Maha Suci
Allah yang mempergilirkan siang dan malam. Kehidupan pun menjadi
dinamis, seimbang, dan berkesinambungan. Ada hamba-hamba Allah yang
menghidupkan siang dan malamnya untuk senantiasa dekat dengan Yang Maha
Rahman dan Rahim. Tapi, tidak sedikit yang akhirnya menjauh, dan terus
menjauh.
Seperti halnya tanaman, ruhani butuh siraman
Sekuat
apa pun sebatang pohon, tidak akan pernah bisa lepas dari
ketergantungan dengan air. Siraman air menjadi energi baru buat pohon.
Dari energi itulah pohon mengokohkan pijakan akar, meninggikan batang,
memperbanyak cabang, menumbuhkan daun baru, dan memproduksi buah.
Seperti
itu pula siraman ruhani buat hati manusia. Tanpa kesegaran ruhani,
manusia cuma sebatang pohon kering yang berjalan. Tak ada keteduhan,
apalagi buah yang bisa dimanfaatkan. Hati menjadi begitu kering. Persis
seperti ranting-ranting kering yang mudah terbakar.
Allah
swt. memberikan teguran khusus buat mereka yang beriman. Dalam surah
Al-Hadid ayat 16, Yang Maha Rahman dan Rahim berfirman, “Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).
Janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan
Al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka.
Lalu, hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah
orang-orang yang fasik.”
Hati buat
orang-orang yang beriman adalah ladang yang harus dirawat dan disiram
dengan zikir. Dari zikirlah, ladang hati menjadi hijau segar dan tumbuh
subur. Akan banyak buah yang bisa dihasilkan. Sebaliknya, jika hati
jauh dari zikir; ia akan tumbuh liar. Jangankan buah, ladang hati
seperti itu akan menjadi sarang ular, kelabang dan sebagainya.
Hamba-hamba
Allah yang beriman akan senantiasa menjaga kesegaran hatinya dengan
lantunan zikrullah. Seperti itulah firman Allah swt. dalam surah
Ar-Ra’d ayat 28. “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka
menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allahlah hati menjadi tenteram.“
Rasulullah
saw. pernah memberi nasihat, “Perumpamaan orang yang berzikir kepada
Rabbnya dan yang tidak, seumpama orang hidup dan orang mati.” (Bukhari
dan Muslim)
Siapapun kita, ada masa lengahnya
Manusia
bukan makhluk tanpa khilaf dan dosa. Selalu saja ada lupa. Ketika
ruhani dan jasad berjalan tidak seimbang, di situlah berbagai kealpaan
terjadi. Saat itulah, pengawasan terhadap nafsu menjadi lemah.
Imam
Ghazali mengumpamakan nafsu seperti anak kecil. Apa saja ingin diraih
dan dikuasai. Ia akan terus menuntut. Jika dituruti, nafsu tidak akan
pernah berhenti.
Pada titik tertentu,
nafsu bisa menjadi dominan. Bahkan sangat dominan. Nafsu pun akhirnya
memegang kendali hidup seseorang. Nalar dan hatinya menjadi lumpuh.
Saat itu, seorang manusia sedang menuhankan nafsunya.
Allah swt. berfirman, “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah
telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas
penglihatannya.” (Al-Jatsiyah: 23)
Seburuk apapun seorang muslim, ada pintu kebaikannya
Seperti
halnya manusia lain, seorang muslim pun punya nafsu. Bedanya, nafsu
orang yang beriman lebih terkendali dan terawat. Namun, kelengahan bisa
memberikan peluang buat nafsu untuk bisa tampil dominan. Dan seorang
hamba Allah pun melakukan dosa.
Dosa
buat seorang mukmin seperti kotoran busuk. Dan shalat serta istighfar
adalah di antara pencuci. Kian banyak upaya pencucian, kotoran pun bisa
lenyap: warna dan baunya.
Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran ayat 133 hingga135. “Dan
bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang
bertakwa….Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan
keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah. Lalu,
memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.“
Khilaf
buat hamba Allah seperti mata air yang tersumbat. Dan zikrullah adalah
pengangkat sumbat. Ketika zikrullah terlantun dan tersiram dalam hati,
air jernih pun mengalir, menyegarkan wadah hati yang pernah kering.
Sekecil Apapun kebaikan dan keburukan, ada ganjarannya
Satu
hal yang bisa menyegarkan kesadaran ruhani adalah pemahaman bahwa apa
pun yang dilakukan manusia akan punya balasan. Di dunia dan akhirat.
Dan di akhirat ada balasan yang jauh lebih dahsyat.
Firman Allah swt., “Siapa
yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan siapa yang mengerjakan kejahatan seberat
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (Al-Zilzaal: 7-8)
Pemahaman
inilah yang senantiasa membimbing hamba Allah untuk senantiasa
beramal. Keimanannya terpancar melalui perbuatan nyata. Lantunan
zikirnya hidup dalam segala keadaan.
“(Yaitu)
orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam
keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan
bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa
neraka.” (Ali Imran: 191)
Oleh: Muhammad Nuh
0 komentar:
Posting Komentar