Terapi Hati Menyelamatkan Iman dan Jiwa dari Kemelut Kemiskinan
“Ya
Allah, hidupkanlah aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai
orang miskin, dan bangkitkanlah aku kelak di hari kiamat bersama
kelompok orang-orang miskin pula.” (Doa Baginda Rasulullah Saw.)
Ungguh sama sekali tidak ringan hidup sebagai orang miskin. Perut
kelaparan, tubuh kepanasan dan kedinginan, bahkan jika turun hujan bisa
menggigil kebasahan. Sementara kala mata melirik ke sekitar, masya
Allah, jubelan gedung-gedung pencakar langit, mobil-mobil mengkilap,
orang-orang perlente, amat sangat nikmat sekali!
Diri menjadi sangat tak berharga. Tak ada yang mau mendengar dan
memperhatikan napas berat dan omongan kita. Justru yang ramai hanyalah
cemooh atau (minimal) pandangan jijik seolah-olah kita adalah najis
penuh lalat dan ulat yang harus dijauhi.
Tapi, begitulah roda kehidupan yang harus dijalani. Tak jarang, di
antara mereka yang miskin, tak mampu menahan godaan lapar, dingin, atau
panas, sehingga rela mengorbankan iman dan akidahnya. Sebagian lain,
menggadaikan harkat dan jiwanya di lembah-lembah prostitusi. Ya, semua
lahir dan menjadi kenyataan atas nama keterdesakan ekonomi.
Hidup dalam kemiskinan berhasil mengatasi kesempitan hidup tersebut
selalu dalam senyum Islam, iman, dan jiwa yang bermartabat. Buku ini
merangsang setiap muslim/muslimah yang berada dalam garis kemelaratan
untuk berjuang secara Qur'ani dan Nabawi agar bisa menyelamatkan
keindahan iman dan kekuatan jiwa-nya.
Dan, sungguh Maha Adil Allah Swt., berita gembira yang harus Anda
ketahui sejak dini adalah bahwa ternyata orang miskin kelak jauh lebih
banyak jumlahnya di dalam surga dibandingkan jumlah orang kaya.
Optimislah, bahwa Anda sangat berpeluang besar untuk terbang ke surga
dengan sayap-sayap sabar menghadapi kemelut kemiskinan.…
Sumber : http://divapress-online.com/index.php/buku/detail/261
SALAH PAHAMKAH TERHADAP DO`A NABI SAW?
Diantara sekian banyak do'a-do'a yang Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan kepada umatnya adalah do'a dibawah ini:
"Allahumma ahyinii miskiinan, wa amitnii miskiinan, wahsyurnii fii jumratil masaakiin". "Artinya : Ya
Allah ! Hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, dan matikanlah aku
dalam keadaan miskin, dan kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam
rombongan orang-orang miskin".
Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah (no. 4126) dan lain-lain.
Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini derajatnya : hasan. [Lihat
pembahasannya di kitab beliau : Irwaul Ghalil (no. 861) dan Silsilah
Shahihah (no. 308)]
Setelah kita mengetahui bahwa hadits ini sah datangnya dari Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam, maka sekarang perlu kita mengetahui apa
maksud sebutan miskin dalam lafadz do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam di atas. Yang sangat saya sesalkan diantara saudara-saudara
kita (tanpa memeriksa lagi keterangan Ulama-ulama kita tentang syarah
hadits ini khususnya tentang gharibul hadits) telah memahami bahwa
miskin di sini dalam arti yang biasa kita kenal yaitu : Orang-orang
yang tidak berkecukupan di dalam hidupnya atau orang-orang yang
kekurangan harta. Dengan arti yang demikian maka timbulah kesalah
pahaman di kalangan umat terhadap do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam di atas, akibatnya :
[1]. Do'a ini tidak ada seorang muslimin pun yang berani
mengamalkannya, atau paling tidak sangat jarang sekali, lantaran
menurut tabi'atnya manusia itu tidak mau dengan sengaja menjadi
miskin.
