Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya
kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela
adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karena itu di
antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang
notabene merupakan konsekuensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan
Ilahi, dan pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat
kematian. Janganlah ada yang menyangka bahwa pendek angan-angan akan
menghambat pemakmuran dunia. Persoalannya tidak demikian, bahkan
memakmurkan dunia disertai pendek angan-angan justeru akan lebih dekat
kepada ibadah, jika bukan ibadah yang murni.
Rasulullah saw bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (HR Tirmidzi)
Persiapan
untuk menghadapi sesuatu tidak akan terwujud kecuali dengan selalu
mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam
hati tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mendangarkan hal-hal yang
mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal
itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk
menyambut kehidupan setelah kematian telah dekat masanya sementara umur
yang tersisa sangat sedikit dan manusiapun melalaikannya.
اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ
“Telah
dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka
berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS Al-Anbiya 1)
Orang
yang tenggelam dengan dunia, gandrung kepada tipu-dayanya dan mencintai
syahwatnya tak ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat
kematian; ia tidak mengingatnya bahkan apabila diingatkan ia tak suka
dan menghindarinya. Mereka itulah yang disebutkan Allah di dalam
firman-Nya:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ
فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ
وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah,
"Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya
kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada
(Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-Jumu’ah 8)
Kemudian manusia ada yang tenggelam ke dalam dunia, ada pula yang bertaubat dan ada pula yang arif.
Pertama:
adapun orang yang tenggelam ke dalam dunia, ia tidak mengingat kematian
sama sekali. Jika diingatkan ia mengingat semata-mata untuk menyesali
dunianya dan sibuk mencelanya. Baginya, mengingat kematian hanya membuat
dirinya semakin jauh dari Allah.
Kedua: Adapun orang yang
bertaubat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut
dan khawatir pada hatinya lalu ia menyempurnakan taubat dan
kadang-kadang tidak menyukai kematian karena takut disergap sebelum
terwujud kesempurnaan taubat dan memperbaiki bekal. Dalam hal ini ia
dimaafkan dan tidak tergolong ke dalam sabda Nabi saw:
مَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah membenci pertemuan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena
sesungguhnya ia tidak membenci kematian dan perjumpaan dengan Allah,
tetapi hanya takut tidak dapat berjumpa dengan Allah karena berbagai
kekurangan dan keteledorannya. Ia seperti orang yang memperlambat
pertemuan dengan kekasihnya karena sibuk mempersiapkan diri untuk
menemuinya dalam keadaan yang diridhainya sehingga tidak dianggap
membenci pertemuan. Sebagai buktinya ia selalu siap untuk menemuinya dan
tidak ada kesibukan selainnya. Jika tidak demikian maka ia termasuk
orang yang tenggelam ke dalam dunia.
Ketiga: Sedangkan orang yang
‘arif, ia selalu ingat kematian karena kematian adalah janji
pertemuannya dengan kekasihnya. Pecinta tidak akan pernah lupa sama
sekali akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Pada ghalibnya orang ini
menganggap lambat datangnya kematian dan mencintai kedatangannya untuk
membebaskan diri dari kampung orang-orang yang bermaksiat dan segera
berpindah ke sisi Tuhan alam semesta. Sebagaimana diriwayatkan dari
Hudzaifah bahwa ketika menghadapi kematian, ia berkata:
“Kekasih
datang dalam kemiskinan, semoga tidak berbahagia orang yang menyesal. Ya
Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan lebih aku cintai dari
kekayaan, sakit lebih aku cintai dari kesehatan, dan kematian lebih aku
cintai dari kehidupan, maka permudahlah kematian atas diriku agar segera
dapat berjumpa dengan-Mu”
Jadi, orang yang bertaubat dimaafkan
dari sikap tidak menyukai kematian sedangkan orang yang ‘arif dimaafkan
dari tindakan mencintai dan mengharapkan kematian. Tingkatan yang lebih
tinggi dari keduanya ialah orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah
sehingga ia tidak memilih kematian atau kehidupan untuk dirinya. Apa
yang paling dicintai adalah apa yang paling dicintai kekasihnya. Orang
ini melalui cinta dan wala’ yang mendalam berhasil mencapai maqam taslim
dan ridha, yang merupakan puncak tujuan. Tetapi bagaimanapun, mengingat
kematian tetap memberikan pahala dan keutamaan. Karena orang yang
tenggelam ke dalam dunia juga bisa memanfaatkan dzikrul maut untuk
mengambil jarak dari dunia sebab dzikrul maut itu membuat dirinya kurang
berselera kepada kehidupan dunia dan mengeruhkan kemurnian
kelezatannya. Setiap hal yang dapat mengeruhkan kelezatan dan syahwat
manusia adalah termasuk sebab keselamatan. Rasulullah saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur berbagai kelezatan, yaitu kematian.”
(HR Tirmidzi, Nasaa’I dan Ibnu Majah)
Artinya,
kurangilah berbagai kelezatan dengan mengingat kematian sehingga
kegandrungan kamu kepada berbagai kelezatanterputus lalu kamu
berkonsentrasi kepada Allah, karena mengingat kematian dapat
menghindarkan diri dari kampung tipudaya dan menggiatkan persiapan untuk
kehidupan akhirat, sedangkan lalai akan kematian mangakibatkan
tenggelam dalam syahwat dunia, sabda Nabi saw:
تحفة المؤمن الموت
“Hadiah orang mu’min adalah kematian.” (HR Thabrani dan al-Hakim)
Nabi
saw menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab
ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya,
menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian
baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut
merupakan hadiah bagi dirinya. Nabi saw bersabda:
الموت كفارة لكل مسلم
“Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.” (HR al-Baihaqi)
Yang
dimaksudnya adalah orang muslim sejati yang orang-orang muslim lainnya
selamat dari gangguan lidah dan tangannya, yang merealisasikan akhlaq
orang-orang mu’min, tidak terkotori oleh berbagai kemaksiatan kecuali
beberapa dosa kecil, sebab kematian akan membersihkannya dari dosa-dosa
kecil tersebut setelah ia menjauhi dosa-dosa besar dan menunaikan
berbagai kewajiban. Sebagian kaum bijak bestari menulis surat kepada
salah seorang kawannya:
“Wahai saudaraku hati-hatilah terhadap
kematian di kampung ini sebelum kamu berada di sebuah kampung di mana
kamu berharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.”
Sumber : http://www.eramuslim.com/suara-langit/kehidupan-sejati/mengingat-kematian.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar