Menjaga Shalat Malam
Inilah penyakit yang diderita oleh kaum muslimin setelah Ramadhan.
Ketika Ramadhan masjid terlihat penuh pada saat qiyamul lail (shalat
tarawih). Namun coba kita saksikan setelah Ramadhan, amalan shalat malam
ini seakan-akan hilang begitu saja. Orang-orang lebih senang tidur
nyenyak di malam hari hingga shubuh atau pagi tiba, dibanding bangun
untuk mengambil air wudhu dan mengerjakan shalat malam. Seolah-olah
amalan shalat malam ini hanya ada pada bulan Ramadhan saja yaitu ketika
melaksanakan shalat tarawih. Seharusnya jika dia betul-betul menjalankan
ibadah shalat tarawih dengan baik pasti akan membuahkan kebaikan
selanjutnya.
Sebagian salaf mengatakan,
إِنَّ مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةَ بَعْدَهَا، وَإِنَّ مِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةَ بَعْدَهَا
“Sesungguhnya di antara balasan amalan kebaikan adalah kebaikan
selanjutnya. Dan di antara balasan dari amalan kejelekan adalah
kejelekan selanjutnya.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir
pada tafsir surat Al Lail)
Namun, ibadah shalat malam ini mungkin hanya ibadah musiman saja yaitu
dilaksanakan hanya di bulan Ramadhan. Padahal keutamaan shalat malam ini
amatlah banyak, di antaranya:
[1] Shalat malam adalah sebaik-baik shalat setelah shalat wajib. Dari
Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ
وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah
–Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat
malam.” (HR. Muslim no. 1163)
[2] Orang yang melakukan shalat malam dijamin masuk surga dan selamat
dari adzab neraka. Dari Abdullah bin Salam radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا أَيُّهَا اَلنَّاسُ! أَفْشُوا اَلسَّلَام, وَصِلُوا اَلْأَرْحَامَ,
وَأَطْعِمُوا اَلطَّعَامَ, وَصَلُّوا بِاللَّيْلِ وَالنَّاسُ نِيَامٌ,
تَدْخُلُوا اَلْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
“Wahai manusia! Sebarkanlah salam, jalinlah tali silturahmi (dengan
kerabat), berilah makan (kepada istri dan kepada orang miskin),
shalatlah di waktu malam sedangkan manusia yang lain sedang tidur, tentu
kalian akan masuk ke dalam surga dengan penuh keselamatan.” (HR.
Tirmidzi no. 2485 dan Ibnu Majah no. 1334. Syaikh Al Albani dalam As
Silsilah Ash Shohihah no. 569 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
[3] Orang yang melakukan shalat malam akan dicatat sebagai orang yang berdzikir kepada Allah
Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا اسْتَيْقَظَ الرَّجُلُ مِنَ اللَّيْلِ وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ
فَصَلَّيَا رَكْعَتَيْنِ كُتِبَا مِنَ الذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا
وَالذَّاكِرَاتِ
“Apabila seseorang bangun di waktu malam, lalu dia membangunkan
istrinya, kemudian keduanya mengerjakan shalat dua raka’at, maka
keduanya akan dicatat sebagai pria dan wanita yang banyak berdzikir pada
Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 1335. Syaikh Al Albani mengatakan dalam
Shohih wa Dho’if Sunan Ibnu Majah bahwa hadits ini shohih). Hadits ini
menunjukkan bahwa suami istri dianjurkan untuk shalat malam berjama’ah.
[4] Orang yang bangun di malam hari kemudian berwudhu dan melakukan shalat malam, dia akan bersemangat di pagi harinya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَقِدَ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ
ثَلاَثَ عُقَدٍ ، يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ
فَارْقُدْ ، فَإِنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ اللَّهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ،
فَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ
فَأَصْبَحَ نَشِيطًا طَيِّبَ النَّفْسِ ، وَإِلاَّ أَصْبَحَ خَبِيثَ
النَّفْسِ كَسْلاَنَ
“Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah
seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan
mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!” Jika dia bangun lalu
berdzikir pada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu,
lepas lagi satu ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan sholat, lepaslah
ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika
tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR.
Bukhari no. 1142 dan Muslim no. 776)
Sangat disayangkan sekali, sebagian orang lebih memilih tidur pulas di
malam hari daripada bangun shalat malam. Inilah orang-orang yang
mendapat celaan yaitu akan dikencingi setan sebagaimana disebutkan dalam
hadits berikut ini.