[2]. Akan timbul pertanyaan : Mengapa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam menyuruh umatnya menjadi miskin? Bukankah di dalam
Islam ada hukum zakat yang justru salah satu faedahnya ialah untuk
memerangi kemiskinan? Dapatkah hukum zakat itu terlaksana kalau kita
semua menjadi miskin ? Dapatkah kita berjuang dengan harta-harta kita
sebagaimana yang Allah Subhanahu wa ta'ala perintahkan kalau kita
hidup dalam kemiskinan?. Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa
ta'ala dari berburuk sangka kepada Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wa
sallam.
[3]. Ada jalan bagi musuh-musuh Islam untuk mengatakan : “Bahwa
Islam adalah musuh kekayaan !?” Padahal yang betul maksud miskin di
dalam do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ini ialah : "Orang yang
khusyu dan mutawaadli (orang yang tunduk dan merendahkan diri kepada
Allah Subhanahu wa ta'ala)".
Sebagaimana hal ini telah diterangkan oleh Ulama-ulama kita :
[1]. Imam Ibnul Atsir di kitabnya An-Nihaayah fi Gharibil Hadits (2/385) mengatakan :
"Ya Allah hidupkanlah aku dalam keadaan miskin..."
Yang
dikehendaki dengannya (dengan miskin tersebut) ialah : tawadlu' dan
khusyu', dan supaya tidak menjadi orang-orang yang sombong dan
takabur.
[2]. Di kitab kamus Lisanul Arab (2/176) oleh Ibnu Mandzur
diterangkan, asal arti miskin di dalam lughah/bahasa ialah =
al-khaadi' (orang yang tunduk), dan asal arti faqir ialah : Orang yang
butuh. Lantaran itu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berdo'a :
"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan miskin .....
Yang dikehendaki ialah : tawadlu' dan khusyu'. dan supaya tidak
menjadi orang-orang yang sombong dan takabur. Artinya : Aku
merendahkan diriku kepada Mu wahai Rabb dalam keadaan berhina diri,
tidak dengan sombong. Dan bukanlah yang dikehendaki dengan miskin di
sini adalah faqir yang butuh (harta)."
[3]. Imam Baihaqi mengatakan :
"Menurutku bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
tidaklah meminta keadaan miskin yang maknanya kekurangan tetapi beliau
meminta miskin yang maknanya tunduk dan merendahkan diri (khusyu' dan
tawadlu')." [Lihat kitab : Sunatul Kubra al-Baihaqi 7/12-13 dan Taklhisul-Habir 3/109 No. 1415 oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar]
[4]. Demikian juga maknanya telah diterangkan oleh al-Imam
Ghazali di kitabnya yang mashur Al-Ihya' (4/193). [Baca juga syarah
Ihya' (9/272) oleh Imam Az-Zubaidy]
[5]. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan :
"Hidupkanlah aku" dalam keadaan khusyu' dan tawadlu'." [Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyah 18/382 bagian kitab hadits]
Beliau juga mengatakan (hal. 326) :
".... bukanlah yang dikehendaki dengan miskin (di hadits ini) tidak mempunyai harta ..."
[6]. Imam Qutaibi juga mengatakan khusyu' dan tawadlu' [Ta'liq
Sunan Ibnu Majah (no. 4126) oleh Ustadz Muhammad Fuad Abdul Baqi]
Kemudian periksalah kitab-kitab dibawah ini :
[7]. Tuhfatul Ahwadzi Syarah Tirmidzi (7/19-20 No. 2457) oleh Imam Al-Mubaarakfuri.
[8]. Faidhul Qadir Syarah Jami'us Shaghir (2/102) oleh Imam Manawi.
[9]. Al-Majmu' Syarah Muhadzdzab (6/141-142) oleh Imam Nawawi.
[10]. Shahih Jami'us Shaghir (no. 1271) oleh Al-Albani.
[11]. Maqaashidul Hasanah (no. 166) oleh Imam As-Sakhawi.
