Oleh: DR. Amir Faishol Fath
Kita
hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat,
dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan
melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga
menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati
Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada
resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga
punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah
melajang ada juga resikonya?
Hidup, bagaimanapun adalah sebuah
resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita
tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari
dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan
kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu
ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah
kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko
pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina).
Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.
Saya
sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia
mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan
itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk
mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari
ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai
mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya
akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk
membenarkan sikap.
Menikah itu Fitrah
Allah
Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan.
Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan
berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki
ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan
utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang
Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. Walan tajida lisunnatillah
tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada
sunnah Allah (Al-Ahzab: 62). Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan
kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu. (Al-Isra:
77)
Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan
diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah
sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang
bekerja secara sempurna secara universal.
Manusia dengan
kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu
menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri.
Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan
fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya
menentang fitrahnya sendiri.
Bila sikap menentang fitrah ini
terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah
manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak
dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga
keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang
telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa
dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.
Mungkin
ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan
tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda
bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah
berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang,
mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin
tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat
dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah
memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut
Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan
yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan
Allah.
Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini
menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika
membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang
adalah perzinaan. Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina
(Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada
perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah
menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan
fitrahnya.
Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses
penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas
telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri
sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak
jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong
sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu
menggendong anaknya dari hasil zina.
Perhatikan bagaimanan akibat
yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah
diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua
manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman
yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering
tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah
terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”
Menikah Itu Ibadah
Dalam
surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat
pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini
menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari
bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih
menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah
berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia
bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits
Hasan)
Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah
kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling
melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala
yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga
moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang
yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang
terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa
kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada
mereka yang belum menikah.
Bila ternyata pernikahan menunjukkan
bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri
dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan
merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan
ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan
ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa
berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini
ibadah dan itupun juga ibadah.
Pernikahan dan Penghasilan
Seringkali
saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika
ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan
yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli
motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap
hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP,
motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang
akan terjadi pada kehidupan manusia?
Saya belum pernah menemukan
sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang
sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan
dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila
didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan
berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya
untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak,
mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya
diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat
Alquran.
Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa
Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah,
melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah
beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan
Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada
sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang
terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz
zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah
perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya
yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga
beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana
Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang
telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.
Memang
masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda
maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi
mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki
kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut
biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam
sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari
mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan
memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa
hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan
persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.
Mengapa?
Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan.
Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu.
Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat iyyakunu
fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka
miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas
lagi Maha mengetahui (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari
Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan.
Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.
Abu
Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah
dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan
yang cukup.” Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk
memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah,
dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’
liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).
Rasulullah
saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah
dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah
pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain
disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang
menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)
Imam
Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera,
atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid:
Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau
perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby).
Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana
Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah
dengan membangun pernikahan.
Persoalannya sekarangan, mengapa
banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin
membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah
nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian
orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya,
kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau
Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya
melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini
bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah
persyaratan utama.
Yang paling penting adalah kesiapan mental dan
kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya
yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan
berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah
itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau
tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya
tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya
dengan tanggung jawab pernikahan.
Bahkan tanggung jawab menikah
jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling
melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada
jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang
bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri.
Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh
anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya
saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.
Pernikahan dan Menuntut Ilmu
Seorang
kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru
setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir
semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya
kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.
Ada
sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta
kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua
usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya
sebagiannya. Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan
pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan
fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu
dulu baru setelah itu menikah.
Banyak para ulama yang menikah
juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait
erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan
program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi
masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya,
menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan
penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di
dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda
pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan
hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita
sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.
Berbagai
pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam
mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil
menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung
kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk
mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah
kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan
adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya.
Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga
menegakkan rumah tungga yang Islami.
Rasulullah saw. telah
memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan.
Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan
seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani
dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai.
Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan,
melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak
perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora
fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri.
Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan
ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia
terus ditahan-tahan.
Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak
mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan.
Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak
menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu
Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua
kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab
karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah
Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada
waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama
uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat
pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.
Kesimpulan
Sebenarnya
pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui
dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak
mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar
berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang
benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya
tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.
Agar
pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian
“pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita
merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa
saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia
pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi
kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa
tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil
mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang
berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.
Perhatikan
mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani
mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak
manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam
mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita
lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka.
Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi
mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu
a’lam bishshawab.
Sumber : http://www.dakwatuna.com/2007/menikah-mengapa-takut/
Home »
» Menikah, Kenapa Takut?
Menikah, Kenapa Takut?
Posted by Unknown
Posted on 16.21
with No comments
Daftar Postingan Terbaru
Agenda Harian
Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan
1. Agenda pada sepertiga malam akhir
a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,
b. Menunaikan shalat witir
c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh
Rasulullah saw bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)
2. Agenda Setelah Terbit Fajar
a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh
” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “
“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)
b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat
Rasulullah saw bersabda:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)
وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ
“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.
c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.
Rasulullah saw bersabda:
وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)
بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)
d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat
Rasulullah saw bersabda:
الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ
“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)
e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi
Dalam hadits nabi disebutkan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ
” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)
Agenda prioritas
Membaca Al-Quran.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:
- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali
- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali
- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.
3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat
Rasulullah saw bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)
4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah
Rasulullah saw bersabda:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ
“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)
Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)
d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari
Allah berfirman :
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)
Rasulullah saw bersabda:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله
“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .
5. Agenda saat shalat Zhuhur
a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki
b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).
6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar
a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid
b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ
“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)
c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah
Rasulullah saw bersabda:
وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ
“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.
Agenda prioritas:
Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:
- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali
- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali
- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.
7. Agenda sebelum Maghrib
a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran
b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media
c. Menyibukkan diri dengan doa
Rasulullah saw bersabda:
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah”
8. Agenda setelah terbenam matahari
a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib
b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)
c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat
d. Membaca dzikir sore
e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)
9. Agenda pada waktu shalat Isya
a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid
b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat
c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim
d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid
e. Dakwah melalui media atau lainnya
f. Melakukan mudzakarah
g. Menghafal Al-Quran
Agenda prioritas
Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:
- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali
- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali
- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.
Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam
Jazaakillah
Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/
1. Agenda pada sepertiga malam akhir
a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,
b. Menunaikan shalat witir
c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh
Rasulullah saw bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ
“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)
2. Agenda Setelah Terbit Fajar
a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh
” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “
“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)
b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat
Rasulullah saw bersabda:
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا
“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)
وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ
“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.
c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.
Rasulullah saw bersabda:
وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)
بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)
d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat
Rasulullah saw bersabda:
الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ
“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)
e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi
Dalam hadits nabi disebutkan:
كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ
” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)
Agenda prioritas
Membaca Al-Quran.
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:
- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali
- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali
- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.
3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat
Rasulullah saw bersabda:
يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى
“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)
4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah
Rasulullah saw bersabda:
مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ
“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)
Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)
d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari
Allah berfirman :
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)
Rasulullah saw bersabda:
أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله
“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .
5. Agenda saat shalat Zhuhur
a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki
b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).
6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar
a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid
b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ
“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)
c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah
Rasulullah saw bersabda:
وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ
“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.
Agenda prioritas:
Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:
- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali
- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali
- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.
7. Agenda sebelum Maghrib
a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran
b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media
c. Menyibukkan diri dengan doa
Rasulullah saw bersabda:
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
“Doa adalah ibadah”
8. Agenda setelah terbenam matahari
a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib
b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)
c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat
d. Membaca dzikir sore
e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً
“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)
9. Agenda pada waktu shalat Isya
a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid
b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat
c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim
d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid
e. Dakwah melalui media atau lainnya
f. Melakukan mudzakarah
g. Menghafal Al-Quran
Agenda prioritas
Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:
- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali
- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali
- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.
Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam
Jazaakillah
Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/
0 komentar:
Posting Komentar