Bermanfaat bagi yang lainnya
Home » » Keutamaan meninggal pada hari Jum'at atau malam Jum'at

Keutamaan meninggal pada hari Jum'at atau malam Jum'at

(Arrahmah.com) – Para ulama menyebutkan bahwa salah satu tanda seorang muslim mati dalam keadaan husnul khatimah adalah ia mati pada malam Jum’at atau hari Jum’at.

Pendapat tersebut didasarkan kepada beberapa hadits berikut ini.

[1]. Hadits dari jalur Hisyam bin Sa’ad dari Sa’id bin Abi Hilal dari Rabi’ah bin Saif dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma berikut ini.

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ “

Dari Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Tidak ada seorang muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at  kecuali Allah akan menjaganya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 6582 dan At-Tirmidzi no. 1074)

Setelah meriwayatkan hadits tersebut, imam at-Tirmidzi melemahkannya dengan berkata: “Hadits ini gharib. Sanad hadits ini tidak bersambung, karena perawi Rabi’ah bin Saif sebenarnya hanya meriwayatkan dari Abu Abdurrahman al-Hubuli dari Abdullah bin Amru. Kami tidak mengetahui Rabi’ah bin Saif mendengar langsung dari Abdullah bin Amru.” (Sunan At-Tirmidzi, 3/378, hadits no. 1074)

Imam al-Mundziri dalam At-Targhib wa At-Tarhib juga melemahkan hadits ini.

Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Sanadnya lemah, karena sanadnya terputus.” Beliau lalu menyebutkan sanadnya dan penjelasan imam At-Tirmidzi di atas. (Musnad Imam Ahmad, 6/153, hadits no. 6582 dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir)

Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanadnya lemah, karena perawi Rabi’ah bin Saif tidak mendengar dari Abdullah bin Amru. Dia (Rabi’ah bin Saif) dan perawi Hisyam bin Sa’ad adalah dua perawi yang lemah.” (Musnad Imam Ahmad, 11/147, hadits no. 6582, dengan tahqiq Syaikh Syu’aib Al-Arnauth)

[2]. Hadits di atas diriwayatkan dari jalur sanad lainnya berikut ini.

Imam Ahmad berkata: Telah menceritakan kepada kami perawi Suraij, telah menceritakan kepada kami (perawi Suraij) perawi Baqiyah, dari Mu’awiyah bin Sa’id dari Abu Qabil dari Abdullah bin Amru bin Ash berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

” مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ فِتْنَةَ الْقَبْرِ “

“Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at maka ia akan dilindungi dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad no. 6646)

Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Sanadnya lemah, karena perawi Baqiyah bin Muslim adalah seorang mudallis (perawi yang memanipulasi sanad) dan dalam sanad ini ia tidak menegaskan mendengar secara langsung (dari Mu’awiyah).” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, 6/204)

Syaikh Syu’aib al-Arnauth berkata: “Sanadnya lemah. Perawi Baqiyah (yaitu Baqiyah bin Muslim al-Himshi) mentadlis dari para perawi yang lemah dan melakukan tadlis taswiyyah, bahkan memperbolehkannya. Perawi Mu’awiyah bin Said bin Syuraij at-Tujaibi al-Fahmi al-Mishri, hanya dinyatakan tsiqah oleh Ibnu Hibban saja.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syu’aib al-Arnauth, 11/226-227)

Adapun perawi Abu Qabil (namanya adalah Huyai bin Hani al-Mu’afiri) dinyatakan tsiqah oleh lebih dari seorang ulama, imam Ibnu Hibban menyebutkannya dalam kitabnya Ats-Tsiqat dan berkata: Dia juga seorang perawi yang keliru-keliru. Imam As-Saji menyebutkannya dalam kitabnya Adh-Dhu’afa’ (Para perawi yang lemah). Dan diriwayatkan dari Imam Ibnu Ma’in bahwa ia melemahkannya.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syu’aib al-Arnauth, 11/225)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani juga melemahkan perawi Abu Qabil dalam kitabnya Ta’jilul Manfa’ah.

[3]. Hadits riwayat imam Abu Ya’la dalam musnadnya dan Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil fi adh-Dhu’afa’.

Imam Abu Ya’la berkata: Menceritakan kepada kami perawi Abu Ma’mar Ismail bin Ibrahim, menceritakan kepada kami perawi Abdullah bin Ja’far dari Waqid bin Salamah dari Yazid ar-Raqasyi, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

«مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وُقِيَ عَذَابَ الْقَبْرِ»

“Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at maka ia akan dilindungi dari siksa kubur.” (HR. Abu Ya’la no. 4113 dan Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil, 7/2554)

Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Makna hadits ini juga diriwayatkan dari jalur Anas bin Malik dlam Musnad Abu Ya’la. Namun sanadnya lemah juga, sebagaimana disebutkan oleh (Al-hafizh Nuruddin al-Haitsami) dalam Majma’uz Zawaid dan (Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani) dalam Fathul Bari.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Ahmad Syakir, 6/204)

Syaikh Syua’aib al-Arnauth berkata: “Di dalam sanadnya ada perawi Waqid bin Salamah dan Yazin bin Abban ar-Raqasyi. Keduanya adalah perawi yang lemah.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syu’aib al-Arnauth, 11/149)

Syaikh Husain Salim Asad dalam tahqiqnya atas Musnad Abu Ya’la juga melemahkan sanad hadits ini.

[4]. Hadits riwayat imam Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hilyatul Awliya’.