Setelah kita mengetahui keterangan ulama-ulama kita tentang maksud
miskin dalam do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam di atas baik
secara lughah/bahasa meupun maknanya, maka hadits tersebut artinya
menjadi :
"Ya Allah, hidupkanlah aku dalam keadaan khusyu' dan
tawadlu', dan matikanlah aku dalam keadaan khusyu' dan tawadlu', dan
kumpulkanlah aku (pada hari kiamat) dalam rombongan orang-orang yang
khusyu' dan tawadlu".
Rasanya kurang lengkap kalau di dalam risalah ini (sebagai penguat
keterangan di atas) saya tidak menerangkan dua masalah yang perlu
diketahui oleh saudara-saudara kaum muslimin.
Pertama : Bahwa Islam adalah agama yang memerangi atau
memberantas kefakiran dan kemsikinan di kalangan masyarakat. Hal ini
dengan jelas dapat kita ketahui.
[1]. Di dalam Islam tedapat hukum zakat (satu pengaturan
ekonomi yang tidak terdapat pada agama-agama yang lain kecuali Islam).
Sedangkan yang berhak menerima bagian zakat di antaranya orang-orang
yang fakir dan miskin (At-Taubah : 60).
Kalau saja zakat ini dijalankan sesuai dengan apa yang Allah Subhanahu
wa ta'ala perintahkan dan menurut sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, niscaya tidak sedikit mereka yang tadinya hidup dalam
kemiskinan -setelah menerima bagian zakatnya- akan berubah
kehidupannya bahkan tidak mustahil kalau di kemudian hari merekalah
yang akan mengeluarkan zakat. Allah Subhanahu wa ta'ala telah
berfirman :
"Artinya : Agar supaya harta itu tidak beredar di antara orang-orang yang kaya saja dari kamu". [Al-Hasyr : 7]
[2]. Islam memerintahkan memperhatikan keluarga (ahli waris)
yang akan ditinggalkan, supaya mereka jangan sampai hidup melarat yang
menadahkan tangan kepada manusia. Kita perhatikan sabda Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Artinya : Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli warismu
dalam keadaan kaya (cukup) lebih baik dari pada engkau tinggalkan
mereka hidup melarat/miskin yang menadahkan tangan-tangan mereka
kepada manusia (meminta-minta)". [Hadits Riwayat Bukhari 3/186 dan Muslim 5/71 dan lain-lain]
[3]. Bahkan Islam mencela kalau ada seorang mukmin yang hidup
dalam keadaan cukup sedangkan tetangganya kelaparan dan dia tidak
membantunya, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Bukanlah orang yang mukmin itu yang (hidup) kenyang, sedangkan tetangganya (hidup) lapar di sebelahnya". [Hadits Shahih Riwayat Bukhari di kitabnya Adabul Mufrad, dan lain-lain]
Maksudnya : Tidaklah sempurna keimanan seorang muslim itu apabila ia
makan dengan kenyang sedangkan tetangganya di sebelahnya kelaparan
(kalau hal ini ia ketahui dan ia tidak membantunya dengan memberi
makan kepada tetangganya).
[4]. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam memohon perlindungan
kepada Allah Subhanahu wa ta'ala dari hidup dalam kefakiran dan
kelaparan. "Artinya : Dari Aisyah (ia berkata) :
"Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam biasa
berdo'a dengan do'a-doa ini : Allahumma dan seterusnya.. Ya Allah,
sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah neraka dan
azab neraka, dan dari fitnah kubur dan azab kubur, dan dari kejahatan
fitnah (cobaan) kekayaan, dan dari kejahatan fitnah (cobaan)
kefakiran ...." [Shahih Riwayat Bukhari (7/159, 161). Muslim
(8/75 dan ini lafadznya), Abu Dawud (no. 1543), Ibnu Majah (no. 3838),
Ahmad (6/57, 207), Tirmidzi, Nasa'i, Hakim (1/541) dan Baihaqi
(7/12).]
Kemudian Hadits Abi Hurairah :
"Artinya : Bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berdo'a : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan
kepada-Mu dari kefakiran, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari
kekurangan dan kehinaan, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari
menganiaya atau dianiaya". [Shahih Riwayat Abu Dawud (no. 1544), Ahmad (2/305,325). Nasa'i, Ibnu Hibban (no. 2443). Baihaqi (7/12)]
"Artinya : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam berdo'a : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan
kepada-Mu dari kelaparan, karena sesungguhnya keleparan itu
seburuk-buruk teman berbaring, dan aku memohon perlindungan kepada-Mu
dari khianat, karena sesungguhnya khianat itu seburuk-buruk teman". [Shahih Riwayat Abu Dawud (no. 1547). Nasa'i dan Ibnu Majah (no. 3354).]
Hadits Abi Bakrah Nufai' bin Haarits : Sesungguhnya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan do'a ini di akhir salat:
"Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekafiran dan kefakiran dan azab kubur". [Hadits Shahih atas syarat Muslim di keluarkan oleh Imam Ahmad bin Hambal (5/36,39 dan 44) dan Nasa'i]
Hadits Anas bin Malik : Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengucapkan dalam do'anya :
"Artinya : ....Dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kefakiran/miskin dan kekafiran ......". [Hadits Shahih atas syarat Bukhari, dikeluarkan oleh Imam Hakim (1/530). dan Imam Ibnu Hibban (no. 2446).]
Kedua : Islam tidak menjadi musuh kekayaan asalkan si
kaya seorang yang taqwa. Bahkan dengan kekayaan itu seorang dapat
memperoleh ganjaran yang besar dan derajat yang tinggi seperti berjihad
dengan harta sebagaimana yang Allah perintahkan, menunaikan zakat
harta, infaq dan shadaqah, ibadah haji, mendirikan masjid-masjid,
pesantren dan sekolah-sekolah Islam, membantu anak yatim dan
perempuan-perempuan janda dan lain-lain yang membutuhkan harta dan
kekayaan. Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam pernah mendo'akan Anas bin
Malik :
"Artinya : Ya Allah ! Banyakkanlah hartanya dan
anak-anaknya serta berikanlah keberkahan apa yang Engkau telah berikan
kepadanya". [Hadits Riwayat Bukhari (7/152, 154,161 dan 162). dan lain-lain]
Hadits ini mengandung beberapa faedah.
[1]. Bahwa harta itu adalah salah satu nikmat Allah Subhanahu wa ta'ala.
[2]. Bahwa banyak harta itu tidak tercela atau mengurangi
ibadahnya, asalkan dia memang seorang yang taqwa. Bahkan hadits ini
kita dapat mengetahui bahwa banyak harta itu merupakan suatu kebaikan
dan nikmat dari Allah Subhanahu wa ta'ala. Karena tidak mungkin Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam mendo'akan kecelakaan kepada salah
seorang shahabat dan pembantunya seperti Anas bin Malik kalau tidak
menjadi kebaikan baginya !.
[3]. Boleh mendo'akan seseorang supaya banyak hartanya dengan penuh keberkahan.
[4]. Dari hadits ini kita mengetahui bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai mempunyai anak banyak.
[5]. Hadits ini menerangkan tentang keutamaan Anas bin Malik
yang telah terbukti dalam tarikh -berkat do'a Nabi- tidak seorangpun
dari shahabat Anshar yang paling banyak harta dan anak selain dari
Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu. Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah bersabda kepada shahabatnya Hakim bin Hizaam :
"Wahai Hakim! Sesungguhnya harta ini indah (dan) manis,
maka barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa yang baik, niscaya
mendapat keberkahan, dan barang siapa yang mengambilnya dengan jiwa
yang tamak, niscaya tidak mendapat keberkahan, dan ia seperti orang
yang makan tetapi tidak pernah kenyang, dan tangan yang diatas (yang
memberi) lebih baik dari tangan yang di bawah (yang meminta)". [Hadits Riwayat Bukhari (7/176) dan Muslim (3/94)] [1]
[Disalin dari kitab Al-Masaa’il (Masalah-Masalah Agama) Jilid 2,
Penulis Abdul Hakim bin Amir Abdat, Penerbit Darul Qolam – Jakarta,
Cetakan I – Th. 1423H/2002M]
(Oleh Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abda)
Firman Allah QS Al-Lail 5 - 7:
"Adapun orang yang suka memberi dan bertakwa, serta
percaya pada husna (kebaikan) surga, maka kami akan memudahkan baginya
jalan yang ringan."