Dari Abu Wa’il, dari Abdullah, beliau berkata, “Ada yang mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa terdapat seseorang yang tidur malam hingga shubuh
(maksudnya tidak bangun malam, pen). Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam lantas mengatakan,
« ذَلِكَ الشَّيْطَانُ بَالَ فِى أُذُنَيْهِ ».
“Demikianlah setan telah mengincingi kedua telinganya.” (HR. An Nasa’i
no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1330. Syaikh Al Albani dalam Shohih At
Targib wa At Tarhib no. 640 mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Hendaklah kita merutinkan amalan shalat malam ini di luar ramadhan
sebagaimana kita rajin mengerjakannya di bulan Ramadhan. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang yang dulu gemar shalat
malam, namun sekarang dia meninggalkannya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,
« يَا عَبْدَ اللَّهِ ، لاَ تَكُنْ مِثْلَ فُلاَنٍ ، كَانَ يَقُومُ اللَّيْلَ فَتَرَكَ قِيَامَ اللَّيْلِ »
“Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si A. Dulu dia biasa
mengerjakan shalat malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”
(HR. Bukhari no. 1152)
Sebaik-baik orang adalah yang mau mengerjakan shalat malam jika tidak
berhalangan karena kecapekan atau ingin mengulang pelajaran sebagaimana
Abu Hurairah.
نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ ، لَوْ كَانَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ
“Sebaik-baik orang adalah Abdullah bin Umar, seandainya dia biasa
mengerjakan shalat malam.” (HR. Bukhari no. 1122 dan Muslim no. 2479)
Padahal shalat malam itu mudah dikerjakan, bisa dengan hanya mengerjakan
shalat tahajud 2 raka’at dan ditutup witir 1 raka’at, namun sebagian
orang enggan mengerjakan shalat yang utama ini.
Amalan yang Kontinu (Ajeg), Amalan yang Paling Dicintai
Kalau memang kita gemar melakukan shalat malam atau amalan sunnah yang
lainnya, maka hendaklah amalan-amalan tersebut tetap dijaga. Kalau biasa
mengerjakan shalat malam 3 raka’at dan dilakukan terus menerus
(walaupun jumlah raka’at yang dikerjakan sedikit), maka itu masih
mending daripada tidak shalat malam sama sekali. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
اكْلَفُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَ يَمَلُّ
حَتَّى تَمَلُّوا وَإِنَّ أَحَبَّ الْعَمَلِ إِلَى اللَّهِ أَدْوَمُهُ
وَإِنْ قَلَّ
“Bebanilah diri kalian dengan amal sesuai dengan kemampuan kalian.
Karena Allah tidaklah bosan sampai kalian merasa bosan. (Ketahuilah
bahwa) amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah amalan yang kontinu
(ajeg) walaupun sedikit.” (HR. Abu Daud, An Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu
Khuzaimah. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 1228 mengatakan
hadits ini shohih)
Ingatlah bahwa rajin ibadah bukanlah hanya di bulan Ramadhan saja. Ulama
salaf pernah ditanya tentang sebagian orang yang rajin beribadah di
bulan Ramadhan, namun jika bulan suci itu berlalu mereka pun
meninggalkan ibadah-ibadah tersebut. Dia pun menjawab,
بِئْسَ القَوْمُ لاَ يَعْرِفُوْنَ اللهَ حَقًّا إِلاَّ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ
“Alangkah buruknya tingkah mereka; mereka tidak mengenal Allah melainkan hanya di bulan Ramadhan!” (Lihat Latho’if Ma’arif, 244)
Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengingatmu di waktu
sempit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَعَرَّفْ إِلَي اللهِ فِى الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِى الشِّدَّةِ
“Kenalilah Allah di waktu lapang, niscaya Allah akan mengenalimu ketika
susah.” (HR. Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Al Jami’ Ash
Shogir mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Bid’ah di Bulan Syawal
Ada beberapa bid’ah yang sebaiknya dijauhi oleh setiap muslim di bulan Syawal:
[1] Beranggapan sial jika menikah pada bulan Syawal
Mungkin bid’ah semacam ini jarang terjadi di tempat kita. Malah
kebanyakan kaum muslimin di negeri ini melaksanakan hajatan nikah ketika
Syawal karena pada saat itu adalah waktu semua kerabat berkumpul
berlebaran.
