Bermanfaat bagi yang lainnya

Zionis Israel Larang Umat Islam Shalat Jum’at di Masjid Al Aqsha

Pasukan keamanan Israel di Masjid Al Aqsha (foto World Bulletin)
Zionis Israel menggunakan 'prosedur' baru untuk melarang puluhan ribu warga Palestina shalat Jum’at di Masjid Al Aqsha. Akibatnya jumlah jama’ah yang biasanya mencapai 20.000 hingga 25.000, kemarin (13/9) menyusut menjadi hanya 4.000 orang.

Seperti dikatakan juru bicara kepolisian Israel Luba Samr, modusnya adalah dengan menutup sejumlah ruas jalan di Al-Quds (Yerusalem) untuk perayaan Yom Kippur, atau “Hari Penebusan,” hari paling suci dalam kalender Yahudi.

“Semuanya telah diatur. Jalan-jalan akan diblokir dari 04:00 sampai 10:00 waktu setempat pada hari Sabtu untuk perayaan Yom Kippur,” kata Samr seperti dikutip World Buletin.

Polisi Israel juga mendirikan empat pos pemeriksaan untuk memeriksa ID jamaah. Cara ini terbukti efektif untuk mencegah umat Islam memasuki Masjid Al Aqsha.

Direktur Yayasan Wakaf Al-Quds Syaikh Azzam al- Khatib mengecam tindakan keamanan Israel itu sembari mengatakan bahwa Israel telah mengubah masjid suci ketiga itu menjadi "garnisun militer. " [IK/WB]

Sumber : http://www.bersamadakwah.com/2013/09/zionis-israel-larang-umat-islam-shalat.html

Menjadikan Keluarga 'Surga sebelum Surga' | by @salimafillah


by @salimafillah

1) Selalu ada waktu yang harus terluang untuk keluarga; yang tentang mereka Allah akan mempertanyakan kepemimpinan & bimbingan kita.

2) Seruan awal pada Baginda Nabi; “Dan beri ingatlah keluargamu yang terdekat!” (QS26:214), maka hikmah & nasehat adalah hak mereka.

3) Allah katakan jua; “Jaga dirimu & keluargamu dari api neraka!” (QS 66: 6); maka terhajat kebersamaan penuh keteladanan, penuh makna.

4) Ya, anak dan isteri adalah kesenangan hidup di dunia. Maka tugas kita mengupayakan; semoga kelak berkumpul bahagia lagi; di surga.

5) Dan juga, mereka adalah titipan; maka kita harus menjaganya agar kelak saat dikembalikan pada Allah, semua sesuai awalnya: fithrah.

6) Merekapun jadi fitnah & ujian. Dalam membersamai & menyenangkan mereka, bergulatlah hasrat dengan keterbatasan; lalu teruji ketaatan.

7) Berbahagialah suami & ayah, yang memastikan tiap suapan ke mulut isteri & anak serta tiap yang dikenakan, halal-thayyib tak meragukan.

8) Berbahagialah suami & ayah; membimbing isteri & anak mengulang hafalan, mentadabburi Quran, mengisah penuh cinta sirah Nabi & sahabat.

9) Berbahagialah suami & ayah; yang khusyu’ menangis mendoakan keselamatan, keberkahan, serta kebaikan anak-isteri & segenap keturunan.

10) Berbahagialah suami & ayah; yang mengecupkan doa perlindungan & cinta saat isteri-anaknya lelap tidur, atau kala berpamit bepergian.

11) Berbahagialah suami & ayah; bersyukur & mentakjubi kemajuan isteri & anak dalam berkebaikan; lalu ada peluk, doa, & hadiah sederhana.

12) Berbahagialah suami & ayah; menjadi kebanggaan anak-isterinya, tapi tak menumpulkan pengembangan diri mereka dalam hidup berbakti

13) Tanggungjawab suami & ayah demikian agung; seakan saat isteri dinikahi & anak dilahirkan; mereka bersabda: "Bawa kami ke surga!"

14) Bahwa ada terkisah Nuh dengan isteri & anak nan durhaka; itu penyadaran bahwa suami & ayah tak punya kuasa atas jiwa nan dicinta.

15) Bahwa hidayah bukan menjadi hak ayah & suami, hattapun seorang Nabi. Yang kita pertanggungjawabkan ikhtiyar kita, bukan hasilnya.

16) Betapa agung Allah yang mensyariatkan nikah & keluarga; sebagai amanah, ujian, & kesenangan; moga terciciplah surga sebelum surga.

*http://www.pkspiyungan.org/2013/09/menjadikan-keluarga-surga-sebelum-surga.html

SEMUA TERLAHIR UNTUK BAHAGIA

penulis : paper plane, 
07 Desember 2009 00:17:40

Setiap orang pasti mengharapkan hidup yang bahagia. Lancar, tanpa masalah-masalah yg berarti (boleh laah ada masalah sedikit, kalo lurus-lurus aja kan juga gak seru yah :p). Tapi kita, manusia, hanyalah pemain dari "drama" yang dirancang oleh-Nya. Kalau sudah begini yang bisa kita lakukan adalah menjalankan peran kita dalam  "drama" ini dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan arahan Sang Sutradara, menjalankan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang.

Dan drama yang alurnya lurus dari awal sampai akhir itu membosankan. Maka Dia sengaja membuat alurnya menjadi berliku. Kadang naik, kadang turun, ada sedih, ada bahagia. Supaya waktu sampai di cerita yang "bahagia" feel-nya bisa lebih terasa. Karena kebahagian itu dirasakan setelah melalui perjuangan panjang.

Ada perumpaan yang sangat saya suka, yang juga pernah saya dapatkan di materi salah satu training yang pernah saya ikuti, yaitu tentang metamorfosis kupu-kupu.

Menurut wikipedia, metamorfosis adalah suatu proses biologi di mana hewan secara fisik mengalami perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas. Proses ini melibatkan perubahan bentuk atau struktur melalui pertumbuhan sel dan differensiasi sel.

Kupu kupu, siapa sih yang tidak suka menikmati keindahan kupu-kupu? Tapi sebenarnya sebelum jadi kupu-kupu, dia Cuma seekor ulat. Ulat yang mungkin banyak orang (cewek-cewek terutama) teriak jijik, atau bahkan lari menghindar jika melihatnya. Tapi ulat yang membuat banyak orang jijik dan ketakutan itu bisa berubah menjadi mahluk indah beraneka warna melalui serangkaian proses.

"Setiap kupu-kupu harus melalui serangkaian proses metamorfosis yang panjang dan rumit. Indahnya sepasang sayap kupu-kupu, didapatnya dari kemauan seekor ulat buruk menjadi kepompong. Menjalani masa pendandanan diri didalam sebuah ruang sempit yang gelap dan pengap."

This is exactly what is going on in our life, kita kadang harus melewati tanjakan dan rintangan, memasuki terowongan gelap dan (mungkin) berliku. Seperti halnya apa yang dialami kupu-kupu.



Ini filosofi metamorfosis kupu-kupu yang saya kutip dari sebuah blog:

"Kupu-kupu binatang yang indah bukan? Tetapi tahukah kita kalau sebelumnya menjadi kupu-kupu dia berubah melalui tahapan-tahapan yang lama dan melelahkan. Mungkin sekarang saat ini saya ingin bicara tentang filosofi Metamorfosis Kupu-kupu. Dimana bentuk pertama kupu-kupu adalah telur pada awalnya yang menggambarkan ketidakberdayaan, lalu menetas menjadi ulat yang tertatih-tatih saat melangkahi bahtera kehidupan walaupun dia tahu banyak tantangan dan bahaya yang dia hadapi dia tetap kukuh untuk melanjutkan hidupnya. Karena dia tahu hidupnya belum berakhir sampai disitu masih ada bayangan kehidupan yang indah yang dia cita-citakan walau jalan yang berat dan berliku menerjang."

"Dia tetap yakin dengan kekukuhan hatinya. Sampai disitu dia mencari pepohonan atau dedaunan yang nyaman untuk dia berkontemplasi [bertapa]. Dengan tujuan untuk mempelajari kehidupan yang sesungguhnya, merenungkan makna hidup dan mencoba mencari kebijaksanaan dalam hidup. Yaitu dengan mengurung dirinya dalam wujud kepompong, walaupun dari luar dia berwujud buruk namun didalamnya dia memiliki kebaikan yang tulus dan hakiki demi kebahagian semua orang. Sekian lama dia mengurung dirinya dalam kepompong demi kebahagian semua orang."

"Akhirnya saat itu muncul juga saat kupu-kupu mencapai puncak perubahan yang dinantikan dia berubah menjadi mahluk yang sangat indah dan menjadi perhatian banyak orang, hal ini untuk memenuhi cita-cita dan keyakinannya walaupun perjuangan awalnya yang sangat melelahkan dan membuat dirinya tersiksa. Namun keyakinan dan kekuatan hatinyalah yang menyingkirkan semua perasaan itu. Karena dia tahu yang diperjuangkan dan dia lakukan ini adalah semata buat semua orang bukan untuk dirinya sendiri."