Firman Allah QS. AL-Lail 17 - 21:
"Dan akan dihindarkan dari api neraka, orang yang
bertaqwa yaitu yang memberikan harta untuk berzakat. Dan tiada
seseorang yang berbudi padanya untuk dibalas. Hanya semata-mata dalam
beramal itu menuju keridloan Allah. Dan tentu Allah akan rela
padanya."
Firman Allah QS. Al-Baqarah 271:
"Jika kamu perlihatkan sedekah itu maka baiklah
perbuatan itu, dan bila kamu rahasiakan, tetapi tepat kau berikan
kepada fakir miskin, maka itu lebih baik bagi dirimu, dan Allah akan
menghapuskan dosamu. Dan Allah maha mengetahui semua amal
perbuatanmu."
Firman Allah QS. Ali Imran 92:
"Kamu tidak mencapai birr (bakti) yang sesungguhnya
hingga kamu bersedekah dari yang paling kamu sukai. Dan semua yang
kamu belanjakan, sungguh Allah mengetahuinya."
Hadits 1, HR Bukhary-Muslim: Abdullah bin Mas'ud r.a. berkata: Bersabda Rasulullah saw:
"Tidak boleh iri hati kecuali dalam dua macam: 1.
Seorang yang diberi oleh Allah ta'ala harta kekayaan maka dipergunakan
untuk mempertahankan hak (kebenaran). 2. Seorang yang diberi oleh
Allah ta'ala ilmu hikmat, maka ia pergunakan dan diajarkannya."
Hadits 2, HR. Bukhary-Muslim: Ibn Umar r.a. berkata: Bersabda Nabi saw:
"Tiada boleh seorang iri hati terhadap orang lain,
kecuali dalam dua hal: Seorang yang diberi pengertian Quran, maka ia
mempergunakannya sebagai pedoman amalnya siang malam. Dan seseorang
yang diberi oleh Allah kekayaan harta, maka ia membelanjakannya siang
dan malam untuk segala amal kebaikan."
Hadits 3, HR. Bukhary-Muslim: Abu Hurairah r.a. berkata:
"Bahwasanya para fakir miskin dari sahabat Muhajirin datang mengeluh kepada Rasulullah saw: "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah memborong semua pahala dan tingkat-tingkat yang tinggi serta kesenangan yang abadi". Nabi saw bertanya: "Mengapa demikian?" . Jawab mereka: "Mereka
sembahyang sebagaimana kami, dan puasa sebagaimana kami, dan mereka
bersedekah sedang kami tidak dapat bersedekah, dan mereka memerdekakan
budak, sedang kami tidak dapat memerdekakan budak". Rasulullah bersabda: "Sukakah
saya ajarkan kepada kamu amal perbuatan yang dapat mengejar mereka,
dan tiada seseorang yang lebih utama dari kami kecuali yang berbuat
seperti perbuatanmu?". Jawab mereka: "Baiklah ya Rasulullah". Bersabda Nabi: "Membaca Tasbih dan takbir dan tahmid tiap selesai sembahyang 33 kali". Kemudian sesudah itu para fakir miskin itu kembali mnegeluh kepada Rasulullah saw: "Ya
Rasulullah, saudara-saudara kami orang kaya, mendengar perbuatan
kami, maka mereka berbuat sebagaimana perbuatan kami. Maka sabda Nabi:
Itulah kurnia Allah yang diberikannya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya".
Mengenai Harta & Kekayaan, Kaum muslimin saat ini terbagi dalam 3 Golongan :
PERTAMA, sangat membenci harta & kekayaan sehingga menutup mata, telinga & pikiran terhadap urgensi harta & kekayaan;
KEDUA, sangat mencintai harta & kekayaan sehingga seluruh
hati, pikiran, waktu & tenaga hanya untuk mengumpulkan harta &
menumpuk kekayaan;
KETIGA, Golongan pertengahan (ummatan washatan), menempatkan
masalah Harta & Kekayaan sesuai dengan tempatnya. Ingatlah Kaum
Muslimin adalah umat pertengahan (ummatan washatan).
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
pertengahan, agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar
Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
“Demikianlah Kami jadikan kamu umat pertengahan, supaya kami menjadi saksi atas manusia” (Q.S. 2:143);
Umat Islam juga berkarakter Umat Pertengahan, maksudnya adalah
kelompok manusia yang senantiasa bersikap moderat atau mengambil jalan
tengah, yaitu sikap adil dan lurus, yang akan menjadi saksi atas
setiap kecenderungan manusia, ke kanan atau ke kiri, dari garis tengah
yang lurus. (Dr. Yusuf Qordhowi, 1995).
Mengambil jalan tengah dapat dimaknai pula sebagai selalu bersikap
proporsional (i’tidal), tidak berlebih-lebihan (israf), tidak kelewat
batas (ghuluw), tidak sok pintar atau sok konsekuen dan bertele-tele
(tanathu’), dan tidak mempersulit diri (tasydid). Dengan demikian,
sebagai umat pertengahan, umat Islam tidak berlebih-lebihan dalam
segala hal, termasuk ibadah (misalnya sampai meninggalkan kehidupan
duniawi) dan dalam peperangan sekalipun
(QS. 2:190); tidak
membesar-besarkan masalah kecil; mendahulukan yang wajib atau lebih
penting ketimbang yang sunah atau kurang penting; berbicara seperlunya
alias tidak bertele-tele; tidak terlalu panjang membaca ayat-ayat
dalam mengimami shalat berjamaah.
“Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” (QS. Al-A’raf:31).
“Dan orang-orang yang jika membelanjakan harta mereka
tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir dan pembelanjaan itu di
tengah-tengah antara yang demikian” (Q.S. Al-Furqon:67).
Rasulullah Saw bersabda, yang artinya,
“Hindarkanlah daripadamu sikap melampuai batas dalam
agama, karena sesungguhnya orang-orang sebelum kamu telah binasa
karenanya.” (HR. Ahmad, Nasa’i, Ibnu Majah, dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas).
Sebagai umat pertengahan, umat Islam tidak melakukan hal-hal ekstrem.
Fanatik terhadap suatu pendapat dan tidak mengakui pendapat-pendapat
lain. Mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan Allah SWT. Misalnya,
memaksa orang lain mengerjakan hal-hal sunah dengan menganggapnya
seolah-olah wajib, atau mengerjakan sesuatu yang lebih berat/sulit
daripada yang ringan/mudah. Padahal, sejalan dengan firman Allah SWT
yang menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran
(QS. 2:185). Memperberat yang tidak pada tempatnya.
Sumber : http://id-id.facebook.com/topic.php?uid=134808889744&topic=10557&post=82799
Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya
Allah yang
Mahatahu Kebenarannya)
Jika terjadi
kesalahan dan
kekurangan disana-sini dalam
catatan
ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah
SWT., kami mohon
ampunan...
Semoga Allah
SWT. memberi
kekuatan untuk kita
amalkan... Amin
Wassalam...
Semoga
Bermanfaat dan
bisa kita ambil
hikmahnya... Amin
Silahkan
COPY atau
SHARE ke
rekan anda
jika menurut anda
notes ini bermanfaat...
Catatan :
Lampirkan Sumbernya ya... Syukron