Dari Umar bin Musa bin Wajih dari Muhammad bin Munkadir dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

«مَنْ مَاتَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ أُجِيرَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَجَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ طَابَعُ الشُّهَدَاءِ»

“Barangsiapa meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at niscaya ia akan dijauhkan dari siksa kubur dan pada hari kiamat ia akan datang dengan memiliki tanda orang mati syahid.” (HR. Abu Nu’aim al-Asbahani dalam Hilyatul Awliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’, 3/155)

Setelah meriwayatkan hadits ini, imam Abu Nu’aim al-Asbahani mengatakan: “Hadits ini gharib dari hadits Jabir dan Muhammad bin Munkadir. Hanya diriwayatkan oleh Umar bin Musa, dan ia adalah seorang penduduk Madinah, ia adalah perawi yang lemah.” (Abu Nu’aim al-Asbahani, Hilyatul Awliya’ wa Thabaqat al-Ashfiya’, 3/155)

Syaikh Syu’aib al-Arnauth menulis tentang perawi Umar bin Musa bin Wajih: “Imam Abu Hatim berkata: “Ia adalah pemalsu hadits.” Imam An-Nasai dan Ad-Daraquthni berkata: “Ia matruk (tertuduh memalsu hadits).” Imam Ibnu ‘Adi berkata: “Ia termasuk perawi yang memalsukan hadits, matan maupun sanadnya.” (Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Syu’aib al-Arnauth, 11/149)

Syaikh Ahmad Syakir berkata: “Hadits Jabir diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah, 3/155-156, dan dalam sanadnya ada kelemahan.”(Musnad Ahmad dengan tahqiq Syaikh Ahmad Syakir, 6/204)

Kedudukan hadits:

Inilah Abdullah bin Amru bin Ash tentang keutamaan meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at. Hadits tersebut secara sanad lemah, dan terdapat dua hadits lainnya yang menunjukkan keutamaan yang sama, yaitu hadits Anas bin Malik dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu. Secara sanad, kedua hadits tersebut juga lemah, bahkan lebih lemah dari hadits Abdullah bin Amru bin Ash.

Kesimpulan hadits:

1. Hadits tentang keutamaan meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at diriwayatkan dari jalur sahabat Abdullah bin Amru bin Ash, Anas bin Malik dan Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhum.

2. Imam Abul ‘Ala’ Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri dalam bukunya Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan Tirmidzi menyatakan hadits Anas bin Malik dan Jabir bin Abdullah bisa menguatkan kelemahan hadits Abdullah bin Amru bin Ash. Sehingga dari keseluruhan jalur sanadnya, hadits tersebut naik derajatnya menjadi hadits hasan atau hadits shahih, yang bisa dipegangi sebagai hujjah untuk menyatakan adanya keutamaan khusus bagi orang yang meninggal padda hari Jum’at atau malam Jum’at.

Pendapat ini diikuti oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam bukunya, Ahkamul Janaiz.

3. Sebagian besar ulama hadits menganggap hadits Anas bin Malik dan Jabir bin Abdullah tidak bisa menguatkan kelemahan hadits Abdullah bin Amru bin Ash. Sebab kelemahan sanad kedua hadits tersebut justru lebih parah daripada kelemahan sanad hadits Abdullah bin Amru bin Ash. Dengan demikian, ketiga hadits tersebut tetap berderajat dha’if (lemah) dan tidak bisa dijadikan hujjah untuk menyatakan ada keutamaan khusus bagi bagi orang yang meninggal padda hari Jum’at atau malam Jum’at. Pendapat ini, wallahu a’lam, adalah pendapat yang lebih kuat dan lebih dekat kepada kebenaran.

4. Andaikata kita mengikuti pendapat ulama yang menyatakan hadits tersebut hasan atau shahih sekalipun, maka bukan berarti setiap muslim dan muslimah yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at telah meraih husnul khatimah. Status husnul khatimah lebih kuat berkaitan dengan amal perbuatan orang yang meninggal, daripada dengan tempat dan waktu orang tersebut meninggal.

Misalnya:

a. Seorang muslim atau muslimah meninggal dalam keadaan melakukan kemaksiatan (berzina, mabuk, merampok, meninggalkan shalat, meninggalkan shaum Ramadhan dan lain-lain), maka bisa diyakini ia mati dalam keadaan suul khatimah, meskipun ia meninggal pada malam Jum’at atau hari Jum’at.

b. Seorang muslim atau muslimah meninggal dalam keadaan melakukan ketaatan (melaksanakan shalat, shaum Ramadhan, membaca Al-Qur’an, menengok orang sakit, memuliakan tamu, berperang di jalan Allah, dan lain-lain), maka bisa diyakini ia mati dalam keadaan husnul khatimah, meskipun ia meninggal pada selain hari Jum’at atau selain malam Jum’at.

c. Jika seorang muslim atau muslimah meninggal dalam keadaan melakukan ketaatan pada hari Jum’at atau malam Jum’at, maka bisa diyakini bahwa ia meninggal dalam keadaan husnul khatimah.

5. Kematian adalah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala. Kematian datang secara tiba-tiba tanpa bisa disangka waktu dan tempatnya. Oleh karenanya sudah seharusnya kita senantiasa mempersiapkan bekal amal shalih sebaik-baiknya untuk menghadap Allah Ta’ala, sebelum kematian datang menjemput kita. Wallahu a’lam bish-shawab.

(muhibalmajdi/arrahmah.com)

0 komentar:

Posting Komentar

Daftar Postingan Terbaru

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/