Segala kesulitan yang terjadi dalam hidup kita, sebenarnya adalah cara-Nya untuk menjadikan kita menjadi sesuatu yang lebih dari kita sebelumnya. Dia menguji kita agar setelah segala ujian yang diberikan-Nya, kita menjelma menjadi kupu-kupu bersayap indah. Tidak ada kesuksesan yang bisa didapat dengan mudah, semuanya harus melewati proses. Dan tidak ada yang dapat merubah kita selain diri kita sendiri. Jadi jalani setiap tahapan hidup ini dengan semangat untuk terus menjadi manusia yang lebih baik, agar "metamorfosis" kita sempurna. Dengan tidak lupa berdoa dan memohon petunjuk dari Sang Sutradara hidup kita.

Tetap semangat teman. Karena percayalah, kita semua terlahir untuk bahagia :)


Sumber : http://m.ngerumpi.com/baca/2009/12/07/semua-terlahir-untuk-bahagia


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

HATI YANG TERBAIK

Ali radhiallahu ‘anhu berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,
“Wahai Kumail bin Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3 kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna dan gembel, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada pada posisi yang kuat.”Hilyah al-Auliya 1/70-80).



Hati yang Terbaik
Wasiat khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu ini, adalah suatu wasiat yang terkenal di kalangan para ulama yang menjelaskan kategori manusia.

Setelah beliau menjelaskan bahwa hati manusia itu adalah bagaikan wadah, maka hati yang terbaik adalah hati yang dipenuhi dengan ilmu. Hati yang dipenuhi oleh pemahaman terhadap Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena mereka yang memahami Al Qur-an dan sunnah rasul-Nya adalah orang-orang yang dikehendaki oleh Allah ta’ala untuk memperoleh kebaikan sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari nomor 71 dan Muslim nomor 1037).

Pada sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, rasulullah menyebutkan lafadz خيرا yang berarti kebaikan dalam bentuk nakirah (indefinitif) yang didahului oleh kalimat bersyarat sehingga menunjukkan makna yang umum dan luas. Seakan-akan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mengatakan, jika Allah menghendaki seluruh kebaikan diberikan kepada seorang, maka Allah hanya akan memberikannya kepada para hamba-Nya yang Dia pahamkan terhadap agama-Nya. Karena seluruh kebaikan hanya Allah berikan bagi orang-orang yang mau mempelajari dan mengkaji agama Allah ta’ala.

Dari hadits di atas juga, kita dapat memahami bahwasanya mereka yang enggan mempelajari agama Allah ta’a a, maka pada hakikatnya mereka tidak memperoleh kebaikan.

Oleh karenanya, imam Ibnu Hajr Al Asqalani Asy Syafi’i tatkala menjelaskan hadits di atas, beliau mengatakan,
Konteks hadits di atas menunjukkan bahwa seorang yang tidak memahami agama, dalam artian tidak mempelajari berbagai prinsip fundamental dalam agama Islam dan berbagai permasalahan cabang yang terkait dengannya, maka sungguh ia diharamkan untuk memperoleh kebaikan” (Fathul Baari 1/165).



Sang Alim Rabbani 


Kemudian khalifah ’Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu menerangkan bahwasanya manusia terbagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama adalah عالم رباني seorang yang berilmu, mengajarkan, mendakwahkan dan menyebarkan ilmunya. Karena seorang alim rabbani adalah sebagaimana yang diterangkan oleh imam Mujahid rahimahullah ta’ala,
”Ar Rabbani adalah seorang yang mengajari manusia hal-hal yang mendasar sebelum mengajari mereka dengan berbagai hal yang rumit.” (Tafsir Al Qurthubi 4/119).

Maka, seorang rabbani adalah seorang yang mengajarkan ilmunya. Maka dialah seorang yang selayaknya kita ikuti. Dialah seorang yang berilmu dengan ilmu  yang benar yaitu yang berupa Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ilmu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh imam Asy Syafi’i rahimahullah,
Setiap ilmu selain Al Qur-an akan menyibukkan, kecuali ilmu hadits dan fiqih
Ilmu adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat ungkapan ‘Haddatsana’ (yaitu ilmu yang berdasar kepada wahyu)
Adapun ilmu selainnya, hal itu hanyalah bisikan syaithan semata (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).

Namun yang patut dicamkan oleh mereka yang berilmu adalah ilmu yang mereka ketahui dan ajarkan kepada manusia selamanya tidak akan bermanfaat hingga mereka mengamalkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Permisalan seorang alim yang mengajari kebaikan kepada manusia namun melupakan dirinya (karena tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lilin yang menerangi manusia namun justru membakar dirinya sendiri.” (Al Jami’ush Shaghir wa Ziyadatuhu nomor 10770 dengan sanad yang shahih).


Penuntut Ilmu di Atas Jalan Keselamatan
Jika kita bukan termasuk kategori yang pertama, maka hendaknya kita menjadi orang yang termasuk dalam kategori kedua, kategori yang beliau katakan sebagai متعلم على سبيل نجاة yaitu seorang yang mau belajar dan orang inilah orang yang berada di atas jalan keselamatan.

Maka benarlah apa yang beliau katakan, karena sesungguhnya seorang yang terus mau belajar adalah orang yang sedang meniti jalan menuju surga sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim nomor 2699).

Maka seorang yang selalu belajar dan belajar, maka dialah على سبيل نجاة  orang yang berada di atas jalan keselamatan.


Hamajun Ra-a’ (Gembel yang Tidak Berguna)
Adapun orang yang selain kedua golongan ini. Maka hal ini adalah sesuatu yang memalukan dan sangat berbahaya.
Kata beliau mereka ini adalah orang-orang yang gembel dan tidak begitu berguna. Mereka ini adalah orang-orang yang memiliki sifat mengikuti setiap orang yang berkomentar dan mengikuti kemana arah angin bertiup.

Artinya, siapa saja yang memberikan komentar kepadanya, maka dia akan mengikutinya tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu. Orang ini tidak memiliki pendirian, ketegasan sikap karena ia tidak memiliki ilmu. Maka dia adalah seorang yang bingung.

Maka beliau katakan bahwa orang ini layaknya seperti pohon yang mengikuti kemana arah angin bertiup. Itulah orang-orang yang tidak menjalani kehidupannya dengan cahaya ilmu, dengan cahaya firman Allah dan sabda rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang ini adalah orang yang tidak berada dalam posisi yang kokoh dan kuat sehingga ia adalah seorang yang cepat berubah dan tidak memiliki pendirian. Orang yang mengikuti apa saja yang dikatakan oleh orang yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Maka boleh jadi dan bisa jadi dia celaka dikarenakan hal tersebut.

Persis seperti kejadian yang terjadi di masa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada seorang yang terlempar dari untanya, maka kepalanya pun terluka. Namun pada malam hari, dia bermimpi sehingga dia memasuki pagi hari dalam kondisi junub. Akan tetapi ia tidak tahu bagaimana bersikap dikarenakan minimnya ilmu yang dia miliki. Akhirnya dia pun bertanya kepada orang yang berada di sampng kanan dan di samping kirinya. Apakah ia harus mandi untuk bersuci atau dia diperbolehkan bertayammum karena kepalanya terluka.

Ternyata dia bertanya kepada orang yang salah, sehingga dia memperoleh jawaban yang salah. Pihak yang ditanyai menyarankan bahwa dia tetap harus mandi karena tidak ada rukhshah (dispensasi) bagi dirinya. Akhirnya orang ini pun mandi, dan ia pun meninggal. Karena ketidaktahuannya tentang suatu hal yang mendasar bagi seorang muslim, yaitu bagaimana cara seorang muslim harus bersuci, kapan dia harus mandi dan bertayammum, akhirnya … keadaan naas pun menimpanya.

Demikian pula, seorang yang tidak menuntut ilmu agama pada hakekatnya dia bagaikan jasad yang tidak bernyawa. Hal ini dikarenakan ilmu agama adalah nutrisi bagi hati yang menentukan keberlangsungan hidup hati seorang. Seorang yang tidak memahami agamanya, dia layaknya sebuah mayat meski jasadnya hidup. Tidak heran jika al Imam asy Syafi’i rahimahullah sampai mengatakan,
Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar
Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya
Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda
Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).

Urgensi Menuntut Ilmu Agama


Wasiat Amir al-Mukminin, Ali radhiallahu anhu di atas pada dasarnya menghasung kita sebagai umat Islam untuk mempelajari agama ini dengan benar, karena diri kita sangatlah butuh akan ilmu agama ini.
Al Imam Ahmad rahimahullah mengatakan,

“Manusia sangat membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan terhadap roti dan air, karena ilmu dibutuhkan manusia di setiap saat. Sedangkan roti dan air hanya dibutuhkan manusia sekali atau dua kali” (Al Adab asy Syar’iyyah 2/44-45).

Faktor yang membuat kita memahami urgensi menuntut ilmu syar’i di saat ini adalah jika kita mengamati realita keagamaan di sekitar kita. Jika kita mau mengamati, betapa banyak pada zaman sekarang orang-orang yang berbicara tentang agama Allah ini tanpa dilandasi dengan ilmu.

Mantan artis yang baru saja berkubang dengan kemaksiatan, kemudian merubah penampilan sehinga nampak shalih dijadikan ikon keshalihan dan dijadikan tempat bertanya mengenai permasalahan agama. Seorang yang tidak pernah mengenyam pendidikan agama secara formal, tidak memiliki background pendidikan agama, tidak tahu bahasa Arab, tidak menghafal al Qur-an begitupula tidak tahu-menahu mengenai hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimintai pendapatnya dalam permasalahan agama.

Sungguh benar apa yang disabdakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, beliau telah mensinyalir hal ini akan terjadi dalam sebuah haditsnya,
“Akan datang tahun-tahun yang dipenuhi penipuan. Pada saat itu, seorang pendusta justru dibenarkan dan seorang yang jujur malah didustakan. Seorang pengkhianat malah dipercaya dan seorang yang amanah malah dikhianati. Pada saat itu, ar-ruwaibidhah akan angkat bicara. Para sahabat bertanya, “Apa ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Ar-rumwaibidhah adalah seorang yang (pada hakekatnya) dungu, namun berani bicara mengenai urusan umat.” (Ash-Shahihah nomor 1887).

Begitupula jika kita menyimak firman Allah yang mencela kebodohan seorang terhadap agama-Nya, maka kita akan memahami bahwa setiap muslim dituntut untuk mengetahui perkara agama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (Ar Ruum: 6-7).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,
“Maksudnya kebanyakan manusia tidak memiliki pengetahuan melainkan tentang dunia dan pergulatan serta kesibukannya, juga segala apa yang di dalamnya. Mereka cukup cerdas untuk mencapai dan menggeluti berbagai kesibukan dunia, tetapi mereka lalai terhadap urusan akhirat dan berbagai hal yang bermanfaat bagi mereka di alam akhirat, seakan-akan seorang dari mereka lalai, tidak berakal dan tidak pula memikirkan (perkara akhiratnya)”

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,
“Demi Allah, seorang dari mereka akan berhasil menggapai dunia, dimana ia bisa membalikkan dirham di atas kukunya, lalu dia mampu memberitahukan anda tentang beratnya. Namun dia tidak becus dalam mengerjakan shalat”

Dampak dari kebodohan terhadap agama Allah adalah berkurangnya keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang muslim yang ‘alim terhadap perkara agama akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang keridlaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap dirinya, dan begitupula ia akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang kemurkaan Allah sehingga ia dapat menjauhinya.

Berbeda halnya dengan seorang muslim yang tidak tahu perkara agama, karena ketidaktahuan dirinya dan sedikitnya ilmu agama yang ia miliki terkadang ia menerjang kemaksiatan, mendahulukan perkara-perkara yang tidak penting, atau rela menjual agamanya demi mendapatkan dunia. Dia tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah, sehingga terkadang orang yang jahil terhadap agama, akan menyembah Allah sekenanya saja, ia tidak terlalu mempedulikan apakah ibadah yang ia lakukan telah diterima oleh Allah.

Terkadang, dia beranggapan bahwa ibadahnya telah diterima, sehingga dirinya sangat minim untuk menginstropeksi berbagai amalan yang ia lakukan dan mengukurnya dengan barometer syari’at, dengan barometer yang ditetapkan oleh Allah ta’ala. Hal ini dikarenakan barometer yang ada pada dirinya telah terbalik.

Berdasarkan hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu agama merupakan sumber dari setiap kebaikan, sedangkan kebodohan terhadap agama ini merupakan sumber dari setiap keburukan.

Jika kita menyimak ayat-ayat Al Qur-an, maka kita pun akan menemukan bahwa berbagai bentuk kesyirikan –yang notabene adalah dosa terbesar- dan kemaksiatan bersumber dari ketidaktahuan seorang terhadap perkara agamanya. Diantaranya adalah firman Allah ta’ala,
“Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Rabb)” (Al A’raaf: 138).

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?” “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)” (An Naml 54-55).

Coba anda perhatikan kedua ayat di atas, bukankah permintaan Bani Israil kepada nabi Musa ‘alaihis salam agar dibuatkan sesembahan (berhala) dan tindakan homoseks kaum nabi Luth berangkat dari ketidaktahuan mereka terhadap agama? Oleh karenanya, nabi Musa dan Luth menyatakan bahwa mereka adalah kaum yang jahil!

Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk menuntut ilmu agama. Siapa pun dia, apa pun profesinya wajib menuntut ilmu agama untuk menghadapi dan melepaskan diri dari berbagai fitnah yang akan dia temui di dunia.

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan umat beliau yang berjalan di atas sunnah beliau.



Sumber : http://ustadchandra.wordpress.com/category/amal-soleh/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Gaya Hidup Orang Kaya

Ada 1 lembaga penelitian sekuler di USA yang meneliti tentang orang-orang bahagia. Karena ini lembaga sekuler, ukuran bahagia pertama adalah banyaknya uang, maka lembaga tersebut mensurvey orang-orang kaya (milyuner) dengan sample awal sebanyak lebih dari 200 ribu orang milyuner. Dari 200 ribu itu disaring kadar bahagia- nya berdasarkan berbagai parameter termasuk keluarga tersebut. Hasil saringan terakhir ada sekitar 200 orang yang dianggap sangat bahagia, karena selain kaya, bisnisnya luar biasa, menikmati hidup, keluarganya beres. Hasil survey tersebut ditulis dalam buku karangan ThomasStanley berjudul "The Millionaire Mind."


Orang-orang kaya tersebut rata-rata sudah berumur, mereka adalah orang kaya dalam 1 generasi, artinya bukan kaya warisan, tapi kaya dengan modal zero, alias kerja sendiri. Kemudian orang-orang ini diwawancara satu per satu secara detail, dan di-summary-kan gaya hidup orang-orang tersebut, berikut 10 gaya hidup:
  1. Orang-orang tersebut frugal = hemat, artinya: mereka penuh pertimbangan dalam memanfaatkan uang mereka. Untuk beli sesuatu, pikir-pikir dulu sekitar 20 kali, tipe orang yang tanya sama Tuhan tentang segala sesuatu pengeluaran. Mereka tidak diperbudak mode, meskipun tidak kuno, tapi modis. Mereka tahu dimana beli barang bagus tapi murah.
  2. Orang-orang tersebut selalu hidup di bawah incomemereka, tidak hidup gali lobang tutup lobang alias anti utang.
  3. Sangat loyal terhadap pasangan - tidak cerai dan setia!
  4. Selalu lolos dari prahara baik dalam keluarga/bisnis (di USA sering resesi ekonomi, mereka selalu lolos). Setelah ditanya apa kunci lolosnya, jawabannya: "overcoming worry and fear with The Bible and pray,with faith to God. We have God and His word."
  5. Cara berpikir mereka berbeda dalam segala segi dengan orang-orang kebanyakan, contoh: kita kalau ke mall, mikir abisin duit, mereka malah survey mencari bisnis apa yang paling laku di mall. They think differently from the crowd. Mereka "man of production" bukan "man of consumption."
  6. Ketika ditanya kunci suksesnya: [a]. Punya integritas = omongan dan janji bisa dipegang dan dipercaya, [b]. Disiplin = tidak mudah dipengaruhi, dalam segala hal, termasuk disiplin dalam hal makanan, mereka orang yang tidak sembarangan konsumsi makanan dan tidak serakah, [c]. Selalu mengembangkan social skill = cara bergaul, belajar getting along with people, belajar leadership, menjual ide, mereka orang yang meng-upgrade dirinya, tidak malas belajar, [d]. Punya pasangan yg support, selalu mendukung dalam keadaan enak/tidak enak. Menurut mereka, integrity dimulai di rumah, kalau seorang suami/istri tidak bisa dipercaya di rumah, pasti tidak bisa dipercaya di luar.
  7. Pembagian waktu/aktivitas, paling banyak untuk hal-hal berikut: [a]. Mengajak anak dan cucu sport/olahraga, alasannya, dengan olahraga bisa meningkatkan fighting spirit yang penting untuk pertandingan rohani untuk menang sebagai orang beriman, untuk bisa sportif (menerima kenyataan, tetapi dengan semangat untuk memperbaiki dan menang), [b]. Banyak memikirkan tentang investment, [c]. Banyak waktu berdoa, mencari hadirat Allah, belajar Firman. Ini menjadi lifestyle mereka sejak muda, [d]. Attending religious activities, [e]. Sosializing with children and grand child, ngobrol, [f]. Entertaining with friends, maksudnya bergaul, membina hubungan.
  8. Have a strong religious faith, dan menurut mereka ini kunci sukses mereka.
  9. Religious millionaire. Mereka tidak pernah memaksakan suatu jumlah aset sama Tuhan, tapi mereka belajar mendengarkan suara Tuhan, berapa jumlah aset yang Tuhan inginkan buat mereka. Minta guidance untuk bisnis. Mereka bukan type menelan semua tawaran bisnis yang disodorkan kepada mereka, tapi tanya Tuhan dulu untuk mengambil keputusan.
  10. Ketika ditanya tentang siapa mentor mereka, jawabannya adalah Tuhan.


Sumber : http://putra212.blogspot.com/2010_03_01_archive.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Tidak Boleh Menyembunyikan Ilmu

"Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang."

Laknat yang berasal dari Allah adalah diusir dan dijauhkan dari kebaikan, sedangkan laknat yang berasal dari makhluk adalah cacian dan celaan serta mendoakan keburukan bagi orang yang dilaknat serta mempersulitnya dan menyelisihinya disertai kemunkaran kepadanya dan berlepas diri darinya.

Dan yang dimaksud dengan firman Allah "mereka yang melaknat" adalah segala sesudah yang dapat memberi laknat, dan ini telah datang penjelasannya sesudah ayat itu didalam firman-Nya:
"Sesungguhnya orang-orang kafir dan mati sedangkan mereka berada dalam kekafiran merekalah yang akan ditimpa oleh laknat Allah, malaikat dan manusia seluruhnya."

Ayat ini telah menjelaskan bahwa menyembunyikan penjelasan-penjelasan dan petunjuk termasuk dosa-dosa besar yang karenanya Allah telah mewajibkan bagi pelakunya laknat. Dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Dien dan dibutuhkan oleh mukallaf maka tidak boleh untuk disembunyikan, dan barang siapa yang menyembunyikannya sesungguhnya kesalahannya sangat besar. Dan firman Allah:
"Sesungguhnya orang-orang yang bertaubat dan berbuat kebaikan serta menerangkan (kebenaran)."

Menunjukkan bahwa tidak cukup di dalam taubat itu bagi seseorang untuk mengatakan sesungguhnya aku telah bertaubat akan tetapi wajib baginya setelah bertaubat untuk mengubah keadaan sebelum itu, apabila ia seorang yang murtad maka ia mesti kembali kepada Islam serta melaksanakan syariat-syariatnya, dan jika ia termasuk orang yang berbuat maksiat mestinya ia menampakkan amal-amal shaleh serta menjauhi orang-orang yang berbuat kerusakan.

Firman Allah: "dan mereka yang menjelaskan (kebenaran)", yakni mereka menjelaskan apa yang mereka sembunyikan daripada ilmu. Sedangkan yang dimaksud dengan menyembunyikan adalah: tidak mau menampakkan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia, serta segala sesuatu yang sangat dibutuhkan untuk ditampakkan, sebab jika sesuatu yang tidak ditampakkan itu bukan hal yang perlu maka seorang melakukannya tidak dianggap sebagai seorang yang menyembunyikan. dan oleh karena apa yang diturunkan oleh Allah dari pada penjelasan-penjelasan dan petunjuk merupakan hal-hal yang sangat dibutuhkan dalam Dien maka orang-orang yang mengetahuinya dan tidak menampakkan disifati dengan orang-orang yang menyembunyikannya.

"Firman Allah:
"Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dengan orang-orang yang diberikan Al-Kitab agar mereka menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."

Sehubungan dengan masalah betapa pentingnya untuk menjelaskan ilmu yang andaikata tidak disebutkan padanya ancaman, maka cukuplah firman Allah SWT:
"Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang Dien dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (At-Taubah : 122)

Dan diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa yang menyembunyikan suatu ilmu yang ia ketahui maka ia datang pada hari kiamat dengan dikekang daripada kekang api neraka."

Adapun Abu Hurairah adalah yang mengatakan sebagaimana disebutkan di dalam dua kitab shahih: "Sesungguhnya manusia mengatakan "Abu Hurairah telah banyak meriwayatkan hadits. andaikata bukan karena dua ayat di dalam Al-Qur'an niscaya aku tidak akan menceritakan satu haditspun, kemudian beliau membaca firman Allah : "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk", dan firman Allah : "Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dengan orang-orang yang diberikan Al-Kitab agar mereka menjelaskan kepada manusia dan tidak menyembunyikannya."

Mengambil upah terhadap pengajaran agama
Para ulama telah berhujjah dengan ayat ini bahwasanya tidak boleh bagi seseorang untuk mengambil upah dalam mengajarkan agama, karena ayat ini menunjukkan wajibnya untuk melakukan pengajaran maka mengambil upah dari perbuatan itu termasuk mengambil upah atas sesuatu yang wajib dan yang demikian itu tidak dibolehkan. Pendapat ini didukung pula oleh firman Allah: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang diturunkan oleh Allah berupa Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sangat sedikit".

Makna yang terkuat (zhahir) dari pada ayat ini menjelaskan tentang larangan mengambil upah dalam mengajarkan ilmu dan sekaligus larangan terhadap menyembunyikan ilmu itu sendiri. sebab firman-Nya : "Dan mereka menjualnya dengan harga yang sedikit" merupakan larangan dari pada mengambil harga atau upah atas suatu ilmu dari segala segi serta dalam segala keadaan.

Kapan ilmu itu wajib disampaikan
Adapun permasalah tentang kapan ilmu itu wajib disampaikan adalah suatu permasalahan yang telah diperdebatkan oleh ulama, dan sebagai kesimpulannya adalah apa yang disebutkan oleh Ibnul Arabi dikitabnya (Ahkam Al-Qur'an) dimana beliau berkata: "Kesimpulan dari pada maksud ayat ini adalah: bahwasanya seorang yang alim jika dia bermaksud untuk menyembunyikan ilmunya maka sesungguhnya dia telah bermaksiat, akan tetapi jika hal itu tidak disengaja olehnya maka tidak mesti baginya untuk menyampaikan apabila ia mengetahui bahwasanya ada bersamanya orang lain yang dapat menyampaikan ilmu itu."

Berkata Utsman ra: "Sesungguhnya aku akan menceritakan kepada kalian suatu hadits, andaikata bukan karena suatu ayat di dalam Al-Qur'an niscaya aku tidak akan menceritakannya kepada kamu", ayat itu adalah: "Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dila'nati Allah dan dila'nati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat mela'nati."

Dan biasanya Abu Bakar dan Umar tidak menceritakan segala sesuatu yang mereka dengar dari Nabi SAW kecuali hal itu dibutuhkan. Sedangkan Az-Zubair adalah orang yang sangat sedikit meriwayatkan hadits karena beliau khawatir akan terjerumus pada perbuatan dusta. Akan tetapi mereka beranggapan bahwasanya ilmu telah menyebar pada mereka semua maka salah seorang diantara mereka melakukan tabligh (menyampaikan ilmu) apabila yang lain meninggalkannya.

Apabila dikatakan menyampaikan ilmu merupakan hal yang utama atau fardhu, dan jika demikian, mengapa ada diantara para sahabat yang tidak melakukannya seperti Abu Bakar, Umar, Zubair, dan yang lainnya dan jika menyampaikan ilmu itu suatu keutamaan, maka mengapa mereka banyak yang meninggalkannya? Jawabannya: Bahwasanya barang siapa yang ditanya tentang suatu ilmu maka telah wajib baginya untuk menyampaikan ilmu berdasarkan ayat ini, dan berdasarkan apa yang telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan 'Amr bin 'Ash bahwasanya Nabi bersabda:
"Barangsiapa yang menyembunyikan suatu ilmu yang ia ketahui maka ia datang pada hari kiamat dengan dikekang daripada kekang api neraka."

Adapun orang yang tidak ditanya maka tidak wajib baginya untuk menyampaikan ilmu kecuali tentang Al-Qur'an saja. Dan telah berkata As-Sihnun: "Sesungguhnya hadits Abu Hurairah dan Amr bin Ash ini hanya menjelaskan tentang masalah persaksian saja."

Adapun pendapat yang menurutku adalah apa yang telah kami isyaratkan sebelum ini bahwasanya apabila ada orang yang menyampaikan ilmu tersebut, maka gugurlah kewajiban itu karena perbuatannya, dan jika tidak ada orang lain yang dapat menyampaikan ilmu selain dia maka wajib baginya untuk menyampaikan ilmu itu. Dan telah diriwayatkan dari Rasulullah SAW suatu riwayat yang menerangkan tentang keutamaan menyampaikan ilmu, yang mana Beliau bersabda:  
"Semoga Allah memberi kecerahan kepada seseorang yang mendengar perkataan itu lalu memahaminya dan menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya."


Sumber : http://putra212.blogspot.com/2010_03_01_archive.html


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

20 SIFAT YANG MENGHANCURKAN DIRI SENDIRI

Dari buku Personality Plus, bisa disimpulkan kira-kira ada 20 sifat yang bisa menghancurkan diri sendiri, yaitu:


  1. Bashful, Sering menghindari perhatian karena malu.
  2. Unforgiving, Sulit melupakan sakit hati atas ketidakadilan yang dialami, biasa mendendam.
  3. Resentful, Sering memendam rasa tidak senang akibat tersinggung oleh fakta / khayalannya.
  4. Fussy, Bersikeras minta perhatian besar pada perincian/hal yang sepele.
  5. Insecure, Sering merasa sedih/ cemas/ takut/ kurang kepercayaan.
  6. Unpopular, Suka menuntut orang lain untuk sempurna sesuai keinginannya.
  7. Hard to please, Suka menetapkan standar yang terlalu tinggi yang sulit dipenuhi oleh orang lain.
  8. Pessimistic, Sering melihat sisi buruk lebih dulu pada situasi apapun.
  9. Alienated, Sering merasa terasing/tidak aman, takut jangan-jangan tidak disenangi orang lain
  10. Negative attitude, Jarang berpikir positif, sering cuma melihat sisi buruk/gelap setiap situasi.
  11. Withdrawn, Sering lama-lama menyendiri/menarik diri/mengasingkan diri.
  12. Too sensitive, Terlalu introspektif/ingin dipahami, mudah tersinggung kalau disalahpahami.
  13. Depressed, Hampir sepanjang waktu merasa tertekan.
  14. Introvert, Pemikiran & perhatiannya ditujukan ke dalam, hidup di dalam diri sendiri.
  15. Moody, Semangatnya sering merosot drastis, apalagi kalo merasa tidak dihargai.
  16. Skeptical, Tidak mudah percaya, mempertanyakan motif di balik kata-kata.
  17. Loner, Memerlukan banyak waktu pribadi, cenderung menghindari orang lain.
  18. Suspicious, Suka curiga/tidak percaya kata-kata orang lain.
  19. Revengeful, Sadar/tidak sadar sering menahan perasaan, menyimpan dendam, ingin membalas.
  20. Critical, Suka mengevaluasi/menilai/berpikir/mengkritik secara negatif

Sumber : http://ustadchandra.wordpress.com/category/motivasi/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Tidur sehat, Tidur Sunnah


“Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710)

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud no. 5045, At Tirmidzi No. 3395, Ibnu Majah No. 3877 dan Ibnu Hibban No. 2350)

“Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shohih)

“Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘allaihi wasallam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” (Hadist Riwayat Al-Bukhari No. 568 dan Muslim No. 647 (235))

“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Al-Bukhari No. 247 dan Muslim No. 2710)

Tidur merupakan aktivitas yang bertujuan mengembalikan vitalitas tubuh, mengistirahatkan tubuh, dan memperbaharui sel-sel yang rusak. Inilah salah satu hikmah penciptaan siang dan malam. Allah ciptakan siang bagi manusia untuk bertebaran di muka bumi guna menebar kebaikan, dan Allah ciptakan malam untuk berkontemplasi dan rehat sejenak.
Aktivitas tidur begitu personal, sebab berbeda pada tiap individu. Tidur seseorang dipengaruhi oleh usia, pekerjaan, serta temperamen. Yang cukup mencengangkan adalah fakta bahwa ternyata orang yang beraktivitas dengan otak memerlukan tidur yang lebih banyak dari orang yang beraktivitas dengan fisik.

Tidur mempengaruhi metabolisme tubuh dan merangsang daya asimilasi. Maka tak heran jika para ahli kesehatan mengatakan bahwa tidur terlalu lama tidak sehat. Hal tersebut karena tubuh kita menyerap/mengasimilasi limbah dan udara kotor kembali, sehingga ketika terjaga badan justru lesu. Para ahli menyarankan untuk menata selang-selang (periode) aktivitas dan istirahat dalam durasi yang lebih pendek.

Contoh terbaik dari metode ini ialah seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW. Rasulullah SAW tidur tidak terlalu malam, lalu bangun beberapa saat setelah lewat tengah malam untuk melakukan shalat tahajud, kemudian esok hari ketika menjelang tengah hari beliau tidur sejenak.

Posisi tidur juga berpengaruh terhadap kesehatan. Tidur berbaring dengan posisi telentang kurang sehat, sebab menekan atau menyesakkan tulang punggung, bahkan kadangkala bisa menyebabkan kita ingin ke toilet/WC. Tidur tengkurap atau menelungkup tidak baik untuk pernapasan. Tidur dengan bertumpu pada sisi kiri badan (menghadap ke kiri) dapat menghimpit posisi jantung sehingga sirkulasi darah terganggu dan pasokan darah ke otak berkurang. Dengan berkurangnya pasokan darah ke otak, tidur pada posisi kiri dapat pula mengakibatkan kita sering mengalami mimpi-mimpi tidak baik (nightmares), serta berjalan dalam keadaan tidur (somnabulisme).

Posisi tidur terbaik menurut riset ilmiah adalah dengan bertumpu pada sisi kanan tubuh (menghadap ke kanan). Fakta yang telah diuji melalui riset medis modern ini bersesuaian dengan anjuran Rasulullah SAW dalam sunnah, jauh sebelum era riset dan teknologi seperti sekarang. Rasulullah Muhammad SAW menganjurkan kepada para pengikut beliau untuk tidur berbaring pada sisi badan bagian kanan. Dalam sunnah, posisi tidur diusahakan agar kepala menghadap ke utara dan kaki mengarah ke selatan, sehingga tubuh tidak menolak arus/medan magnet konstan mengaliri sekujur tubuh dari kutub magnetik utara menuju ke selatan dan berpengaruh baik terhadap sistem syaraf kita.

(Dari berbagai sumber)


Padamkan lampu sewaktu tidur

Rasullah Muhammad SAW bersabda:
“Jika diantara kalian tidur maka padamkanlah lampu” [HR. Bukhari]

Dari pesan Rasulullah kali ini, mungkin yang terfikir oleh kita adalah penghematan biaya dan energi listrik apabila lampu dimatikan.

Ternyata ! Tubuh manusia itu mengeluarkan energi saat  tidur dan energi itu keluar dari tubuh untuk membenahi sel – sel tubuh yang rusak dan energi – energi yang keluar itu terganggu apabila ada cahaya. Rasulullah mengajarkannya di zaman itu, disaat manusia belum sampai kepada kedalaman pengetahuan tentang energi dll.

Dan kini, telah terbukti ternyata energi yang keluar dari tubuh itu saat seseorang tidur terganggu jika ada cahaya. Jelas sudah pesan dari Rasulullah ini, maka apabila anda tidur padamkanlah lampu agar energi yang membenahi tubuh kita tidak terganggu oleh cahaya dan tubuh kita akan menjadi lebih segar pada saat bangun tidur.

Wallahu’alam Bishowab…

Sumber : http://masmoi.wordpress.com/tag/tidur-islami/


Tidur Sehat ala Rasulullah

Sejatinya tidur mengembalikan vitalitas tubuh, merelaksasikan otot-otot dan memperbaharui sel-sel yang rusak. Peryataan tersebut bukan tak beralasan, seperti yang dipaparkan dalam surat An-Naba’, “Dan Kami jadikan tidurmu sebagal pelepas lelah bagimu.” Dengan kata lain tidur merupakan kebutuhan yang tidak bisa tidak. Banyak hikmah dapat diambil dari tidur. Seperti kisah Ashabul Kahfi, Allah menidurkan ketiga pemuda itu selama 390 tahun. Sungguh waktu yang tidak sebentar. Perkara tersebut dijelaskan dalam Al-Qur’an, “Hakikat waktu berada dalam genggaman Allah, tidur dalam rangka mewujudkan pengabdian pada Allah, tidur dengan cara yang benar.” (Al Kahfi:18)

Oleh sebab itu, hindarkan tidur mubazir alias sia-sia. Akan tetapi kecendrungan hasrat manusia untuk tidur lagi dan lagi sulit diredam. Banyak yang salah salah kaprah dengan tidur sebegai istrihat. Hendaknya tidur yang notabene dapat melupakan beban masalah sesaat itu berkualitas lagi diridhoi-Nya. Rasulullah saw pernah mengajarkan bagaimana tidur yang berkualitas. Tidur berkualitas mengacu pada pola hidup sehat nan islami.

Bagaimana tidur sehat ala Rasulullah? Sebelum tidur biasakan membersihkan diri dengan berwudhu’ dan bersiwak (menggosok gigi). Meskipun cuma tidur bukan berarti seenak udel saja. Tidurlah dengan pakaian yang pantas, jangan pakaian yang menyiksa raga seperti ketat dan menyesakkan sehingga mengganggu ketentraman tidur. Ada baiknya sebelum tidur untuk membersihkan tempat tidur agar tidur terasa nyaman. Jangan sampai lupa berdo’a dan berdzikir. Dengan berdoa’ dan berzikir Insya Allah terhindar dari mimpi buruk.

Tidurlah dengan posisi tidur miring ke kanan dan menghadap kiblat sebagaimana yang diajarkan nabi, “Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Sedangkan tidur bertumpu pada sisi kiri badan berbahaya bagi kesehatan, karena dapat menghimpit posisi jantung akibatnya sirkulasi darah ke otak terganggu. Tidur miring ke posisi kiri mengakibatkan seseorang mengalami mimpi buruk (nightmares). Dan janganlah tidur tertelungkup (tengkurap), Allah sangat murka dengan posisi tidur seperti itu. Sedangkan tidur dengan posisi tertelentang bencana buat tulang belakang. Hal tersebut dapat menekan atau menyesakkan tulang belakang.

Tidur jangan kelewat malam, apalagi begadang mengerjakan hal-hal yang tidak bermanfaat. “Bahwasanya Rosululloh sholallahu ‘allaihi wassalam membenci tidur malam sebelum (sholat Isya) dan berbincang-bincang (yang tidak bermanfaat) setelahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Tidak itu saja tidur terlalu malam kurang berdampak buruk pada kesehatan. Dan disunnahkan lagi agar tidur tidak berlawan dengan arah magnet bumi. Sehingga arus magnet bumi mengalir tanpa gangguan. Dan posisi ini disenyalir membawa positif bagi sistem syaraf.

Jika telah mengikuti apa yang dikatakan Rasulullah, niscaya apa yang diharapkan dari tidur berkualitas didapat dan kesehatan pun terjaga. Dan waktu subuh yang penuh berkah pun tidak terlewatkan dengan percuma. (Annida/halalguide/medicalzone/asysyariah/ Rahmadanil)


Sumber : http://islamikaforteen.wordpress.com/2007/12/20/tidur-sehat-ala-rasulullah/#more-8


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Kembali Mau Bakar Alquran, Terry Jones Ditahan

Terry Jones.
Terry Jones.

REPUBLIKA.CO.ID, FLORIDA -- Pendeta kontroversial Amerika Serikat, Terry Jones ditahan di Florida setelah mengumumkan rencananya membakar sekitar 3.000 kopi Alquran pada peringatan 9/11.

Jones dihentikan polisi saat mengendarai sebuah truk yang menarik pemanggang besar dan berisi Alquran yang disiram minyak tanah. Dia mengatakan berencana membakar 2.998 foto copyan Alquran di taman Tampa Bay sebagai peringatan korban tragedi 11 September.

Ancaman Terry Jones untuk membakar Alquran pada 2010 memicu kemarahan yang meluas. Jemaatnya di Dove World Outreach Center di Gainsville, Florida membakar Alquran pada 2011, yang menyebabkan protes kekerasan dan mematikan di seluruh Timur Tengah dan di Afganistan.

Jones ditahan bersama pendeta rekannya, Marvin Saap saat mereka berkendara melalui kota Mulberry, Rabu waktu setempat. Mereka dilaporkan membawa ekstra minyak tanah dalam truknya.

Kedua pria didakwa mengangkut BBM ilegal dan Jones dituduh membawa senjata api. Dia sebelumnya mengumumkan di situsnya akan membakar Alquran di sebuah taman di dekatnya.

Sherif Pol Grady Judd mengatakan kepada detektifnya untuk memperingatkan Jones bahwa rencananya melawan hukum. "Kami tidak hanya mengatakan padanya dia punya hak amandemen pertama untuk kebebasan berbicara," ujar Sheriff Judd dikutip BBC, Kamis (12/9).

Ia menasehati Jones untuk datang ke taman jika mau dan membuat pernyataan semaunya. "Tetapi, dia tidak akan datang ke Polk County dan melanggar hukum," ujarnya.

Sumber : http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/13/09/12/mt0ca4-kembali-mau-bakar-alquran-terry-jones-ditahan

Mengundang Rezeki

Silahkan klik video di bawah ini untuk melihat penjelasannya

Adab-Adab Seorang Yang Berhutang

Oleh: Ustadz Armen Halim Naro Lc

“Wahai guru, bagaimana kalau mengarang kitab tentang zuhud ?” ucap salah seorang murid kepada Imam Muhammad bin Hasan Asy-Syaibani. Maka beliau menjawab : “Bukankah aku telah menulis kitab tentang jual-beli?”

Fenomena yang sering terjadi dewasa ini yaitu banyaknya orang salah persepsi dalam memandang hakikat ke-islaman seseorang. Seringkali seorang muslim memfokuskan keshalihan dan ketakwaannya pada masalah ibadah ritualnya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga diapun terlihat taat ke masjid, melakukan hal-hal yang sunat, seperti, shalat, puasa sunat dan lain sebagainya. Di sisi lain, ia terkadang mengabaikan masalah-masalah yang bekaitan dengan muamalah, akhlak dan jual-beli. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan, agar sebagai muslim, kita harus kaffah.

Sebagaimana kita muslim dalam mu’amalahnya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka seyogyanya juga harus muslim juga dalam mu’amalahnya dengan manusia. Allah berfirman.
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh) …. [Al-Baqarah : 208]

Oleh karenanya, dialog murid terkenal Imam Abu Hanifah tadi layak dicerna dan dipahami. Seringkali zuhud diterjemahkan dengan pakaian lusuh, makanan sederhana, atau dalam arti kening selalu mengkerut dam mata tertunduk, supaya terlihat sedang tafakkur. Akan tetapi, kalau sudah berhubungan dengan urusan manusia, maka dia tidak menghiraukan yang terlarang dan yang tercela.

Hutang-piutang merupakan salah satu permasalahan yang layak dijadikan bahan kajian berkaitan dengan fenomena di atas. Hutang-piutang merupakan persoalan fikih yang membahas permasalahan mu’amalat. Di dalam Al-Qur’an, ayat yang menerangkan permasalahan ini menjadi ayat yang terpanjang sekaligus bagian terpenting, yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 282. Demikian pentingnya masalah hutang-pihutang ini, dapat ditunjukkan dengan salah satu hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mau menshalatkan seseorang yang meninggal, tetapi masih mempunyai tanggungan hutang.

HUTANG HARUS DIPERSAKSIKAN
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” [Al-Baqarah : 282]

Mengenai ayat ini, Ibnul Arabi rahimahullah di dalam kitab Ahkam-nya menyatakan : “Ayat ini adalah ayat yang agung dalam mu’amalah yang menerangkan beberapa point tentang yang halal dan haram. Ayat ini menjadi dasar dari semua permasalahan jual beli dan hal yang menyangkut cabang (fikih)” [1]

Menurut Ibnu Katsir rahimahullah, ini merupakan petunjuk dari-Nya untuk hamba-Nya yang mukmin. Jika mereka bermu’amalah dengan transaksi non tunai, hendaklah ditulis, agar lebih terjaga jumlahnya dan waktunya dan lebih menguatkan saksi. Dan di ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengingatkan salah satu ayat : “Hal itu lebih adil di sisi Allah dan memperkuat persaksian dan agar tidak mendatangkan keraguan” [2]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Maka tulislah …” maksudnya adalah tanda pembayaran untuk megingat-ingat ketika telah datang waktu pembayarannya, karena adanya kemungkinan alpa dan lalai antara transaksi, tenggang waktu pembayaran, dikarenakan lupa selalu menjadi kebiasaan manusia, sedangkan setan kadang-kadang mendorongnya untuk ingkar dan beberapa penghalang lainnya, seperti kematian dan yang lainnya. Oleh karena itu, disyari’atkan untuk melakukan pembukuan hutang dan mendatangkan saksi” [3]

“Maka tulislah…”, secara zhahir menunjukkan, bahwa dia menuliskannya dengan semua sifat yang dapat menjelaskannya di hadapan hakim, apabila suatu saat perkara hutang-pihutang ini diangkat kepadanya. [4]

BOLEHKAH BERHUTANG?
Tidak ada keraguan lagi bahwa menghutangkan harta kepada orang lain merupakan perbuatan terpuji yang dianjurkan syari’at,dan merupakan salah satu bentuk realisasi dari hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Baragsiapa yang melapangkan seorang mukmin dari kedurhakaan dunia, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melapangkan untuknya kedukaan akhirat”
Para ulama mengangkat permasalahan ini, dengan memperbandingkan keutamaan antara menghutangkan dengan bersedekah. Manakah yang lebih utama?

Sekalipun kedua hal tersebut dianjurkan oleh syari’at, akan tetapi dalam sudut kebutuhan yang dharurat, sesungguhnya orang yang berhutang selalu berada pada posisi terjepit dan terdesak, sehingga dia berhutang. Sehingga menghutangkan disebutkan lebih utama dari sedekah, karena seseorang yang diberikan pinjaman hutang, orang tersebut pasti membutuhkan. Adapun bersedekah, belum tentu yang menerimanya pada saat itu membutuhkannya.
Ibnu Majah meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau berkata kepada Jibril : “Kenapa hutang lebih utama dari sedekah?” Jibril menjawab, “Karena peminta, ketika dia meminta dia masih punya. Sedangkan orang yang berhutang, tidaklah mau berhutang, kecuali karena suatu kebutuhan”. Akan tetapi hadits ini dhaif, karena adanya Khalid bin Yazid Ad-Dimasyqi. [5]

Adapun hukum asal berhutang harta kepada orang lain adalah mubah, jika dilakukan sesuai tuntunan syari’at. Yang pantas disesalkan, saat sekarang ini orang-orang tidak lagi wara’ terhadap yang halal dan yang haram. Di antaranya, banyak yang mencari pinjaman bukan karena terdesak oleh kebutuhan, akan tetapi untuk memenuhi usaha dan bisnis yang menjajikan.

Hutang itu sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, hutang baik. Yaitu hutang yang mengacu kepada aturan dan adab berhutang. Hutang baik inilah yang dilakukan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; ketika wafat, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam masih berhutang kepada seorang Yahudi dengna agunan baju perang. Kedua, hutang buruk. Yaitu hutang yang aturan dan adabnya didasari dengan niat dan tujuan yang tidak baik.


ETIKA BERHUTANG
1. Hutang tidak boleh mendatangkan keuntungan bagi si pemberi hutang.
Kaidah fikih berbunyi : “Setiap hutang yang membawa keuntungan, maka hukumnya riba”. Hal ini terjadi jika salah satunya mensyaratkan atau menjanjikan penambahan. Sedangkan menambah setelah pembayaran merupakan tabi’at orang yang mulia, sifat asli orang dermawan dan akhlak orang yang mengerti membalas budi.

Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah- berkata : “Hendaklah diketahui, tambahan yang terlarang untuk mengambilnya dalam hutang adalah tambahan yang disyaratkan. (Misalnya), seperti seseorang mengatakan “saya beri anda hutang dengan syarat dikembalikan dengan tambahan sekian dan sekian, atau dengan syarat anda berikan rumah atau tokomu, atau anda hadiahkan kepadaku sesuatu”. Atau juga dengan tidak dilafadzkan, akan tetapi ada keinginan untuk ditambah atau mengharapkan tambahan, inilah yang terlarang, adapun jika yang berhutang menambahnya atas kemauan sendiri, atau karena dorongan darinya tanpa syarat dari yang berhutang ataupun berharap, maka tatkala itu, tidak terlarang mengambil tambahan. [6]

2. Kebaikan (seharusnya) dibalas dengan kebaikan
Itulah makna firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tertera dalam surat Ar-Rahman ayat 60, semestinya harus ada di benak para penghutang, Dia telah memperoleh kebaikan dari yang memberi pinjaman, maka seharusnya dia membalasnya dengan kebaikan yang setimpal atau lebih baik. Hal seperti ini, bukan saja dapat mempererat jalinan persaudaraan antara keduanya, tetapi juga memberi kebaikan kepada yang lain, yaitu yang sama membutuhkan seperti dirinya. Artinya, dengan pembayaran tersebut, saudaranya yang lain dapat merasakan pinjaman serupa.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata.
“Nabi mempunyai hutang kepada seseorang, (yaitu) seekor unta dengan usia tertentu.orang itupun datang menagihnya. (Maka) beliaupun berkata, “Berikan kepadanya” kemudian mereka mencari yang seusia dengan untanya, akan tetapi mereka tidak menemukan kecuali yang lebih berumur dari untanya. Nabi (pun) berkata : “Berikan kepadanya”, Dia pun menjawab, “Engkau telah menunaikannya dengan lebih. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala membalas dengan setimpal”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam pengembalian” [7]

Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu ia berkata.
“Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, sedangkan beliau mempunyai hutang kepadaku, lalu beliau membayarnya dam menambahkannya” [8]

3. Berhutang dengan niat baik
Jika seseorang berhutang dengan tujuan buruk, maka dia telah zhalim dan melakukan dosa. Diantara tujuan buruk tersebut seperti. a. Berhutang untuk menutupi hutang yang tidak terbayar b. Berhutang untuk sekedar bersenang-senang c. Berhutang dengan niat meminta. Karena biasanya jika meminta tidak diberi, maka digunakan istilah hutang agar mau memberi.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda :
“Barangsiapa yang mengambil harta orang (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membinasakannya” [9]

Hadits ini hendaknya ditanamkan ke dalam diri sanubari yang berhutang, karena kenyataan sering membenarkan sabda Nabi diatas [10] Berapa banyak orang yang berhutang dengan niat dan azam untuk menunaikannya, sehingga Allah pun memudahkan baginya untuk melunasinya.

Sebaliknya, ketika seseorang berazam pada dirinya, bahwa hutang yang dia peroleh dari seseorang tidak disertai dengan niat yang baik, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala membinasakan hidupnya dengan hutang tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala melelahkan badannya dalam mencari, tetapi tidak kunjung dapat. Dan dia letihkan jiwanya karena memikirkan hutang tersebut. Kalau hal itu terjadi di dunia yang fana, bagaimana dengan akhirat yang baqa (kekal)?


4. Hutang tidak boleh disertai dengan jual beli
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia telah melarangnya, karena ditakutkan dari transaksi ini mengandung unsur riba. Seperti, seseorang meminjam pinjaman karena takut riba, maka kiranya dia jatuh pula ke dalam riba dengan melakuan transaksi jual beli kepada yang meminjamkan dengan harga lebih mahal dari biasanya.


5. Wajib memabayar hutang
Ini merupakan peringatan bagi orang yang berhutang. Semestinya memperhatikan kewajiban untuk melunasinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan agar kita menunaikan amanah. Hutang merupakan amanah di pundak penghutang yang baru tertunaikan (terlunaskan) dengan membayarnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimnya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. [An-Nisa : 58]
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah :
“Sekalipun aku memiliki emas sebesar gunung Uhud, aku tidak akan senang jika tersisa lebih dari tiga hari, kecuali yang aku sisihkan untuk pembayaran hutang” [HR Bukhari no. 2390]

Orang yang menahan hutangnya padahal ia mampu membayarnya, maka orang tersebut berhak mendapat hukuman dan ancaman, diantaranya.
a. Berhak mendapat perlakuan keras.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu berkata. :
“Seseorang menagih hutang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sampai dia mengucapkan kata-kata pedas. Maka para shahabat hendak memukulnya, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam berkata, “Biarkan dia. Sesungguhnya si empunya hak berhak berucap. Belikan untuknya unta, kemudian serahkan kepadanya”. Mereka (para sahabat) berkata : “Kami tidak mendapatkan, kecuali yang lebih bagus dari untanya”. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Belikan untuknya, kemudian berikan kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik kalian ialah yang paling baik dalam pembayaran” [11]
Imam Dzahabi mengkatagorikan penundaan pembayaran hutang oleh orang yang mampu sebagai dosa besar dalam kitab Al-Kabair pada dosa besar no. 20

b. Berhak dighibah (digunjing) dan diberi pidana penjara.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah.:
“Menunda (pembayaran) bagi orang yang mampu merupakan suatu kezhaliman” [12]
Dalam riwayat lain Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. :
“Menunda pembayaran bagi yang mampu membayar, (ia) halal untuk dihukum dan (juga) kehormatannya”.
Sufyan Ats-Tsauri berkata, “Halal kehormatannya ialah dengan mengatakan ‘engkau telah menunda pebayaran’ dan menghukum dengan memenjarakannya” [13]

c.. Hartanya berhak disita
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang yang telah bangkrut, maka dia lebih berhak dengan harta tersebut dari yang lainnya” [14]

d. Berhak di-hajr (dilarang melakukan transaksi apapun).
Jika seseorang dinyatakan pailit dan hutangnya tidak bisa ditutupi oleh hartanya, maka orang tersebut tidak diperkenankan melakukan transaksi apapun, kecuali dalam hal yang ringan (sepele) saja.

Hasan berkata, “Jika nyata seseorang itu bangkrut, maka tidak boleh memerdekakan, menjual atau membeli” [15]

Bahkan Dawud berkata, “Barangsiapa yang mempunyai hutang, maka dia tidak diperkenankan memerdekakan budak dan bersedekah. Jika hal itu dilakukan, maka dikembalikan” [16]
Kemungkinan –wallahu a’lam- dalam hal ini, hutang yang dia tidak sanggup lagi melunasinya.

6. Jika terjadi keterlambatan karena kesulitan keuangan, hendaklah orang yang berhutang memberitahukan kepada orang yang memberikan pinjaman, karena hal ini termasuk bagian dari menunaikan hak yang menghutangkan.
Janganlah berdiam diri atau lari dari si pemberi pinjaman, karena akan memperparah keadaan, dan merubah hutang, yang awalnya sebagai wujud kasih sayang, berubah menjadi permusuhan dan perpecahan.

7. Berusaha mencari solusi sebelum berhutang, dan usahakan hutang merupakan solusi terakhir setelah semuanya terbentur.

8. Menggunakan uang dengan sebaik mungkin. Menyadari, bahwa pinjaman merupakan amanah yang harus dia kembalikan.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Tangan bertanggung jawab atas semua yang diambilnya, hingga dia menunaikannya” [17]

9. Pelimpahan hutang kepada yang lain diperbolehkan dan tidak boleh ditolak
Jika seseorang tidak sanggup melunasi hutangnya, lalu dia melimpahkan kepada seseorang yang mampu melunasinya, maka yang menghutangkan harus menagihnya kepada orang yang ditunjukkan, sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, telah bersabda Rasulullah :

“Menunda pembayaran bagi roang yang mampu merupakan suatu kezhaliman. Barangsiapa yang (hutangnya) dilimpahkan kepada seseorang, maka hendaklah dia menurutinya. [18]

10. Diperbolehkan bagi yang berhutang untuk mengajukan pemutihan atas hutangnya atau pengurangan, dan juga mencari perantara (syafa’at) untuk memohonnya.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : (Ayahku) Abdullah meninggal dan dia meninggalkan banyak anak dan hutang. Maka aku memohon kepada pemilik hutang agar mereka mau mengurangi jumlah hutangnya, akan tetapi mereka enggan. Akupun mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta syafaat (bantuan) kepada mereka. (Namun) merekapun tidak mau. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Pisahkan kormamu sesuai dengan jenisnya. Tandan Ibnu Zaid satu kelompok. Yang lembut satu kelompok, dan Ajwa satu kelompok, lalu datangkan kepadaku. (Maka) akupun melakukannya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun datang lalu duduk dan menimbang setiap mereka sampai lunas, dan kurma masih tersisa seperti tidak disentuh. [19]


BAGI YANG MENGHUTANGKAN AGAR MEMBERI KERINGANAN KEPADA YANG BERHUTANG
Pemberian pinjaman pada dasarnya dilandasi karena rasa belas kasihan dari yang menghutangkan. Oleh karena itu, hendaklah orientasi pemberian pinjamannya tersebut didasarkan hal tersebut, dari awal hingga waktu pembayaran. Oleh karenanya, Islam tidak membenarkan tujuan yang sangat baik ini dikotori dengan mengambil keuntungan dibalik kesusahan yang berhutang.
Di antara yang dapat dilakukan oleh yang menghutangkan kepada yang berhutang ialah.
1. Memberi keringanan dalam jumlah pembayaran
Misalnya, dengan uang satu juta rupiah yang dipinjamkannya tersebut, dia dapat beramal dengan kebaikan berikutnya, seperti meringankan pembayaran si penghutang, atau dengan boleh membayarnya dengan jumlah di bawah satu juta rupiah, atau bisa juga mengizinkan pembayarannya dilakukan dengan cara mengangsur, sehingga si penghutang merasa lebih ringan bebannya.
2. Memberi keringanan dalam hal jatuh tempo pembayaran
Si pemberi pinjaman dapat pula berbuat baik degan memberi kelonggaran waktu pembayaran, sampai si penghutang betul-betul sudah mampu melunasi hutangnya.
Dari Hudzaifah Radhyallahu ‘anhu, ia berkata, aku mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Suatu hari ada seseorang meninggal. Dikatakan kepadanya (mayit di akhirar nanti). Apa yang engkau perbuat? Dia menjawab. :
“Aku melakukan transaksi, lalu aku menerima ala kadarnya bagi yang mampu membayar (hutang) dan meringankan bagi orang yang dalam kesulitan. Maka dia diampuni (oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala)”. [20]

3. Pemberi pinjaman menghalalkan hutang tersebut, dengan cara membebaskan hutang, sehingga si penghutang tidak perlu melunasi pinjamannya.
Beginilah kebiasaan yang sering dilakukan oleh Salafush ash-Shalih. Jika mereka ingin memberi pemberian, maka mereka melakukan transaksi jual beli terlebih dahulu, kemudian dia berikan barang dan harganya atau dia pinjamkan, kemudian dia halalkan, agar mereka mendapatkan dua kebahagian dan akan menambah pahala bagi yang memberi.
Sebagai contoh, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli onta dari Jabir bin Abdullah dengan harga yang cukup mahal. Setibanya di Madinah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan uang pembayaran dan menghadiahakn onta yang telah dibeli tersebut kepada Jabir.

Contoh kedua, Thalhah berhutang kepada Utsman sebanyak lima puluh ribu dirham. Lalu dia keluar menuju masjid dan bertemu dengan Utsman. Thalhah berkata, “Uangmu telah cukup, maka ambillah!”. Namun Utsman menjawab : “Dia untukmu, wahai Abu Muhammad, sebab engkau menjaga muruah (martabat)mu”.

Suatu hari Qais bin Saad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu merasa bahwa saudara-saudaranya terlambat menjenguknya, lalu dikatakan keadannya : “Mereka malu dengan hutangnya kepadamu”, dia (Qais) pun menjawab, “Celakalah harta, dapat menghalangi saudara untuk menjenguk saudaranya!”, Kemudian dia memerintahkan agar mengumumkan : “Barangsiapa yang mempunyai hutang kepada Qais, maka dia telah lunas”. Sore harinya jenjang rumahnya patah, karena banyaknya orang yang menjenguk. [21]

Sebagai akhir tulisan ini, kita bisa memahami, bahwa Islam menginginkan kaum Muslimin menciptakan kebahagian pada kenyataan hidup mereka dengan mengamalkan Islam secara kaffah dan tidak setengah-setengah. Dalam permasalahan hutang, idealnya orang yang kaya selalu demawan menginfakkan harta Allah Subhanahu wa Ta’ala yang dititipkan kepadanya kepada jalan-jalan kebaikan. Di sisi lain, seorang yang fakir, hendaklah hidup dengan qana’ah dan ridha dengan apa yang telah ditentukan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuknya.

Semoga kita semua dijauhkan olehNya dari lilitan hutang, dianugerahkanNya ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih dan rizqi yang halal dan baik.

Sumber: Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun IX/1426H/2005M. (Dikutip dari almanhaj.or.id)

Sumber : https://moslemsunnah.wordpress.com/2010/05/02/adab-berhutang/


BERHUTANG DENGAN NIAT TIDAK MEMBAYAR

BERHUTANG DENGAN NIAT TIDAK MEMBAYAR

Dalam pandangan Allah, hak-hak hamba adalah sangat besar nilainya. Seseorang bisa saja bebas dari hak Allah hanya dengan taubat, tetapi tidak demikian halnya dengan hak yang berkaitan dengan hamba. Hak-hak yang berkaitan antara sesama manusia –yang belum terselesaikan– kelak akan diadili pada hari yang utang piutang tidak dibayar dengan dinar atau dirham tetapi dibayar dengan pahala atau dosa. Dalam kaitan hak antar sesama manusia Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
 “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak” (An Nisa : 58).

Di antara masalah yang banyak terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah gampang berhutang. Ironisnya, sebagian orang berhutang tidak karena kebutuhan mendesak, tetapi untuk memenuhi kebutuhan mewah atau berlomba dengan tetangga-tetangga. Misalnya dalam membeli mobil model baru, perkakas rumah tangga atau berbagai kesenangan lainnya yang bersifat duniawi dan fana. Sebagian orang tak segan-segan membeli barang-barang secara kridit yang sebagiannya tak lepas dari syubhat atau sesuatu yang haram.

Mudah dalam berhutang akan menyeret seseorang pada kebiasaan menunda-nunda pembayaran, atau malah mengakibatkan hilangnya barang orang lain.

Memperingatkan akibat perbuatan ini, Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
“Barangsiapa mengambil atau (menghutang) dan ia ingin melunasinya, niscaya Allah akan melunaskan hutangnya. Dan barangsiapa mengambil (menghutang) dengan keinginan untuk merugikannya (tidak membayar) niscaya Allah akan benar-benar membinasakannya (HR Al Bukhari,Fathul Bari : 5/54).

Banyak orang yang meremehkan soal hutang piutang, mereka menganggapnya masalah sepele, padahal di sisi Allah hutang-piutang merupakan masalah yang besar. Bahkan hingga seorang syahid yang memiliki beberapa keistimewaan yang agung, pahala yang besar dan derajat yang tinggi, tidak bisa lepas dari hutang piutang.

Dalil yang menegaskan hal tersebut adalah sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam :
“Mahasuci Allah, betapa kerasnya apa yang diturunkan Allah dalam urusan utang-piutang, demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya seorang laki-laki dibunuh di jalan Allah kemudian ia dihidupkan lalu dibunuh (lagi) kemudian di hidupkan, lalu dibunuh (lagi) sedang ia memiliki hutang, sungguh ia tak akan masuk surga sehingga dibayarkan untuknya hutang tersebut” (HR An Nasai, Al Mujtaba,7/413, Shahihul Jami’ :3594)

setelah mengetahui hal ini, masih tak di pedulikah orang-orang yang menggampangkan urusan utang-piutang?

Wassalam : Ki Semar

Sumber : http://sabdaislam.wordpress.com/2010/09/18/berhutang-dg-niat-tidak-membayar/


Wallahu a’lam bish-shawabi... (hanya Allah yang Mahatahu Kebenarannya)
Catatan ini kami tujukan untuk kami pada khususnya
dan untuk semua pembaca pada umumnya...
Jika terjadi kesalahan dan kekurangan disana-sini dalam catatan ini...
Itu hanyalah dari kami...
dan kepada Allah SWT., kami mohon ampunan...

Semoga Allah SWT. memberi kekuatan untuk kita amalkan... Amin
Wassalam...

Semoga Bermanfaat...
Silahkan COPY atau SHARE ke rekan anda jika menurut Anda note ini bermanfaat...

Lampirkan sumbernya ya... Syukron

Daftar Postingan Terbaru

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/