Namun, inilah bid’ah yang terjadi di masa silam dulu (masa jahiliyah).
Mereka enggan melaksanakan hajatan nikahan ketika bulan Syawal. Itulah
i’tiqod (keyakinan) mereka. Sedangkan di negeri kita, bukan bulan Syawal
yang dianggap sial, tetapi bulan Suro (Muharram). Kedua anggapan ini
adalah anggapan yang salah. Mengenai anggapan sial nikah di bulan
Syawal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri telah membantah hal
ini. Sebagaimana terdapat riwayat dalam Sunan Ibnu Majah (haditsnya
dishohihkan oleh Syaikh Al Albani) bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menikahi ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pada bulan Syawal dan
keluarga beliau tetap harmonis.
Menganggap bulan Suro atau bulan Syawal sebagai bulan sial untuk
melaksanakan beberapa hajatan adalah anggapan yang terlarang dalam agama
ini. Beranggapan sial dengan bulan atau waktu sama saja dengan
mencelanya. Dan mencela waktu itu sama saja dengan mencela yang
menciptakan waktu yaitu Allah Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ
“Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, ‘Aku disakiti oleh anak Adam. Dia
mencela waktu, padahal Aku adalah (pengatur) waktu, Akulah yang
membolak-balikkan malam dan siang.” (HR. Muslim no. 6000)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga telah menyatakan bahwa
beranggapan sial seperti ini termasuk kesyirikan. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
« الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ». ثَلاَثًا « وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ »
“Beranggapan sial termasuk kesyirikan, beranggapan sial termasuk
kesyirikan. (Beliau menyebutnya tiga kali, lalu beliau bersabda), tidak
ada di antara kita yang selamat dari beranggapan sial. Menghilangkan
anggapan sial tersebut adalah dengan tawakkal (pada Allah).” (HR. Abu
Daud no. 3912. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash
Shohihah no. 429. Lihat penjelasan hadits ini dalam Al Qoulul Mufid –
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah)
[2] ‘Idul Abror (‘Ied pada tanggal 8 Syawal)
Ini adalah bid’ah yang terjadi di beberapa daerah di negeri kita. Entah namanya apa, tetapi maksud dari acara tersebut itu sama.
Sebelumnya mereka melaksanakan puasa di bulan Ramadhan. Lalu mereka
berbuka (tidak berpuasa) pada tanggal 1 Syawal. Setelah itu –mulai
tanggal 2 Syawal-, mereka melaksanakan puasa enam hari di bulan Syawal.
Lalu pada hari kedelepan dari bulan Syawal, mereka merayakan ‘ied (yang
di kalangan Arab dikenal dengan ‘Idul Abror).
Abror di sini bermakna orang baik lawan dari orang fajir yang gemar
berbuat maksiat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membantah perayaan ied
semacam ini dengan mengatakan,
“Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang
disyari’atkan (yaitu idul fithri dan idul adha, pen) seperti perayaan
pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebutkan dengan
malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8
Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal
-yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan Idul Abror-;
ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat
yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah
melaksanakannya.” (Majmu’ Fatawa, 25/298)
Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Adapun perayaan hari ke-8 Syawal,
maka itu bukanlah ‘ied (yang disyari’atkan). Ini bukanlah ‘ied bagi
abror (orang sholih/baik) atau pun orang fajir (yang gemar bermaksiat).
Tidak boleh bagi seorang pun meyakini perayaan ini sebagai ‘ied.
Janganlah membuat ‘ied yang baru selain ‘ied yang sudah ada dalam agama
ini (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha).” (Al Ikhtiyarot Al Fiqhiyyah,
199)
Demikian pembahasan seputar amalan yang sebaiknya dilakukan setelah
Ramadhan dan perkara yang sebaiknya dijauhi oleh setiap muslim. Semoga
kita termasuk orang yang selalu mendapat taufik Allah dan dimudahkan
untuk istiqomah dalam agama ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum muslimin. Semoga Allah selalu
memberikan ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyib, dan menjadikan
amalan kita diterima di sisi-Nya. Innahu sami’un qoriibum mujibud
da’awaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa
shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Selesai disusun di Panggang, Gunung Kidul
Menjelang waktu zawal, 4 Syawal 1429 H (bertepatan dengan 4 Oktober 2008)
***
Disusun oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
Dimuroja’ah oleh: Ustadz Aris Munandar
Artikel www.muslim.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar