, sangat resmi dan tidak berbicara
kecuali butuh saja! Padahal agama kita yang mulia mengajarkan agar
seorang suami –khususnya- dapat mempergauli istrinya dengan baik. Allah
ta’ala berfirman (yang artinya):
“…Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila
kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.” [QS.an Nisa’/4:19]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan,”Yaitu perbaguslah ucapan
kalian kepada mereka, perbaiki tingkah laku dan penampilan kalian sesuai
kemampuan. Sebagaimana kalian juga menginginkan dari mereka seperti
itu, maka perbuatlah seperti itu juga. Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wasallam sangat bagus akhlaknya ketika bergaul dengan istri-istrinya.
(Beliau bersikap) sangat gembira. Beliau mencandainya istrinya, lemah
lembut, memberikan nafkah, dan membuat para istrinya tertawa.” [6]
6. Membuat awet muda
Seorang ahli kejiwaan mengatakan,”Sesungguhnya peredaran darah tatkala
marah dan sedih tidak hanya menghalangi sampainya oksigen ke otak,
tetapi lebih dari itu, akan menimbulkan ketidakseimbangan zat kimiawi
karena tidak sampainya zat-zat hormon. Sesungguhnya tertawa dan senyuman
akan menjadikan otak bebas bergerak karena kesedihan berubah menjadi
bahagia.” [7]
7. Keuntungan materi
Toko-toko yang para pegawainya bersikap lembut, ramah, dan murah senyum
akan lebih banyak di datangi para pembeli daripada toko yang
penjaga-penjaganya sering bermuka masam dan pemarah. Bahkan, di negeri
Jepang para pemilik toko mewajibkan para pegawainya untuk senantiasa
memberikan senyuman kepada para pembeli dan pengunjung yang datang
karena mereka melihat pengaruh yang sangat kuat dalam melariskan barang
dagangan. [8]
Bermuka Masam?
Bermuka masam adalah gambaran wajah yang murung ketika bertemu, sedikit
tersenyum, dan menampakkan perasaan benci. Perangai semacam ini tidaklah
muncul selain dari orang yang sombong dan keras tabitnya. Sedikit
senyum dan tidak gembira adalah sebuah sikap perendahan terhadap
manusia. Sikap merendahkan manusia bersumber dari perasaan bangga dan
sombong. Sedikit senyum, khususnya ketika bertemu dengan teman, termasuk
sikap keras dalam tabiat. Akhlak ini sangat dibenci, terlebih bagi para
pemimpin dan orang-orang yang punya keutamaan. [9]
Yang benar, hendaklah seorang muslim selalu bersikap proporsional dalam
segala sesuatu. Janganlah ia tersenyum terus-menerus sepanjang waktu
tanpa henti, baik ketika ada orang atau tidak, karena hal ini akan
menimbulkan kecurigaan orang yang melihat. Demikian pula, jangan
cemberut dan bermasam muka terus-menerus sepanjang waktu tanpa ada rasa
gembira dan bahagia. Hendaknya kita bersikap pertengahan, kapan harus
tersenyum –senang dan gembira- dan kapan kita bersikap tegas. Setiap
sikap disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.
Imam adz Dzahabi rahimahullah (Siyar A’lam an Nubala 10/140) berkata,
“Adapun tersenyum dan berwajah manis adalah lebih bagus dari tertaewa.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Senyumanmu di hadapan saudaramu
adalah sedekah.” Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata,”Tidaklah
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam melihatku melainkan (beliau
dalam keadaan) tersenyum.” Ini adalah akhlak Islam. Derajat yang paling
tinggi adalah orang yang menangis pada waktu malam dan murah senyum pada
siang hari. Namun perlu diperhatikan, bagi yang sering tertawa dan
tersenyum hendaknya untuk menguranginya (karena bisa) mencela dirinya
sendiri dan agar jiwanya tidak menjadi mati. Dan bagi yang sering
bermuka masam selayaknya untuk tersenyum, membaguskan akhlaknya dan
mencela dirinya sendiri karena kejelekan akhlaknya. Segala sesuatu yang
keluar dari garis keseimbangan adalah tercela. Jiwa itu perlu dilatih
dan dibiasakan.” [10]
Potret Akhlak Teladan Kita
1. Abu Tholhah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu hari Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam datang dalam keadaan gembira, ada yang bertanya: “Wahai
Rasulullah, kami melihat raut wajahmu dalam keadaan senang, belum
pernah kami meliha sebelumnya.” Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Benar, tadi malaikat datang menemuiku seraya berkata: Wahai
Muhammad, sesungguhnya Rabbmu berkata kepadamu,”Tidakkah engkau ridho
bahwasanya tidak seorang pun dari umatmu yang bersholawat untukmu
melainkan Aku akan bershalawat atasnya sepuluh kali lipat, dan tidaklah
seorang pun dari umatmu yang mengucapkan salam kepadanya melainkan Aku
akan mengucapkan salam untuknya sepuluh kali.” Aku (Nabi shalallahu
‘alaihi wasallam) menjawab,”Tentu.” [HR.Nasa’i 1283, Ahmad 3/332, ad
Darimi 2773. Hadits ini dinyatakan hasan oleh Syaikh al Albani dalam at
Ta’liq ar Roghib 2/29]
2. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ada seseorang datang
menemui Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam secara berkata, ‘Aku telah
binasa wahai Rasulullah, aku mengumpuli istriku pada siang hari bulan
Ramadhan!!’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab. ‘Engkau harus
memerdekakan budak.’ Orang tadi kembali berkata, ‘Aku tidak mampu.’ Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam berkata lagi, “Kalau begitu, puasalah dua
bulan berturut-turut.’ Orang tadi kembali berkata lagi, ‘Aku tidak
mampu.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kalau begitu,
berilah makan enam puluh orang fakir miskin.’ Orang itu kembali berkata,
‘Wahai Rasulullah, saya tidak mempunyai apa pun.’ Maka orang tadi
diberi sekantung kurma, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berkata,
‘Bersedekahlah dengan kurma.’ Orang tadi menjawab, ‘Wahai Rasulullah,
siapakah yang lebih miskin dari kami, tidak ada satu keluarga pun yang
lebih miskin dari kami.’ Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam tertawa
hingga terlihat gigi gerahamnya, lantas berkata: ‘Kalau begitu, ambillah
sedekah itu untukmu!!” [HR.al Bukhari 6087, Muslim 1111]
3. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Aku pernah berjalan
bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, beliau memakai baju
besar buatan Najran sangat tebal. Lalu ada seorang Arab badui menemui
beliau, lantas dengan sangat keras Arab badui tersebut menarik baju
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam sampai aku melihat putih
pundaknya beliau. Ada bekas yang sangat nyata sebab tarikan tadi. Orang
badui itu berkata, ‘Wahai Muhammad, berikanlah harta Allah yang ada
padamu!’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menoleh lantas beliau tertawa,
dan beliau memerintahkan kepada para Sahabat agar orang tadi dipenuhi
hajatnya.” [HR.al Bukhari 6088, Muslim 1057]
Demikianlah akhir pembahasan senyuman kali ini. Semoga penjelasan di
atas dapat mencairkan hati yang keras, menggugah jiwa dan perasaan yang
selama ini tertutupi oleh sifat dan akhlak yang tercela. Allohu A’lam.
Note :
[1] Mu’jam Maqoyis Lughoh karya Ibnu Faris hal.117
[2] Mu’jam al Washith: 1/57
[3] Tahzib al Akhlaq al Jahizh hal.72
[4] Ibid
[5] Majma’ Ahkam Amtsal hal.215, Ibtasim karya Abdul Hamid al Bilali hal.15
[6] Tafsir Ibnu Katsir: 2/242
[7] Ibtasim hal.41
[8] Ibid hal.28
[9] Tahzib al Akhlaq karya al Jahizh hal.72
[10] Bahkan Imam an Nawawi menegaskan dalam Syarah Shohih Muslim: 3/40
bahwa tersenyum dianjurkan, bukan termasuk perkara yang mengurangi
muru’ah. [al Muru’ah karya Masyhur Hasan Salman hal.115]
Sumber:
Diketik ulang dari Majalah al Furqon Edisi 10 Thn.XIII, Jumadil Ula 1430/Mei 2009, Hal.44-47,53.
Dipublikasikan kembali oleh : http://alqiyamah.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar